Share

Bagian 10 - Jalani dan Nikmati

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Setelah adegan gila yang mendebarkan dari Mario kini Maria dibaringkan ke atas ranjang oleh pria itu sendiri.

"Mau ke mana?" tanya Maria saat Mario ingin beranjak keluar dari kamar.

"Mengambil barang yang masih berada di mobil," jawab si pria.

Ah ..., kepala Maria mengangguk paham. Melihat itu Mario ikut mengangguk, melanjutkan langkahnya menuju pintu kamar.

Hanya dalam waktu kurang dari sepuluh detik Maria sudah tertinggal sendiri, benar-benar sendiri.

Hening.

Maria menatap langit-langit kamar, gendang telinganya mendengar deru napas diri sendiri. Satu pertanyaan pun singgah, bagaimana jika Mario benar-benar pergi dan ia seperti ini? Sendirian ....

Jantung Maria langsung berdebar, yang ini debaran takut. Dia sangat takut. Hingga tanpa sadar air matanya menetes.

Kesendirian, sedari dulu hal itu sangat Maria takutkan. Bukan tanpa alasan, tapi Maria tidak akan membeberkan alasannya. Dia terlalu malas dan selalu malas membuka lembar lama.

Menarik napas, Maria yakin Mario akan menemukan air mata sialan di sudut matanya, tidak mungkin pria itu kembali lalu tiba-tiba air mata mengering. Mau menghapus agar tidak ketahuan tapi tahu sendiri kondisi Maria.

Pernah tidak ada yang berpikir, wah ..., kelumpuhan ini cara Tuhan menahan Maria di samping Mario, atau kelumpuhan ini cara jitu agar Maria tidak menyembunyikan apapun dari Mario, termasuk air matanya.

Maria pernah berpikir seperti itu, bahwa dia tertimpa karma berbau azab karena dulu sudah menjadi penjahat di kisah Raymond dan Regina.

Masa bodoh dengan itu, Maria memejamkan mata, ia kerahkah seluruh tenagannya agar bisa merasakan tangan bisa digerakan.

"Ayolah ...," gumam Maria terus berusaha, bersama air mata yang kian menganak sungai. Ah ..., habislah Maria di tangan suaminya, air mata dan segala penyebabnya adalah salah satu yang tidak Mario sukai, kecuali air mata bahagia.

"Ayolah, Maria ...." Masih terus bergumam, Maria tidak akan berhenti berusaha, ia harus bisa jika tidak ingin ketergantungan dengan Mario, dia harus, sangat harus berusaha.

"Aku tinggal sebentar ini ulahmu, istriku?"

Maria membuka kedua matanya yang terpejam, sudah mendapati Mario berdiri di sisi ranjangnya, membungkuk dengan satu tangan menghapus air mata Maria.

Sejak kapan pria ini kembali? Di mana suara langkah kakinya disembunyikan? Kenapa Maria tidak mendengar? Well, jawabannya bukan suara langkah kaki Mario yang bersembunyi, namun Maria lah yang terlalu sibuk dengan isi kepalanya.

"Kenapa?" bertanya dengan nada dan mimik datar, tapi Maria menemukan yang lain, tatapan lembut Mario. Sialan, kenapa Maria merasa selalu terhipnotis dengan tatapan Mario? Pria ini lebih jujur di mata daripada di mulut.

Menggeleng kecil, Maria membuang tatap.

"Hah ...." Mario menghela napas melihat itu. Jujur saja ia ingin membelah kepala Maria, melihat apa isinya, bolehkah? Bisakah? Hentikan, Mario sudah gila jika berharap itu bisa ia lakukan. "Aku ada meeting sepuluh menit lagi, kamu istirahat dulu." Info Mario menyematkan satu kecupan di atas dahi Maria.

Akan bagaimana kisah ini? Akan dibawa ke mana kisah ini? Jangankan orang lain, Mario dan Maria pun tidak tahu. Jalani saja, nikmati. Benarkan?

Cup.

Sekali lagi Mario mengecup dahi Maria, si wanita masih memejamkan mata. Sekarang mau tak mau Mario harus kembali beranjak, dia butuh memeras otak untuk mengais dollar, ia akan memenuhi kebutuhan Maria, baik itu secara batin maupun materi. Ia tidak akan membuat Maria merasakan satu hal, yaitu kekurangan.

*****

Sudah sekitar satu jam Mario berkutat dengan laptop, pria itu duduk di atas ranjang, tepat di samping Maria yang masih terlelap, tadinya. Sekarang sih wanita itu telah sadar, membuka mata dan, menatap Mario.

Si pria sangat fokus, tidak mungkin Maria mengganggu, tapi demi apapun Maria ingin, dia ingin ..., buang air kecil.

Oh Tuhan bagaimana ini? Kemarin-kemarin saat di rumah sakit ada perawat yang membantunya, namun detik ini hanya ada Mario, suaminya.

Argh, meminta bantuan Mario untuk membawanya ke kamar mandi, membuka dalamannya dan semua tutorial buang air kecil adalah hal terakhir di otak Maria. Sekali lagi, ini adalah karma berbau azab, jadi tidak mungkin tidak menyiksa Maria.

"Mario." Sudi tidak sudi, mau tidak mau, Maria memanggil nama suaminya dengan nada lirih, mencicit.

Tentu pria itu tidak dengar, masih fokus mengetik sesuatu yang entah apa.

"Mario ...." Panggilan kedua, sialnya tetap tidak dengar.

"Mario!" kesal lah Maria.

"Kenapa?" Bagusnya kekesalan Maria berbuah positif, suaminya terpanggil, langsung menoleh dan menatapnya.

"A-aku ...," gagap, ya Tuhan adakah pilihan lain? Maria sungguh tidak bisa membayangkan apa yang akan ia lewati jika meminta bantuan Mario.

"Kenapa? Katakan." Suaminya pun peka, keluar sudah nada tegas memerintah.

"Itu ..., a-aku ..., ingin pipis." Kutuk saja Maria, kutuk dia menjadi batu! Sungguh ini sangat memalukan!Tanpa diduga wajahnya terasa memanas, sudah pasti juga memerah.

Satu ..., dua ..., tiga dan, lima.

Hap.

Tubuh Maria langsung melayang, terbang dari atas ranjang. Tentu ia terkejut, namun ternyata oh ternyata Mario yang melakukan itu, si pria sudah menggendongnya, membawa menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka.

Tidak ada dialog, keduanya tutup mulut. Maria sungguh merasa malu, ia ingin tahu apa yang tertera di dalam kepala Mario saat ini, pasti berpikir ia menyusahkan.

"Besok-besok jangan malu lagi," ujar Mario.

Mereka sudah berada berada di dalam kamar mandi, tubuh Maria pun sudah didudukan di atas closet.

"Jangan lihat!" teriak Maria membulatkan mata selebar mungkin detik Mario ingin menurunkan underwearnya.

"Kenapa? Bagaimana cara aku melaku-"

"Lakukan dengan mata terpejam!" Langsung memotong sadis, Maria tidak tahu lagi sudah seberapa merah wajahnya, yang pasti ia merasa terbakar. Ya salam, nasib sekali.

"Aku suamimu, Maria. Tidak masalah, cepat atau lambat aku pasti akan melihat seluruh bagian tubuhmu." Santai.

"Tidak bisa! Jangan lihat, jika kau melihatnya aku kutuk kau!"

Terkekehlah Mario.

Cup.

Ia tidak tahan untuk tidak mengecup bibir Maria. "Kamu menggemaskan," bisiknya tepat di depan bibir Maria. "Wajahmu memerah, istriku," lanjut dengan jeda.

"Hentikan! Aku mau pipis!" Maria malu tujuh turunan, bahkan untuk membalas tatapan Mario pun ia tidak sanggup.

"Cantik, berkali lipat lebih cantik." Sayang Mario tidak ambil peduli, ia lanjutkan bisikan kalimatnya. Mata suami Maria tidak lepas terus menatap wajah si istri, menatap dengan jenis tatapan yang menambah kadar malu Maria.

Hingga tanpa Maria sadari underwearnya sudah turun setengah paha.

"Lakukan, aku tidak mau kamu menahannya," bisik Mario melingkarkan kedua tangan di pinggang Maria. Demi neptunus!

"Aku mau suster," bisik Maria melirik Mario kecil sambil mengeluarkan apa yang sedari tadi ia tahan.

"As your wish, my wife."

.

.

To Be Continued

Terbit: -27/Mei-2k21

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status