Irimie menepuk pundak kakaknya pelan, membuat pria bersurai merah itu sadar dari lamunannya. Aciel menggelengkan kepalanya pelan, kemudian mengusap-ngusap kasar surai merahnya tersebut. “Ini bukan saatnya aku memikirkan sesuatu yang aneh, aku harus membantu mereka dengan kejeniusanku!”
Irimie tertawa kecil, kemudian menggandeng kakaknya itu. “Kau pasti ingin pulang ke rumah bukan? Bolehkah aku ikut pulang ke rumah? Mungkin aku bisa membantumu nanti.”
Aciel menggelengkan kepalanya, kemudian melepaskan pegangan tangan adiknya dari tangannya. “Kau harus beristirahat!”
“Aku sudah terlalu banyak beristirahat! Kakak ayolah … aku ingin sekali membantumu, kali ini … saja kumohon,” ujar perempuan bersurai merah itu dengan wajahnya yang memelas sambil memeluk tangan kakaknya.
Pria bersurai merah itu menghela napasnya pelan, kemudian menganggukkan kepalanya kecil. “Baiklah, ayo kita pulang ke rumah.” Irimie berteriak senang, kemudian memeluk kakak satu-satunya. Aciel melepaskan pelukan adiknya, membuat adiknya tidak suka. “Kenapa sih kakak tidak mau dipeluk oleh ku? Takut Kak Aredel marah?” Irimie mengerucutkan bibirnya maju.
“Bukan hanya saja, malu dilihat oleh Tuan Putri. Lagi pula Aredel bukan orang yang mudah cemburu,” ujar Aciel.
“Benarkah? Kalau begitu aku akan memelukmu terus di depannya,” ujar Irimie senang dengan nada jahil.
“Ah jangan! Aku bisa mati karena panas kupingku mendengar ledekan dari kakek tua berambut putih itu,” ujar Aciel kesal.
“Rayzeul? Tapi sepertinya dia orang baik, dan wajahnya juga tampan.” Irimie memuji Rayzeul, membuat Aciel menengokkan wajahnya pada adik semata wayangnya tersebut.
“Tampan?! Tidak! Aku lebih tampan!” ucap Aciel kesal.
“Kalian jadi pulang ke rumah tidak?” tanya Tuan PutriAurora.
“Jadi Putri! Ini aku ingin berjalan mencari mini jetku!” ucap Aciel dengan nada kesalnya, akibat mendengar pujian Adiknya untuk Rayzeul. Dia meninggalkan adiknya di belakang, berdua dengan putri berambut kuning itu.
“Tunggu aku kakak!” teriaknya kemudian berlari menyusul kakaknya.
Sedangkan Tuan Putri melihat hal tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak percaya melihat kelakuan kakak beradik yang aneh itu.
“Kakak apa kau tahu di mana kapsul terbangmu?” tanya Irimie seraya mengedarkan pandangannya ke parkiran rumah sakit.
“Aku tidak ingat! Aku memarkirkannya terakhir kali di istana kerajaan,” ujar Aciel panik.
Irimie memukul lengan kakaknya yang bersurai merah tersebut dengan kencang. “Kau ini bagaimana sih katanya jenius.”
“Aduh sakit! Kenapa kau memukulku? Itukan kesalahan mereka kenapa menangkap ku ketika aku belum memarkirkan mini jetku dengan benar?” Aciel mengerucutkan bibirnya sebal, seraya mengelus pelan tangannya yang dipukul oleh Irimie.
“Mini jet?” tanya adik Aciel bingung. Sedangkan Aciel hanya tertawa-tawa tidak jelas, menatap adiknya dengan tatapan aneh. “Kakak membuat kendaraan terbang baru, namanya mini jet. Lebih besar dari kapsul terbang. Ya … meskipun kakak membuatnya bersama dengan Rayzeul, tetap saja itu benda ciptaanku.”
“Rayzeul membuat mini jet?! Wah … sudah tampan dia pun pintar.” Irimie memuji Rayzeul lagi membuat Aciel kesal.
“Kenapa sih dia malah memuji si Kakek tua terus?” batin Aciel kesal dengan bibirnya yang mengerucut.
“Hey kalian! Barangkali ingin memakai kapsul mini milikku?” tanya seseorang dari belakang.
“Tuan Putri?!”
Sedangkan di sisi lain, Aredel, Rayzeul, Felix, serta Tuan Owen sedang berada di ibukota. Mereka ingin masuk ke dalam istana kerajaan, untuk mengambil kapsul mini Tuan Owen. Karena menggendong Tuan Owen ke Hutan Borneove akan menghabiskan banyak energi sihir, dan Tuan Owen tidak bisa ditinggal begitu saja karena masih ada beberapa robot penjaga yang menjaga istana kerajaan.
“Raja ikut berperang?” bisik Tuan Owen ketika melihat istana kerajaan dari balik toko.
“Sepertinya begitu, tapi ada empat robot penjaga di sana yang menjaga kapsul mini Tuan Owen,” jawab Aredel.
“Tuan Owen tunggu di sini, biar aku yang akan mengelabui mereka … lalu ketika aku sudah selesai, Rayzeul silahkan antar Tuan Owen untuk mengambil kapsul mininya.” Aredel merubah telinga manusianya menjadi elf.
“Oke baiklah kalau su---“
Sebelum Rayzeul menyelesaikan kata-katanya, burung berbulu merah dan jingga yang selama ini mengikuti mereka terbang keluar dari sela-sela toko tersebut. Dia menghampiri empat sekaligus robot penjaga, dengan mulutnya yang terbuka siap menyemburkan api bersar pada benda besi bergerak itu.
“Felix,” lirih Aredel seraya memperhatikan burung berbulu indah itu, yang diterpa sinar mentahi pagi, yang kini mulai terbit dari arah timur.
Felix menyemburkan bola-bola api besar, tetapi dengan sigap para robot penjaga itu menodongkan kedua telapak tangannya ke depan, keluarlah air yan sangat deras sehingga dapat memadamkan bola-bola api tersebut.
“Kalian harus membantunya,” ujar pria paruh baya itu sedikit panik. Rayzeul menggelengkan kepalanya, kemudian tersenyum kecil. “Dia itu burung kuat, aku yakin dia bisa mengatasi para kroco-kroco itu sendirian.”
Aredel sibuk memperhatikan pertarungan tersebut. Seperti seorang ibu yang memperhatikan anaknya. Mata perempuan bersurai putih itu jeli, melihat pertarungan tersebut, sehingga ketika nanti Felix membutuhkan bantuan dia langsung pergi membantu burung raksasa tersebut.
Felix terbang menghindari serangan-serangan halilintar kecil yang dilontarkan oleh robot penjaga tersebut. Ketika para robot itu selesai menyerang, Felix dengan sigap meluncurkan serangan apinya membuat robot tersebut terbakar oleh api.
“Ayo kita segera masuk ke kapsul mini Tuan Owen,” seru Aredel. Rayzeul menganggukkan kepalanya, kemudian merangkul tangan pria paruh baya itu ke pundaknya. Aredel juga ikut merangkulkan tangan Tuan Owen ke pundak, kemudian mereka berdua kompak berlari cepat menuju kapsul terbang.
Tuan Owen jatuh ke tanah, setelah mereka bertiga telah sampai di depan kapsul terbang mini. Kepalanya pusing, karena diajak lari cepat oleh kedua elf yang merangkulkan tubuhnya tadi. Maklum saja, karena pasti pria yang sudah berumur itu pasti susah menyesuaikan tubuhnya.
“Tuan Owen, kau tidak apa-apa?” tanya Aredel khawatir. Tuan Owen menganggukkan kepalanya pelan, kemudian membuka pintu kapsul mini terbang tersebut.
Ctarr Ctarr
Suara halilintar terdengar sangat keras di langit. Aredel mendongakkan kepalanya ke atas melihat Felix yang bertubi-tubi mendapatkan serangan dari para robot penjaga. “Kalian berdua naik kapsul mini, aku dan Felix terbang saja!” Aredel terbang ke langit menyusul Felix, dengan lingkaran sihir biru yang telah dia buat.
Ctarr
Lingkaran sihir biru tersebut terkena serangan halilintar robot penjaga.
“Felix kau tidak apa-apa?” tanya Aredel seraya menengokkan kepalanya ke belakang melihat ke adaan burung tersebut.
Felix membuka lebar paruhnya lagi, kemudian menyemburkan api besar pada robot penjaga tersebut. Aredel melirik kapsul mini Tuan Owen yang mulai terbang, menuju Hutan Borneove. “Felix tinggalkan saja para robot ini! Ayo kita ke Hutan Borneove sekarang!” Aredel terbang cepat mengikuti kapsul terbang mini tersebut, disusul dengan Felix di belakangnya.
Splassh Splassh
Serang Aredel menggunakan tombak-tombak esnya, menyerang para robot penjaga. Para robot tersebut menghindar, kemudian balik menyerang Aredel dan Felix yang kabur. Perempuan bersurai putih itu sigap, membuat lingkaran sihir sehingga tidak mengenai mereka berdua.
“Felix teruslah maju, aku akan menahan mereka!” teriak Aredel sambil terbang mundur, menyerang keempat robot penjaga tersebut dengan tombak-tombak esnya.
Robot-robot penjaga tersebut mengejar mereka berdua, bahkan hingga keluar dari gerbang ibukota. Aredel menggelengkan kepalanya, seraya terus menyerang robot-robot tersebut menggunakan tombak-tombak esnya.
Ctarr Ctarr
Suara gemuruh yang mereka ciptakan, membuat warga sekitar membuka jendela rumahnya, dan melihat keluar apa yang sedang terjadi. Aredel sontak menghentikkan serangannya, berganti dengan mengeluarkan lingkaran sihir pelindung agar para manusia yang melihat tidak salah paham. Agar mereka tidak mengira kalau elf itu adalah makhluk jahat.
“Aku juga harus melidungi manusia-manusia itu. Aku tidak mau membuat mereka terlalu panik,” batin Aredel cemas.
Beberapa pasang mata takjub melihat perempuan kecil terbang beriringan dengan burung raksasa, sehingga mereka merekam tersebut dengan inbletnya lalu menyebarkannya ke media sosial. Aredel berdecih pelan, ketika melihat robot penjaga itu sangat gigih menyerang mereka tampa ampun.
“Sebentar lagi sampai di Kota Boneist,” gumam Aredel sambil memperkuat lingkaran sihirnya.
Ctarr Ctarr
Mereka pun akhirnya memasuki kawasan Kota Boneist. Para robot penjaga tersebut menghentikkan serangannya, kemudian berlari pulang ke ibukota. Aredel menghela napasnya lega, kemudian menapakkan kakinya di atas kapsul terbang mini di depannya. “Akhirnya mereka menyerah … yang aku harus lakukan sekarang adalah, mempersiapkan diri untuk perang.”
Dari kejauhan, sudah terlihat banyaknya halilintar, api, air, bahkan tornado kecil yang muncul dari hutan tersebut, membuat Aredel khawatir apakah orang-orang atau para elf yang berada di sana baik-baik saja atau tidak. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di Hutan Borneove. Aredel membulatkan matanya, terkejut melihat banyaknya elf yang terluka, dan juga manusia, serta robot-robot raksasa sebesar sepuluh meter.
“Aku harus segera membantu mereka!” seru Aredel kemudian terbang cepat menuju medan perang.
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg