Share

Bagian 8 - Ikatan Batin Suami

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Cklek.

Mario membuka pintu kamar rawat Maria, dan mari rekomendasikan satu makian untuk Mario lontarkan detik ini juga.

Mario langsung mendapatkan sambutan air mata Maria Rosalinda. Iya, wanita itu menangis, tanpa isak.

Menarik napas, selain makian, rekomendasikan juga sebuah kalimat yang Maria sukai, siapa yang bisa melakukan itu? Untuk yang kedua Mario sangat berharap ada yang bisa memberikannya.

Melangkah, jarak terkikis dengan baik. Kedua netra Mario pun tak lepas dari wajah Maria yang memasang mimik datar, tak lupa sorot kosong.

Shit, shit, shit! Siram saja Mario dengan air got, dia tidak masalah asalkan Maria tidak ada di posisi ini.

"Hei ...," menyapa, nada yang biasanya datar dipelembut. Mario mendudukan diri ke sisi ranjang.

Tidak ada balasan dari Maria, diam adalah cara wanita itu menusuk Mario dengan gerakan perlahan, semakin diam maka semakin dalam tusukannya.

"Maria," memanggil.

"Sekarang." Bagus! Maria membuka mulut, memotong kalimat Mario yang baru akan dikeluarkan. Suara wanita itu terdengar datar, dingin. Baiklah, tidak masalah.

"Sekarang tanganku yang tidak bisa digerakkan, bisa kau jelaskan?"

Deg.

Kerja bagus Maria Rosalinda, begini caramu membunuh Mario. Pria itu pikir Maria tidak jadi membunuhnya dengan kebisuan, namun ternyata langsung membunuhnya dengan satu kalimat to the point, plus kabar duka.

"God!" Frustasi, dalam sekejap Mario menjambak rambutnya.

"Aku akan mati karena racun itu?"

"Diam!" bentak Mario tanpa segan, masa bodoh wanita ini kena mental, sebelum Maria terkena sakit mental, Mario sudah lebih dulu ada di posisi itu. Ada baiknya si pria menemui Raymond, sesegera mungkin.

"Kamu tidak akan mati dalam waktu cepat, aku akan mengemis pada Tuhan karena aku masih mau membuatmu menderita di dunia ini."

Ayo tepuk tangan, pilihan kata Mario sangat bagus. Siapa yang merekomendasikannya?

Pria itu berdiri dari duduk, menghunus Maria dengan tatapan setajam anak panah. Tapi, tidak mau munafik, bukan itu yang Maria temukan, yang ada Maria menangkap tatapan penuh khawatir dari Mario, suaminya.

"Aku akan memanggil dokter untuk memeriksamu lagi," ujar pria itu siap-siap beranjak.

"Mario." Namun Maria memanggil.

"Aku tidak akan stay jika yang kamu lontarkan adalah kalimat tolol," desis Mario sudah tidak menatap Maria.

Satu dua detik bergerak tapi Maria belum membuka suara. Dia benci pria ini, dia benci suaminya sendiri. Tapi, sekarang yang ia punya hanya Mario, rasa aman itu ada ketika melihat si pria di sekitarnya. Dalam kepala Maria, setidaknya ada seseorang di sampingku saat aku mati.

Oh no, coba lisankan itu Maria, dan kau akan tahu seberapa hebat Mario dalam adegan membentak.

"Tetap di sini, aku lebih butuh teman daripada dokter," bisik Maria begitu lirih.

Amazingnya Mario langsung berbalik, mendekati ranjang, setelahnya menaiki ranjang, si kaum adam membawa tubuh Maria ke dalam pelukan dengan posisi mereka yang sama-sama berbaring.

Perasaan keduanya, berantakan tanpa dipinta.

*****

Duduk, diam, melihat. Kira-kira apa sebutan yang pantas untuk kegiatan Mario saat ini?

'Tuan dan Nyonya bisa melewatinya.'

Tersenyum mencemooh mengingat kalimat penyemangat dokter, Mario merasa tidak membutuhkan kalimat itu, namun orang lain memang hanya bisa memberikan kalimat penenang.

Maria Rosalinda seratus persen, lumpuh. Puji syukur pita suara wanita itu tidak terganggu, demi Tuhan Mario sangat bersyukur akan kebaikanNya kali ini.

Menarik napas, entah sudah berapa kali Mario melakukannya, tapi tetap saja sesak di dada tak kunjung reda yang ada pengapnya semakin bertambah.

"Kau tidak ingin menceraikanku?"

"Tidur lagi."

Kedua mata Maria pelan-pelan terbuka, wanita itu sudah terbangun sejak Mario melepaskan dekapan, dan dia sadar suaminya tidak pergi, hanya mengambil jarak.

"Aku tidak akan berguna, sudahlah, hentikan obsesimu membuatku normal. Look, bukan hanya orientasi seksualku yang abnormal, namun juga tubuhku," mengoceh, nada suara yang Maria pakai sok santai.

"Aku membutuhkan istri yang tidak berguna," balas Mario.

Kontan Maria menoleh, menatap suaminya dengan tatapan -are you kidding me?

"Aku akan sangat puas menyentuhmu, istriku," bisik Mario berdiri dari duduk. Cukup mengambil jarak, ia akan mengambil oksigennya yang di mana Maria adalah sumber oksigen itu.

"Kau masih bergairah dengan wanita lumpuh? Sinting," cemooh Maria sama sekali tidak percaya akan kalimat Mario, paling-paling kalimat penghibur untuknya.

"Kenapa tidak? Istriku tetap seksi," bisik Mario entah sejak kapan sudah berdiri di sisi ranjang Maria.

"Hentikan dialog kotor ini, aku ingin pulang," mengalihkan saat ia mulai percaya akan keseriusan Mario.

Cup.

Nahkan! Si pria serius! Aksi barusan adalah bukti, Mario mengecup bibir Maria.

"Besok kita pulang, tapi banyak yang akan kita lalui bersama." Masih dengan nada berbisik, Mario benar-benar melakukan apa yang ia mau, mengambil oksigen dari Maria. Sumber udaranya sangat dekat, jelas saja, puncak hidung Mario berdiri tegak di depan bibir Maria.

"Aku, bukan kita," ucap si istri memperbaiki.

"Dalam keadaan sehat dan sakit, susah dan senang. Janjiku pada Tuhan bukan lelucon, Maria. Apa yang kamu lewati, harus ada aku di sampingmu."

Andai saja mereka berdua normal, maksudnya andai saja Maria normal, kalimat Mario pasti sukses membuatnya terpesona, jatuh hati atau setidaknya tersentuh walau sedikit. Sayang, semua tahu Maria bagaimana, wanita itu memutar bola mata malas.

"Kau seperti menggombal namun nada bicaramu tidak ke arah sana, lain kali lebih lembut lah agar aku jatuh hati," sambut Maria jujur apa adanya. Mario juga ia anggap abnormal, bisa-bisanya melisankan kalimat manis dengan nada datar, siapa juga yang bisa jatuh hati?

Mario tertawa pelan, menangkup pipi kanan dan kiri milik Maria, ia pertemukan dahi mereka, lantas mata terpejam.

"Maria." Pertama memanggil.

"Jangan lebay, menyingkir! Aku lumpuh bukan berarti tidak bisa memakimu."

"Maria," memanggil lagi.

"Ck, apa?!" kesal.

Kedua mata terpejam Mario terbuka, membawa temu sepasang netranya dengan sepasang netra Maria.

"Jangan sembunyikan luka itu dari suamimu."

Deg.

"Berbagi denganku."

Deg, deg.

"Aku tidak main-main, Maria. Detik pertama aku menatapmu di depan pintu kosmu, di sana aku ingin menjagamu."

Deg, deg, deg.

Jantung Maria berdebar, cepat. Dari mana pria ini tahu bahwa dia sedang menyembunyikan luka juga ketakutan?

"Sekarang Tuhan mengambulkan itu, bantu aku menjalankannya dengan baik. Katakan, jangan ada yang kamu sembunyikan, bahkan satu luka pun." Selesai. Mario kembali menempelkan bibirnya ke atas bibir Maria yang masih terkejut-kejut, inikah ikatan batin seorang suami kepada istri?

Jujur, Maria takut! Ini sungguh menyeramkan, sangat! Jangan bilang dihari esok dia tidak bisa menyembunyikan apapun dari Mario, suaminya ....

.

.

To Be Continued

Terbit: -25/Mei-2k21

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ara~>125
dan..... aku masih mantengin ini kpan si Maria bisa cinta gimana? bagaimana? dg cara apa? dan mengapa? ea... ea.. ea.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status