Share

Bagian 1 - Bangun

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Mario berdiri di samping ranjang Maria yang sedang diperiksa oleh dokter dengan mimik khawatir.

"Dia baik," ujar dokter dari kaum adam itu menatap Mario.

"Hah ...." Langsung membuat si pria menghela napas lega.

"Hanya saja kinerja tubuhnya masih sangat rendah." Dokter itu kembali menatap ke arah Maria, terlihat kaum hawa yang sudah setahun terbaring koma itu memasang tatapan datar, seperti sedang menutupi sesuatu yang ada di dalam kepalanya.

“Fungsi otaknya mulai membaik drastis, tapi ia belum bisa berbicara, itu wajar, jadi jangan khawatir. Setelah keadaannya bisa dikatakan stabil kita lakukan pemeriksaan pernapasan, denyut jantung dan, tekanan darah,” lanjut sang dokter setelah selesai memeriksa Maria. “Sekarang kita tunggu sebentar, ia masih beradaptasi dengan cahaya dan, tubuhnya kaku karena sudah satu tahun tidak bergerak.”

Kepala Mario mengangguk paham, kantuk yang tadinya bersarang di mata auto enyah entah ke mana detik ia mendengar suatu keributan dari Maria.

Jadi, sebenarnya tadi Mario baru saja pulang bekerja. Setahun ini rumah sakit adalah rumah kedua pria itu, dan ketika Mario baru ingin memejamkan mata, ada suara benda jatuh. Dari sana dia tahu, Maria bangun! Iya, bangun dari koma.

"Berikan minum jika ia mau, tapi jangan terlalu banyak." Lagi dokter berucap.

"Apakah ada pemeriksaan lebih lanjut?" Mario pun akhirnya membuka suara setelah sedari tadi hanya diam.

“Kita hanya perlu menunggu respon tubuhnya terhadap rangsangan, jika ia sudah bisa berbicara dan menggerakkan tubuh baru kita periksa keseluruhan, untuk sekarang biarkan aliran darahnya berjalan lancar," jawab dokter muda nan tampan itu.

Mario mengangguk paham, ambil gerak mendudukan diri ke sisi ranjang Maria yang meliriknya, hanya lirikan kecil.

"Oh iya, saya harap Anda bisa sedikit memijat tangan dan kaki pasien, agar secepatnya bisa digerakkan."

"Ya, baik," jawab Mario mengangguk lagi, tetap menatap ke arah Maria.

"Kalau begitu saya permisi, besok pagi kita lakukan pemeriksaan selanjutnya." Si dokter pun permisi, meninggalkan kamar rawat Maria yang di dalamnya terdapat Mario.

Hening, tidak ada suara apapun di kamar ini.

Sumpah demi apapun kantuk di mata Mario hilang begitu saja tak tersisa, matanya itu menjadi sangat segar dan mungkin tidak akan bisa tidur sampai esok pagi.

Baiklah, Mario menarik lembut tangan kanan si kaum hawa dengan kedua tangannya. Begitu penuh kehati-hatian, Mario mengusap lembut punggung tangan yang masih terasa lemah.

Harus kalian tahu, pria ini memperlakukan Maria seakan porselen berharga, disentuh penuh kehati-hatian.

"A-air ...," ucap Maria gagap.

Mario tidak bisa menahan rasa terkejutnya, setelah setahun ..., iya, setahun ia menanti, ternyata Tuhan masih memberikan dia kesempatan kembali mendengar suara Maria, membuat gendang telinga bersorak riang.

Well, tidak pakai kata atau kalimat balasan, Mario langsung bergerak.

Pertama, ia membuat ranjang Maria sedikit tegak dari setelan yang ada di bawah ranjang, memposisikan kepala kaum hawa itu agar nyaman. Lalu mengambil gelas yang berisi air mineral di nakas sisi ranjang.

“Pelan-pelan dan sedikit saja,” ujarnya diangguki oleh Maria.

Tangan Mario pun bergerak mengarahkan bibir gelas ke depan bibir Maria. Dua teguk dan selesai, Mario menarik gelasnya, meletakan ke atas nakas lagi.

Setelah itu si pria kembali duduk di pinggir ranjang, tentu tangan Maria pun masuk lagi ke dalam genggaman, mulai memijat pelan jari-jari wanita itu.

Hening, hening yang begitu panjang.

Mario sibuk memijat jari Maria dan Maria sibuk menerawang jauh, menggali ingatannya.

Malam ini ..., malam yang tidak akan mereka lupakan sampai napas mereka terhenti nanti

*****

Benar, Mario tidak tidur satu malaman, pria itu full menjaga Maria yang kembali memejamkan mata setelah satu jam sadar.

Syukur puji syukur tepat di pukul tujuh pagi Maria sudah kembali membuka mata, masih belum banyak bicara. Mario pun sudah sangat lega walau hanya begini, tidak lupa tadi pagi sebelum Maria bangun ia menghubungi Regina, namun ya untuk beberapa bulan ke depan agaknya Regina tidak mendapatkan izin menemui Maria dari Raymond. Itu juga demi kebaikan mereka semua.

"Aku lapar." Suara ini serak, tapi bernada datar.

Tidak pakai lama kepala Mario mengangguk, bergerak lah pria itu mendekati kulkas yang ada di dalam kamar rawat, ia ambil satu buah apel.

Waktu yang diperlukan tidak lama, hanya beberapa detik tanpa menyentuh kata menit, Mario sudah kembali duduk di kursi samping ranjang Maria.

Tarik napas, Mario ..., "Ayo menikah." Melontarkan kalimat ini padahal belum memberikan apel kepada Maria.

"Sinting," sahut wanita itu ingin membawa tubuh duduk di tengah ranjang.

"Kontrak," lanjut Mario dengan gerakan sigap membantu Maria, membuat posisi kaum hawa yang mencuri rasa tertariknya nyaman.

"Semakin sinting," bisik Maria sudah duduk, menyandarkan tubuh ke kepala ranjang dengan bantal.

"Aku serius, Maria."

"Berapa lama aku di sini?" bertanya, Maria memilih tidak menjawab kalimat gila Mario.

"Kamu koma, selama setahun."

"Shit!" Langsung mengumpat, Maria memejamkan mata.

"Di mana Regina?" Tapi tidak lama mata itu kembali terbuka, bertanya lagi dengan Mario yang begitu setia menatapnya.

Tidak ada jawaban, lebih tepatnya Mario tidak langsung menjawab.

"Aku bertanya, Mario! Uhuk! Uhuk!" Akibat terlalu kesal, Maria sedikit berteriak yang berakhir terbatuk-batuk.

Sudah pasti Mario lagi dan lagi bergerak sangat sigap, langsung menjangkau gelas dan memberikan kepada Maria.

Sial, sial, sial! Rasanya Mario ingin mengamuk, ingin marah besar karena tingkah pola Maria ini, tapi tentu siapapun tidak lupa, Mario adalah Raymond versi kesebelas, sangat betah tutup mulut padahal bisa membukanya.

Untuk beberapa detik si wanita meneguk air, sedang si pria begitu betah mengunci pita suara.

"Aku bertanya, jawab dengan cepat!" sembur Maria saat selesai meneguk minum.

"Hah!" balasan Mario justru hembusan napas kasar, ia lempar apel yang tadi ia ambil dari kulkas ke atas ranjang, mendarat tepat di celah kaki kanan dan kiri Maria.

"Mau apa menanyakan dia? Bahkan dia sudah memiliki tiga anak," jawab Mario bernada datar yang dimix rasa malas.

Dahi Maria berkerut, maksudnya?

"Maksudmu?"

"Semua sudah jelas."

"Ya apa?!"

"Diam, Maria, diam. Sekali lagi kamu berteriak, habis kesabaranku," geram Mario sungguh tidak suka akan nada Maria yang berteriak, walau itu hanya teriakan kecil, lebih kearah bentakan dan sentakan.

Mario hanya ..., khawatir. Come on, si wanita baru sadar dari koma! Selama setahun pula!

"Beritahu semuanya!" Tapi oh tapi kalian pun tidak lupa bagaimana Maria bukan? Dia lebih keras dari Mario.

"Kamu masih sama Maria, bahkan lebih membangkang," berbisik, Mario berdiri dari duduknya, mendekat dan membungkuk bersama kedua tangan jatuh ke atas sisi ranjang. Wajah mendekat, tatapan menajam, Mario harus keras dengan yang satu ini.

Lupakan teori keras dilawan keras akan hancur, karena Mario akan membuktikan, bahwa tidak selamanya keras dilawan keras itu hancur.

"Kesabaranku habis," lanjutnya masih berbisik.

Cup.

Tentu semua tahu mana yang Mario incar agar Maria jera dan bungkam. Ayo ..., lihat dua manusia keras ini, siapa yang akan menang.

.

.

To Be Continued

Terbit: -11/Mei-2k21

Jangan lupa isi kolom komentar yaaa, love u kalian;)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status