เข้าสู่ระบบPandangan Ling Yue beralih ke tengah gua. Wang Yue masih di sana, dalam posisi yang sama persis seperti saat mereka tertidur. Ia tampak seperti patung, menyatu dengan energi di sekitarnya. Ada aura kesepian yang mendalam di sekelilingnya, aura puncak gunung yang tak tersentuh, agung namun terisolasi. Ling Yue tahu mereka tidak bisa menyalahgunakan kebaikan pria ini lebih lama lagi.
Dengan hati-hati, ia membangunkan Ling Er. “Xiao Er, ayo bangun. Kita harus pergi.” Setelah adiknya siap, Ling Yue membawanya mendekati Wang Yue. Ia berlutut untuk ketiga kalinya, kali ini dengan rasa hormat yang tulus. “Tuan,” panggilnya dengan suara pelan. “Terima kasih banyak atas kebaikan dan tempat berlindung Anda. Kami sudah merasa lebih baik dan akan segera pergi agar tidak mengganggu Anda lagi.” Perlahan, Wang Yue membuka matanya. Jika tatapannya kemarin terasa dingin, hari ini terasa lebih tajam, lebih analitis. Ia tidak hanya melihat Ling Yue; ia seolah memindai setiap inci dari jiwanya. Ling Yue merasa seperti telanjang di hadapannya, setiap ketakutan dan harapannya terpampang jelas di hadapan pria itu. “Aku tidak melakukannya karena kebaikan,” ulang Wang Yue, suaranya datar. Ling Yue menelan ludah, bingung dengan penekanan pria itu. “Lalu... mengapa, Tuan?” Wang Yue bangkit dari duduknya. Gerakannya lambat dan anggun, namun setiap pergeseran tubuhnya seolah memiliki bobot yang mampu mengguncang dunia. “Aku hanya tak ingin ada aura kematian yang mengotori guaku,” jawabnya, berjalan melewati mereka. Tapi kemudian ia berhenti. “Kalian beruntung, aura kalian belum rusak sepenuhnya oleh kebencian. Masih ada harapan.” “Harapan untuk apa, Tuan?” Ling Yue memberanikan diri bertanya. Wang Yue menoleh, tatapannya kini terkunci pada Ling Yue dengan intensitas yang mengejutkan. “Untuk kultivasi.” Selama ia bermeditasi semalam, kesadarannya terus mengamati dua aura kecil di sudut guanya. Aura gadis itu lemah, tetapi murni. Namun, aura pemuda itu… Aura pemuda itu adalah anomali. Di dalam Dantiannya yang belum terbentuk sempurna, sebuah inti api berdenyut dengan kekuatan yang mengejutkan. Itu adalah akar api murni, sesuatu yang hanya ia dengar dalam legenda. Bakat semacam ini, jika diasah dengan benar, bisa melahirkan seorang ahli yang mampu menantang surga. Jika dibiarkan, ia akan menjadi mercusuar yang menarik bencana. Anak ini adalah berlian kasar yang tergeletak di lumpur, pikir Wang Yue. Sebuah pemborosan yang luar biasa. Selama ratusan tahun dalam pengasingannya, ia tidak pernah tertarik pada apa pun. Dunianya adalah keheningan abadi. Tapi sekarang, sebuah variabel tak terduga telah muncul di depan pintunya. Mengabaikannya terasa… salah. Bukan karena moral, tetapi dari sudut pandang seorang kultivator agung yang melihat bakat tertinggi disia-siakan. Selain itu, ada percikan api di mata pemuda itu saat ia membela adiknya. Itu mengingatkannya pada seseorang… pada dirinya sendiri, berabad-abad yang lalu, sebelum hatinya membeku menjadi es. Mungkin… mungkin anak ini bisa menempuh jalan yang berbeda. Ini adalah pemikiran berbahaya, secercah emosi yang seharusnya sudah lama ia buang. “Kamu,” kata Wang Yue, menunjuk Ling Yue, “memiliki akar api murni. Sangat jarang. Kamu bahkan sudah memulai tahap Qi Condensation tanpa menyadarinya.” Ling Yue tidak mengerti istilah-istilah itu, tetapi ia mengerti kata "bakat". Sebuah harapan kecil yang rapuh mulai tumbuh di hatinya. “Aku... aku tidak tahu apa itu, Tuan. Aku hanya tahu bahwa aku ingin menjadi kuat. Cukup kuat untuk melindungi adikku agar ia tidak pernah merasakan dingin atau lapar lagi.” Jawaban yang sederhana. Naif. Namun begitu murni dalam tujuannya. Wang Yue menghela napas. Ini akan sangat merepotkan. Namun, kebosanan dari kesendiriannya yang abadi terasa lebih berat saat ini. “Qi Condensation adalah fondasi. Memulainya sendiri tanpa seorang guru… itu bakat yang disia-siakan.” Wang Yue menatap lurus ke mata Ling Yue, sebuah keputusan final telah dibuat. “Jika kalian mau, aku akan mengajarimu. Aku akan melatih akar spiritualmu ini hingga kamu bisa melindungi dirimu dan adikmu.” Dunia Ling Yue seolah meledak dalam cahaya. Tawaran itu begitu luar biasa hingga ia hampir tidak bisa mempercayainya. Harapan yang tadinya hanya percikan kini menjadi kobaran api. “Anda… Anda serius, Tuan?” “Tapi,” potong Wang Yue tajam, memadamkan euforia Ling Yue dengan tatapan dinginnya. “Jangan berharap aku akan menjadi guru yang lembut. Aku tidak menoleransi kelemahan, keluhan, atau pertanyaan bodoh. Pelatihanku adalah neraka. Banyak yang lebih memilih mati daripada menyelesaikannya.” Ling Yue menatap pria agung di hadapannya, lalu pada adiknya yang menggenggam tangannya dengan erat, matanya berbinar penuh harap. Pilihan apa lagi yang ia punya? Ini adalah satu-satunya jalan keluar dari kegelapan. “Aku mau, Tuan!” kata Ling Yue, suaranya bergetar namun penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan. “Aku mau belajar! Apa pun syaratnya. Ajarilah aku hingga aku bisa berdiri di depan adikku tanpa pernah merasa takut lagi!” Wang Yue mengamati pemuda itu sejenak, lalu mengangguk tipis. “Syaratnya sederhana: Ketaatan mutlak. Kamu tidak akan pernah mempertanyakan metodaku. Kamu akan membuang semua perasaan tidak berguna selama pelatihan. Kebencianmu itu—gunakan sebagai bahan bakar, tetapi jangan biarkan itu melahapmu.” “Saya mengerti, Tuan. Saya bersumpah.” Senyum tipis yang nyaris tak terlihat, penuh ironi, tersungging di bibir Wang Yue. “Bagus. Kita mulai besok pagi. Tahap pertama dari Langkah Pertama adalah menyempurnakan Qi Condensation-mu. Aku akan membimbingmu.” Ia hendak berbalik, tetapi Ling Yue memberanikan diri sekali lagi. “Tuan, jika saya boleh bertanya… Tuan sendiri berada di tahap apa? Seberapa jauh saya bisa berharap untuk melangkah?” Wang Yue berhenti. Aura dingin di sekelilingnya menebal secara dramatis. “Itu bukan urusanmu,” jawabnya, suaranya mengandung jejak kekuatan yang membuat lutut Ling Yue lemas. “Yang perlu kamu tahu hanyalah bahwa posisiku tak akan pernah bisa kamu jangkau. Bahkan para dewa pun berpikir dua kali sebelum menantangku. Sekarang, fokuslah pada langkah pertama di kakimu, bukan puncak gunung yang tak terlihat.” Kata-kata itu meninggalkan Ling Yue dalam keheningan yang penuh dengan rasa kagum dan gentar. Ia telah menemukan penyelamat, seorang guru, dan sebuah misteri yang tak terduga. Takdirnya, yang seharusnya berakhir di hutan yang dingin, kini telah terjalin dengan takdir seorang pria yang bahkan ditakuti oleh para dewa.“Kakak!” Tiba-tiba Ling Er berlari maju, mencengkeram lengan Ling Yue dengan sangat erat, wajahnya pucat pasi. “Jangan lakukan itu! Aku, aku tidak suka ini! Apakah ini berbahaya, Tuan?” tanyanya, menatap Wang Yue dengan tatapan menantang yang berani. Wang Yue melirik Ling Er. Gadis kecil yang dulu ia anggap sebagai gangguan kini telah tumbuh menjadi seorang kultivator muda cantik yang berani menanyainya secara langsung demi kakaknya. Ada kilatan apresiasi yang sangat samar di matanya sebelum kembali menjadi dingin. “Setiap langkah kultivasi yang nyata itu semuanya berbahaya, gadis kecil,” jawabnya, suaranya tetap datar. “Jauh lebih berbahaya daripada menghadapi seribu monster. Bahaya terbesar bukanlah jurang itu sendiri, tetapi hatinya sendiri.” Ia kembali menatap Ling Yue. “Jika dia ragu sedikit saja saat berada di dalam sana, jika dia mencoba berpegang pada egonya, Yin akan langsung melahap jiwanya tanpa sisa. Ia akan j
dua puluh tahun. Waktu di dalam Lembah Awan Berkabut mengalir seperti air sungai yang tenang, tak terasa namun meninggalkan perubahan yang mendalam. Ling Yue yang dulunya adalaj seorang bocah kurus yang gemetar karena dingin, kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang tinggi dan tegap. Wajahnya telah kehilangan jejak kekanak-kanakan, digantikan oleh ketenangan dan kepercayaan diri yang lahir dari kekuatan yang ia genggam. Aura seorang kultivator tahap Ascendant—sebuah pencapaian yang hanya bisa diimpikan oleh para master di dunia luar—menguar lembut dari tubuhnya, terkendali dengan sempurna. Ling Er juga telah mekar. Gadis kecil yang dulu hanya bisa bersembunyi di belakang punggung kakaknya kini telah menjadi seorang gadis yang anggun dan bersemangat. Di bawah bimbingan Wang Yue yang sesekali memberinya petunjuk, dan dengan energi spiritual murni dari lembah, ia telah berhasil mencapai tahap Core Formation. Rambut hitamnya yang panjang sering kali ia ikat dengan pita sutra saat i
Seolah dipanggil oleh kata-kata Wang Yue, beberapa bulan kemudian, langit di atas Lembah Awan Berkabut berubah. Awan hitam yang pekat berkumpul dengan kecepatan yang tidak wajar, mengubah siang hari menjadi senja yang mencekam. Angin mulai menderu seperti raungan binatang buas, dan kilat menyambar di antara awan, bukan dengan kilatan putih, tetapi dengan kilatan ungu yang aneh. Ling Er berlari ketakutan ke dalam pelukan Ling Yue. “Kakak, aku takut! Badainya aneh!” Ling Yue sendiri merasakannya. Ini bukan badai biasa. Udara dipenuhi oleh energi spiritual yang liar, kacau, dan merusak. Wang Yue muncul dari meditasinya dan berdiri di mulut gua, menatap langit dengan ekspresi tenang. “Ini bukan badai biasa,” kata Wang Yue. “Ini adalah Pergolakan Spiritual. Gejolak energi alam yang terkadang terjadi di tempat dengan Qi yang padat. Ini berbahaya, tetapi juga merupakan sebuah kesempatan.” Ia menoleh pada Ling Yue, matanya berkilat dengan intensitas yang membuat Ling Yue merinding
Setelah Ling Yue berhasil menemukan “kompas”-nya, seolah-olah sebuah bendungan di dalam dirinya telah runtuh. Energi spiritual yang tadinya terasa asing dan sulit dijangkau, kini mengalir ke arahnya seperti sungai yang menemukan muaranya. Kemajuan yang ia buat tidak lagi bertahap; itu adalah sebuah lompatan kuantum yang menakjubkan. Dalam satu bulan, di bawah bimbingan Wang Yue yang tanpa henti, ia berhasil menyempurnakan tahap Qi Condensation. Dantiannya yang tadinya hanya pusaran hangat kini telah memadat menjadi sebuah inti Qi yang stabil dan bercahaya. Wang Yue tidak memberinya waktu untuk berpuas diri. Latihan fisik yang brutal dimulai, mendorong tubuh fana Ling Yue hingga ke batas kemampuannya, memaksanya untuk menyerap energi spiritual untuk memperbaiki otot-ototnya yang robek dan tulangnya yang terasa remuk. Tiga bulan kemudian, ia menembus ke tahap Foundation Establishment. Perubahan itu terasa nyata. Ia tidak lagi merasa selemah dulu; tubuhnya ringan, indranya lebih ta
Metodenya memang kejam. Ia bisa saja menggunakan Qi-nya untuk secara paksa membuka meridian Ling Yue dan membiarkannya merasakan aliran energi. Itu akan lebih cepat, lebih mudah. Tapi itu akan menjadi jalan pintas yang berbahaya. Jalan kultivasi dipenuhi dengan iblis batin. Jika Ling Yue tidak bisa menaklukkan iblis pertamanya—keraguan dirinya sendiri—maka ia tidak akan pernah bertahan dari ujian-ujian yang lebih besar di masa depan. Tekanan melahirkan berlian. Jika ia patah hanya karena ini, maka ia memang tidak layak untuk diajari. Pandangannya beralih ke sudut gua, di mana gadis kecil itu, Ling Er, sedang duduk diam, mengamati kakaknya dengan mata penuh kekhawatiran. Wang Yue memastikan gadis itu mendapatkan makanan yang layak setiap hari, yang ia letakkan diam-diam saat kedua anak itu tertidur. Itu adalah tindakan praktis; ia tidak ingin gadis itu mati kelaparan dan menjadi gangguan lain. Namun, melihat kesetiaan dan cinta tanpa syarat di mata gadis kecil itu memicu sesuatu yan
Fajar pertama setelah sumpah itu diucapkan terasa berbeda. Udara di dalam gua tidak lagi hanya terasa hangat dan aman bagi Ling Yue; kini udara itu dipenuhi oleh antisipasi yang berat dan sedikit rasa takut. Ia bangun bahkan sebelum Ling Er, hatinya berdebar-debar karena semangat dan kegelisahan. Hari ini adalah hari pertamanya menapaki jalan untuk menjadi kuat. Hari ini, ia akan mulai belajar. Ia menemukan Wang Yue sudah duduk di atas Lempeng Giok Es Abadi, matanya terpejam, auranya setenang dan sedalam danau beku di puncak gunung. Ling Yue mendekat dengan hormat dan menunggu dalam diam. Ia tidak menunggu lama. Tepat saat secercah cahaya matahari pertama menembus tirai air terjun, menciptakan pelangi samar di mulut gua, Wang Yue membuka matanya. “Duduk,” kata Wang Yue, suaranya datar, memecah keheningan pagi. Ia menunjuk ke sebuah batu datar di seberang kolam. “Pejamkan matamu.” Ling Yue segera menurut, jantungnya berpacu. Ia duduk bersila, meluruskan punggungnya, dan memeja







