AKU TAK IRI, MAS!!!
*****"kamu iri Dek? Masa' gitu aja iri. Kayak anak kecil tau gak!""Lagian, itu mah salah mu sendiri, pelit sama keluarga ku. Jadi, jangan salahkan Ibu dan Kaila jika mereka tak menganggapmu, dan tak memberi mu baju kembaran sekeluarga buat acara pernikahan Kaila nanti." Cebik Mas Danu sambil berlalu meninggalkan ku yang tengah sibuk didapur.Bagaimana pun perasaan ku sebagai wanita, merasa sakit. Saat diriku seperti tak dianggap oleh keluarga Mas Danu yang selalu aku hormati. Semua ini terjadi setelah beberapa bualn yang lalu, kami mengadakan acara kumpul keluarga.Sebulan lagi, akan diadakan acara pernikahan Kaila, adik bungsu Mas Danu yang akan diselenggarakan dihotel Kencana. Kebetulan pula, sebelum mempersiapkan semuanya, kami semua sengaja dikumpulkan oleh Ibu mertua dirumahnya Ternyata, perkumpulan kali ini membahas soal biaya pernikahan Kaila."Kalian tau kan, sebentar lagi adik bungsu kalian mau menikah? Ibu ingin pernikahan Kaila kali ini harus dirayakan dengan mewah. Karena ini pernikahan terakhir dikeluarga kita. Tapi, kalian juga tau kan, jika Ibu hanya seorang janda dan pengangguran. Mana mungkin Ibu sanggup menyelenggarakan pesta mewah ini tanpa bantuan kalian..!" Ucapan Ibu seketika menggantung.Tapi aku paham kemana jalan pikiran beliau. Aku masih diam, berusaha mendengar ucapan Ibu mertua yang sempat terputus tersebut."Hmmm, Ibu harap kalian berdua sebagai kakak kandung Kaila sudi untuk membantu biaya pernikahan adik kandung mu ini." Lanjut beliau."Kira-kira butuh biaya berapa Bu?" Tanya Deni, adik kedua Mas Danu."Mungkin hampir enam puluh jutaaa . Ibu hanya bisa bantu sepuluh juta saja, jadi tolong sisanya kalian carikan ya!" Mata Ibu berbicara seakan memohon pengertian kedua buah hatinya tersebut.Aku dan Santi, istri Deni hanya terdiam."Gimana, kalian bisa gak?" Tanya beliau lagi untuk memastikan."Maaf Bu, bukanya tak setuju. Tapi kenapa gak diadakan acara sederhana saja dirumah? Biar gak ngehabisin biaya terlalu banyak. Toh yang penting pernikahan mereka sah, dan tetap mengadakan acara resepsian." Ucap ku penuh kehati-hatian.Tapi sayang, Mas Danu langsung menatapku sinis, nampak sekali dia tak suka dengan pertanyaan ku. Begitupula denga Ibu yang bersikap sama seperti Mas Danu."Halah Mbak, lagian juga cuman uang dua puluh lima juta aja gak mau bantu!" Kini, Santi pun ikut menimpali. Sehinggabuat diriku makin terpojok."Iya, kamu perhitungan banget sih Lit, jadi orang. Ingat, Kaila itu juga adik kamu lo!" Ucap Ibu sinis."Sudah Bu, sudah. Kami bersedia kok membantu Ibu." Ucap Deni menengahi kami. Mas Danu pun ikut menganggukkan kepala Bukanya aku tak mau membantu. Tapi jika ingin membantu uang sebegitu besarnya juga dari mana? Secara uang yang diberikan Mas Danu setiap bulanya saja pas-pasan. Beruntungnya aku memiliki penghasilan tambahan dari berjualan hijab online. Walau hasilnya tak seberapa, tapi setidaknya cukup untuk menambah kebutuhan kami selama sebulan.Setelah kejadian itu, sifat Ibu mertua nampak sangat berbeda dengan ku. Bahkan saat kami pamit pulang, Ibu seolah enggan untuk ku salimi. Bahkan, saat perjalanan pulang kerumah pun, Mas Danu hanya diam saja.****"Kamu sih Dek, ngomong nya ngawur. Tuh, Ibu jadi marah kan? Lagian, diem aja bisa kan, gak usah banyak omong" Omel Mas Danu saat kami telah sampai dirumahPerasaan aku hanya bertanya sekali, tapi Mas Danu bilang aku banyak omong. Merasa tak terima dengan tuduhan nya, aku pun membela diri."Bukanya gitu Mas, lagian kenapa harus memaksa kehendak sih. Kalau gak ada dana juga gak usah dimewah-mewahin. Lagian kan Kaila juga udah kerja Mas, masa' iya dia sama sekali gak ada simpanan. Malah membebankan semuanya sama kakaknya?" Tanya ku"Harusnya kamu tuh mikir, Kaila pekerja kantoran, teman-temanya juga orang berkelas semua. Pantas dong, jika uang gaji Kaila habis untuk gaya hidupnya biar gak kalah sama temen-temen nya itu!" Lagi, Mas Danu tak pernah mau kalah omong dengan ku. Dan aku hanya menggelengkn kepala mendengar ucapan nya."Dan satu lagi, kamu tau kan jika suami Kaila itu orang kaya? Makanya, gak mungkin juga dong Ibu hanya buat pesta pernikahan sederhana dirumah? Yang ada kita malu sama keluarga calon suami Kaila nantinya!"Aku hanya menghela napas kasar. Percuma juga aku meladeni Mas Danu. Akhirnya, aku pun memilih untuk masuk kedalam kamar. Melepas hijab dan berganti pakaian, mengenakan daster sehari-hari.Tak lama kemudian, Mas Danu menyusulku masuk kedalam kamar. Dan duduk dipinggir kasur."Dek? Berapa jumlah uang tabungan kita?" Tanya nya tanpa basa basi.Aku yang sedang sibuk menyisir rambut, seketika berhenti dan menoleh kearah nya."Buat apa?" Tanya ku balik, lalu kembali membuang muka menghadap cermin."Ya buat Ibu lah. Kan kita uda janji mau bantu biaya nikahan Kaila."Aku pun menoleh lagi kearah nya. Bisa-bisanya dia menanyakan jumlah tabungan yang dia beri dari nafkah cukup minim itu."Kita? Mungkin cuman kamu aja Mas yang janji, aku mah enggak. Lagian, kita gak punya tabungan lah Mas!" Jawab ku malas."Kok bisa? Kemana saja uang pemberian ku selama ini Lit?" Ucap nya dengan meninggikan intonasi."Kemana? Apa kamu gak mikir Mas? Sebulan aku cuman kamu jatah satu setengah juta untuk hidup bertiga, dengan segala keperluan yang serba mahal. Belum juga bayar uang sekolah Arina, kamu kira itu cukup? Enggak Mas. Yang ada aku selalu pusing mikirin tambahan uang agar kita bisa hidup selama sebulan!" Ucapku tak kalah bengis."Tapi kamu kan jualan online? Dan pastinya kamu punya penghasilan sendiri? Harusnya kamu mikir buat nabung dong! Jadi wanita tuh jangan boros-boros." Ucapnya lagi yang malah membuat telinga ku panas."Gaji kamu selama ini kan kamu pegang sendiri Mas? Malah lebih banyak kau pegang sendiri ketimbang kau berikan pada aku, istrimu. Harusnya kamu yang lebih banyak memiliki tabungan, bukan aku. Kalau kamu tanya tabungan aku, tuh dikotak dalam lemari ada uang Dua ratus ribu. Ambil saja, kasih pada Ibu, aku tak papa." Tukas ku.Mas Danu terkihat sedikit meradang akrena merasa terhina dengan sikapku yang menyuruhnya untuk memberikan uang dua ratus ribu itu."Terus aku dapat uang dari mana untuk bantu Ibu Lit? Mmm, gimana kalau kita jual emas-emasan kamu dulu. Nanti, kalau aku uda ada uang, kuganti " ucapnya enteng."Maaf Mas, aku gak mau. Emas-emasan ini aku beli sewaktu aku masih gadis. Jadi, kamu tak ada hak untuk mengambil apa yang kupunya sebelum bersamamu. Beda lagi kalau ini hasil pembelian mu, mungkin aku bakal memberikan nya kembali.""Tapi Lit, aku uang dari mana? Aku mohon, bantu aku sekali ini saja. Aku janji bakal mengembalikan nya. Kamu juga tau kan, kita tadi uda janji mau bantu? Masa' kita mau ingkar janji. Dosa Lit!" Ucapnya kembali dengan memelas."Aku gak pernah berjanji sama Ibu Mas, kamu sendiri yang berjanji dan menyanggupinya. Jadi, terserah kamu mau cari uang itu dimana."Kulangkahkan kaki ke ruang tengah meninggalkan Mas Danu yang duduk terpekur dipinggir kasur. Lagian, kenapa juga aku yang harus bingung mencari biaya pernikahan adiknya. Toh jika pun membantu, harusnya menimbang dulu bagaimana kemampuan kami dan yang punya hajatan. Bukan malah mementingkan gengsi, jadinya bingung sendiri.Seusai sholat maghrib, seperti biasanya Mas Danu langsung menemani Arina belajar. Melihat sifatnya yang kini semakin sayang pada keluarga,buat hatiku sedikit tersentuh.Sedangkan aku, memilih untuk menyelesaikan baju pesanan Sofia. Takut tak keburu nantinya dan mengecewakan dia yang sudah terlanjue berharao padaku Hmmmmng!!!Suara deru mesin mobil terdengar didepan rumah. Kami berdua pun saling pandang. Dan dengan sigap, Mas Danu melangkahkan kaki kedepan, untuk melihat siapa yang datang.Aku pun masih meneruskan kegiatan ku memotongi kain sesuai ukuran. Dan Arina, masih sibuk belajar berhitung."Huhuhu, Ibu bingung Dan... Ibu harus bagaimana?" Terdengar suara Ibu yang sedang memangis tersedu diruang tamu.Karena rasa penasaran yang membuncah, aku pun memberanikan diri untuk mendekat kearah mereka.Kulihat Ibu duduk dikursi disamping Deni yang mengantarkan kemari dengan deraian air mata dan muka yang sembab. Aku sampai tak tega melihatnya. Ku beranikan diri mendekat kearah beliau, da
Setelah mendapat teguran dari Bapak, aku merasa jika sikap Mas Danu pada kami berubah. Entah itu hanya sementara, atau memang tulus dari dalam hatinya.Takutnya, sifatnya itu hanya sementara. Persis saat dulu dia melakukan kesalahan. Setelah ku tegur, dia berubah menjadi suami yang baik. Akan tetapi, kemudian dia lakukan lagi.Kalau diingat-ingat, hal itu sangat menyebalkan. Tapi aku tau, jika selalu mendiamkan Mas Danu, dan menolak ajakan nya untuk memadu kasih, yang ada aku malah menumpuk dosa."Aaaah, bingung!" Gumamku seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangan ku.Drrt... Drrt... Drrrt...Kulirik hp yang bergetar saat panggilan masuk dari Sofia ku terima. Dan gegas, aku langsung mengangkat nya "Hallo, Assalamualaikum Mbak Lita!" Sapanya"Eh iya, Waalaikumsalam Fi! Gimana?" Tanya ku balik."Iya aku mau otw sana Mbak.""Oh iya. Bawa mobil sendiri?" Tanya ku balik"Iya Mbak. Mas Rian sibuk soalnya." Jelasnya"Oke, hati-hati ya Sof."Panggilan pun berakhir. Sedangkan aku mulai
Kaila masih diam, dan tak kunjung menjawab pertanyaan ku. "Kai, gimana? Bisa gak?" Tanya ku memastikan.Entahlah, aku sudah membuang jauh-jauh pikiran buruk dan rasa maluku pada adik kandung ku sendiri. Toh aku juga hanya meminjam, bukan memintanya kembali.Aku ingin, hubungan rumah tanggaku kembali harmonis seperti dulu meskipun aku tau, hubungan Ibu dan Lita bakal semakin memburuk. Tapi aku sangat menyayangi keluarga kecilku. Jangan sampai, ada sesuatu hal yang membuat kami berpisah nantinya."Aku belum bisa kasih jawaban sekarang Mas!" Ucap Kaila yang langsung pergi dari hadapan ku. Begitupula Ibu yang juga ikut masuk kedalam kamarnya meninggalkan aku sendirian disini. Ku rebahkan tubuh diatas sofa empuk, dengan sedikit memberikan pijatan ringan dikepala yang kini mulai sedikit terasa pening.Hingga tak lama kemudian, aku pun memutuskan untuk pulang kerumah tanpa berpamitan pada Ibu yang sudah terlanjur berada didalam kamar.Ku pacu mobil dengan kecepatan sedang. Dan baru sampai
"Hmmm, kamu tau kenapa Bapak panggil kesini?" Tanya Bapak memulai percakapan saat kami sudah duduk disofa sedangakan Arin, seperti biasa main kerumah Vika.Aku hanya menggeleng lemah tanpa berani memandang wajah mereka."Kamu tau Dan, kami semua kecewa dengan sikap kamu. Sebagai seorang lelaki, kamu sudah menyia-nyiakan anak Bapak, terutama dikeluarga mu yang terlalu dholim pada putriku. Dan kamu sudah sangat berani mengambil hak yang memang bukan hak mu.Kenapa kamu lakukan semua ini? Apa kamu gak tau, kewajiban suami itu seperti apa? Lagian, apa salah Lita sampai keluargamu memperlakukan nya seperti ini?Dari awal menikah, kamu sudah memperlakukan putri dengan tak baik, rasanya Bapak ingin mengambil kembali Lita dari tangan mu. Tapi Bapak sadar, masih ada Arin yang mmebutuhkan kalian. Tapi, Bapak sakit hati melihat kelakuan keluargamu!"Aku hanya bisa tertunduk dan mengucap kata maaf."Maaf Pak, maafkan saya. Semua ini memang salah saya! Saya janji Pak, bakal berubah." Ucapku tulus
Malam ini, aku sengaja begadang bersama saudara-saudara yang datang dari luar kota. Karena besok adalah hari resepsi pernikahan Kaila.Dari tadi siang, seusai sholat jum'at, aku sama sekali tak melihat sosok Gandi ada disini. Berkumpul bersama keluarga yang lainya. Apa memang dia sengebet itu ya pingin merasakan malam pertama.Padahal aku dulu juga tak segitunya lo. Justru malam pertama ku dengan Lita sedikit terganggu karena banyak nya tamu yang datang. Bahkan, aku baru bisa berduaan dengan nya saat dini hari. Itupun karena Bapak mertua yang menyuruhku untuk masuk kedalam dan beristirahat "Pengantinya dari tadi dikamar terus Dan?" Tanya Pakde Putra saat kami sedang berkumpul"Hahaha kamu ini, kayak gak tau pengantin baru aja. Ya mumpung ada kesempatan, langsung gas dong!" Timpal lek Agung disertai gelak tawanya."Tapi kok ya kebacut banget. Mbok ya ikut kumpul-kumpul barang lima menitan gitu lo maksut aku. Kayak kurang etis aja. Banyak saudara disini kok malah ditinggal angrem." Tuk
Pikiran ku benar-benar kacau. Ibu tiap hari menagih uang hampir setiap hari untuk resepsi pernikahan Kaila. Aku pusing, dapat uang segitu banyak nya dari mana? Orang tabungan juga cuman ada tiga juta. Lalu, sisanya aku juga harus cari dimana?Sebetulnya aku juga tak menyalahkan Lita jika waktu dia menolak membantu uang yang lumayan banyak, dan meminta Kaila untuk mengadakan pesta yang sederhana seperti pernikahan ku dulu.Tapi apalah daya, aku tak mampu menolak keinginan Ibu. Aku takut dicap durhaka. Apalagi, aku pernah dengar ceramah, jika memberikan uang pada Ibu, rejeki kita justru malah semakin lancar. Hingga akhirnya aku malah memarahi Lita. Dan ini membuat hubungan ku dengan nya menjadi dingin. Bahkan, kami jarang sekali menghabiskan waktu berduaan. Rasanya bila melihat wajahnya, rasa kecewa ku padanya makin subur.Maka dari itu, aku lebih memilih menghabiskan waktu dirumah Ibu. Setidaknya, disini aku bisa melakukan apapun yang kusuka. Tapi ya itu tadi, ibu selalu menanyakan ka