Share

Bagian 9 - Pria Tidak Sinkron

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Pulang. Maria kira pulang yang dimaksud oleh Mario adalah ke kosan mereka, hidup sederhana bersama uang tabungan Mario yang sudah ia kuras lima puluh juta dengan niat membuat pria itu jatuh miskin dan enyah dari hidupnya. Namun, ternyata.

"Ini rumah siapa?" tanya Maria menoleh, menatap wajah Mario, pria itu berdiri tepat di belakang kursi roda Maria.

"Kita." Singkat, padat dan, jelas.

"Ha?" Maria mendadak merasa bodoh dan buta, kenapa bisa begitu? Karena dia baru sadar bahwa dia tidak tahu apapun tentang Mario Ali Pradytio, bahkan urusan umur dan asal pun ia tidak tahu.

"Kita masuk dulu, udaranya terasa dingin," ucap Mario kembali mendorong kursi roda, pria itu ingin segera memenjara Maria di tempat hangat dan nyaman karena jujur di luar angin siang Melbourne terasa lumayan dingin, dapat dipastikan sebentar lagi hujan.

Maria mengangguk kecil, membungkam mulutnya lantas otak diajak berputar. Tentang siapa Mario sebenarnya? Atau bagaimana pria ini sebenarnya? Maria mulai penasaran, haruskah ia bertanya?

Well, hanya membutuhkan waktu dua menit kini kursi roda Maria sudah berhenti tepat di depan pintu rumah.

Akhirnya ia keluar dari rumah sakit, walau dengan keadaan tangan dan kaki yang tak bisa digerakkan, Maria masih merasa bersyukur karena masih hidup.

Biar dia sendirian di neraka dunia ini, tapi tidak pernah sedikit pun dia berpikiran ingin mati. Jadi masih bernapas dan hidup adalah hal yang patut Maria syukuri.

Cklek.

Mario membuka pintu rumah.

"Oh my god!" gumam Maria terkejut batin untuk yang kedua kalinya. Dan Mario yang mendengar itu tersenyum kecil, kembali mengambil posisi ke belakang kursi roda Maria.

"Ini benar rumahmu? Tidak salah?" tanya Maria sungguh merasa semakin buta akan siapa suaminya.

"Rumah kita bukan rumahku," jawab Mario sudah berhasil membawa tubuhnya dan tubuh Maria berada di ruang tamu rumah satu lantai namun super fancy! Ini mewah, elegan, tidak terdeteksi rumah dari pria bertabungan lima sampai seratus juta. Maria yakin sih, Mario pasti kaya!

"Aku membangunnya setahun ini dari hasil kerja keras di perusahaan Mister Smith," ucap Mario sekarang ambil posisi di depan kursi roda Maria. Pria itu berjongkok, menatap cantiknya paras kaum hawa ini.

Entah kenapa bagaimana pun kondisi Maria Rosalinda, di mata Mario si wanita tetap cantik. Oke, Mario terdeteksi bucin alias budak cinta.

"Mister Smith? Siapa?" tanya Maria yang memang tidak mengenal Jefri, wanita ini hanya sekali bertemu Jefri di taman kampus saat Regina membujuknya kembali ke rumah sakit jiwa, namun ia tidak terlalu perhatian akan keberadaan Jefri maka dari itu ia tidak tahu.

"Bosku," jawab Mario singkat, tidak mau menjelaskan lebih lanjut, bisa runyam jika wanita ini tahu bosnya adalah sahabat Raymond.

"Ah ..., kau bekerja di perusahaan," gumam Maria angguk-angguk kepala, tidak terlalu tertarik juga akan siapa mister Smith yang Mario maksud.

"Mau melihat kamar kita?" Tiba-tiba Mario menawarkan ini.

"Kita?" Bingung Maria mengerutkan dahi.

"Tentu saja, kita."

"Kenapa kita?" tanya Maria lagi.

"Ya karena kita suami istri, mana ada suami istri pisah kamar."

Sialan, jawaban Mario yang terkesan santai langsung menampar Maria.

"A-"

"Tidak ada debat," potong Mario yakin seribu persen Maria akan menolak.

Tanpa diduga bibir Maria mengerucut, sebal. Kenapa bisa suaminya tahu saja dia mau mengajak debat, huh! Mario dukun ya?

"Terserah lah, aku juga tidak bisa apa-apa," ucap Maria membuang tatap dari Mario.

Hening, diam. Si pria tidak membalas kalimat Maria, lebih tepatnya belum mau membalas.

Hingga detik terus bergerak, Mario menangkap kedua tangan Maria.

Seiring detik yang tidak mungkin berhenti kecuali saat nanti kiamat, Mario membawa tubuh istrinya berdiri.

"Hei!" Maria triple terkejut. Ada seuatu dalam dirinya yang sangat ingin menggerakan tangan memeluk leher Mario, namun apalah daya itu tidak bisa dia lakukan, tangannya mati rasa.

"Ingat baik-baik," bisik Mario dengan satu tangan yaitu si kanan di pinggang Maria sedang yang satu yaitu si kiri mengarahkan kedua tangan Maria guna memeluk lehernya. "Aku tidak mau mendengarmu mengatakan kalimat tadi esok atau esok hari," lanjut masih berbisik.

Setelah kedua tangan Maria sudah berada di tempat yang pas maka kini saatnya kedua tangan Mario memeluk pinggang si wanita seerat yang ia mau. "Karena banyak yang bisa kamu lakukan, terutama untukku." Dahi Mario mendarat di atas dahi Maria.

Wanita itu diam, terhipnotis dengan cara Mario memperlakukannya. Demi dewa, Mario pasti tipe pria romantis namun kurang ekspresif. Maksudnya, pria ini romantis, budak cinta, tapi untuk berekspresi seperti kelakuannya tidak bisa. Simplenya Mario tidak sinkron.

"Terutama ini," lanjutan yang belum selesai.

Cup.

Bibir Mario pun langsung merengkuh lembut bibir kering nan dingin milik Maria.

Si gadis berdebar, deg-deg dari jantung Maria yang tanpa diperintah memompa aliran darah, lebih cepat, panas dan tidak diperintah. Mampus, apa pula ini? Jangan main-main.

Lumat atas, lumat bawah. Kecup, pagut lagi. Mario melakukan apa yang ia mau terhadap bibir Maria walau jelas wanita itu tidak membalasnya. Baru setelah itu bibir dipisah.

"Bahkan aku ingin melakukan lebih," bisik Mario tepat di daun telinga kanan milik Maria. Pria itu mengecup kecil yang ada di depan bibirnya.

Kedua mata Maria pun terpejam, bibir basah Mario sukses membuatnya merinding. Tapi jujur merinding yang ini bukan karena jijik atau geli, ini Maria tertantang.

Cup.

Apalagi itu?! Oh ya, bibir Mario pintar memilih persinggahan. Dari daun telinga menuju tulang pipi Maria.

"Dengar, Maria?" tanya Mario membutuhkan jawaban, sayangnya bibir Maria bergetar, tidak bisa diajak bergerak untuk sekedar menjawab kata iya.

"Suamimu bertanya, istriku."

Mario sialan! Kenapa mendadak sangat menggoda? Kenapa jadi seksi dan erotis?! Sungguh Maria ingin memaki dengan kalimat-kalimat memuja Mario Ali Paradytio? Tidak akan Maria berikan! Tidak akan pernah!

"Jawab." Mario memaksa, bibir pria itu sudah kembali berdiri kokoh di depan bibir Maria yang artinya wajah mereka kembali saling berhadapan.

Mata terpejam Maria terbuka dengan gerakan lembut, sambutannya si netra kelam milik suami sendiri.

"Ya." Bisa juga menjawab, bibir Maria masih bergetar.

Senyum kecil Mario pun terbit mendengar itu. "Jika aku mendengar kalimat yang sama, hukuman menunggumu, istriku." Selesai.

Cup.

Mario menutup peringatan dengan pagutan lembutnya.

.

.

To Be Continued

Terbit: -26/Mei-2k21

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ara~>125
aku harus komen ya??? 😒 kurang banyak saya sudah kecanduan 😂😂
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status