Adzan sholat ashar mulai berkumandang. Aku yang sedari tadi hanya rebahan akhirnya memilih melangkahkan kaki menuju kamar mandi dan berwudhu untuk mejunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslimah.Seusai sholat, aku membuat es susu coklat. Entah mengapa, bawaan nya haus saja hari ini. Apa ini efek karena aku sering emosi? Makanya tubuhku berasa panas?Hahaha bisa jadi sih ya. Ku nyalakan tv dan mulai menonton acara gosip, sambil sesekali melirik jam dinding. Hatiku kembali gusar karena hingga pukul setengah empat sore, tamu yang dimaksut Bu Rt belum juga datang."Maaf ya Allah, jika hambamu ini terlalu berharap!" Ucap ku dalam hati.Kebetulan hari ini jahitan ku tak banyak. Jadi, aku bisa santai. Tapi akhirnya tentu berpengaruh pada pemasukan ku.Ya, dulu waktu aku sekolah di SMK, aku memgambil jurusan tata busana. Sambil aku mengambil kursus dari tetangga ku yang memang jago dalam hal soal jahit menjahit.Bahkan, dulu dia membuka usaha konveksi dengan jumlah karyawan hampir sepuluh
Hari ini aku lumayan sibuk. Untung saja aku memiliki anak yang mandiri. Jadi, Arina bisa melakukan apapun tanpa perlu bantuan ku. Bahkan, dia yang terbiasa melihat ku mengemas barang, ikut membantu.Dugaan ku pun benar, jika Mas Danu tak pulang. Mungkin dia bakal balik tengah malam atau bahkan besok pagi.Tak masalah juga lah, yang penting pekerjaan ku cepat selesai, dan menaruhnya dikamar Arina. Karena Mas Danu hampir tak pernah masuk kesana.Semua sudah terekap dengan baik, dan bahkan sudah ku masukkan kedalam karung. Tinggal nanti mengirim pesan pada Bu Jihan jumlah totalanya.Kebetulan juga adzan maghrib sudah menggema, Arina yang duduk disamping ku lalu mengajak ku untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah."Yuk Ma, sholat dulu!""Ayo Nduk, habis itu kita makan malam ya! Yasudah, Arin wudhu dulu. Mama mau naruh ini dikamar!"Arin memgangguk kemudian berlalu menuju kamar mandi. Sedangkan aku, kembali menyeret dua karung berisi lima ratus hijab yang sudah bertuan ini.Tanpa terasa,
"Kamu ngapain Mas?" Tanyaku membuatnya terlonjak karena terkejut."Ka-kamu belum tidur Lit?" Tanya Mas Danu gugup. Kini, aku pun merubah posisi ku menjadi duduk diatas kasur."Tadi sudah tidur. Tapi mendengar suara mencurigakan, aku jadi terbangun. Ku kira itu suara maling, ternyata kamu!" Jawab ku seraya memicingkan mata."Enak saja, kau samakan aku dengan maling !" Cebiknya"Salah sendiri, siapa suruh mengendap-endap. Oh iya, kamu ngapain diisitu? Cari apa?" Tanya ku penasaran. Karena memang tak biasanya Mas Danu membuka laci lemari."Apaan sih, curiga amat. Aku cuman mau naruh dompet dilaci. Sekalian mau ganti baju, mau tidur." Ucap nya cuek, mengambil dompet disaku belakang nya dan menaruhnya didalam laci. Dan mengambil satu buah baju, kemudian dia kenakan."Tumben-tumbenan aja kamu mau taruh dompet dilaci. Biasanya juga kamu taruh diatas meja." "Ya terserah aku dong Lit, ini dompet aku. Mau aku letakkan dan simpan dimanapun juga terserah aku. Lagian, didalamnya banyak uangnya. T
Lidah ku tiba-tiba saja kelu, hingga tak bisa menjawab ucapan Bu Jihan yang cukup membuatku terkejut ini."Bu Lita, gimana? Bisa tidak?" Tanya beliau lagi yang membuatku tersadar."Eh, saya pikirkan dulu ya Bu!" Jujur, sebenarnya aku benar-benar tertarik dengan tawaran Bu Jihan ini. Tapi, aku tak sanggup jika harus mengerjakan sendiri dengan target waktu yang sangat singkat. Apalagi, sebentar lagi nikahan Kaila. Yang sudah tentu pasti nya aku juga ikut rewang dirumah mertua. Meskipun kehadiran ku disana nanti juga tak dianggap, tak masalah. Yang penting aku juga harus tetap stor muka disana, agar para tetangga tak curiga."Iya Bu Lita, tapi saya mohon jangan lama-lama ya beri kepastian nya!""Iya Bu Jihan, siap! Sebentar ya saya ambilkan kerudung nya dulu Bu!" Ucap ku seraya masuk kedalam kamar Arina untuk mengambil dua sak kerudung pesanan Bu Jihan dan Bu Farandita.Karena barang yang berat, aku pun mengambil satu persatu. Dan sekarang, semuanya sudah siap diruang tamu."Oh iya Bu,
Kami bertiga duduk dimeja makan untuk makan malam bersama, setelah Mas Danu selesai mandi.Entah kenapa, kami bertiga merasa canggung. Seperti ada penghalang besar didepan kami. Bahkan Arina yang biasanya ceria, kini diam membisu. Mungkin dia kecewa pada Ayah nya yang tak menepati janji untuk mengajaknya jalan-jalan."Mau diambilin ikan apa, Nduk?" Suara ku memecahkan keheningan"Tempe sama telur, Ma!"Aku menganggukan kepala. Dan sigap kuambil sepotong tempe dan telur dadar, kemudian meletakkan diatas piring nya."Makasih Ma!""Sama-sama Nduk! Sekalian sayurnya juga gak?"Arina langsung menggeleng cepat dan menyuapkan nasi kedalam mulutnya. Hingga makan malam berakhir pun, tak ada obrolan yang terjalin diantara kami.Setelah selesai, aku lebih memilih untuk menemani Arina didalam kamar nya. Sedangkan Mas Danu, lebih memilih menyibukkan diri dengan hp nya. Sambil sesekali dia memijat kepalanya yang mungkin pening. Ah entahlah, aku juga tak peduli.Pukul setengah sepuluh malam, Arina p
Mendengar pertanyaan Ibu, aku menjadi bingung sendiri ingin menjawab apa. Karena bagaimana pun juga, beliau menginginkan rumah tangga anak nya terlihat rukun."Mmm gak tau Bu, nanti coba tak tanyakan samaas Danu dulu ya Bu. Kan Ibu tau sendiri, minggu depan Kaila nikah! Apalagi Mas Danu bakal jadi wali nikah nantinya." Alasan ku"Iya juga sih Nduk, yasudah kalau mau kesini kabarin Ibu ya. Kalau sudah sampek terminal, nanti biar tak suruh jemput Bapak." Jawab nya."Enggeh Bu...!""Oh iya, nikahan nya itu hari apa ya Nduk? Ibu kok jadi lupa gini." Tanya beliau lagi."Pengajian nya hari kamis malam Bu, akadnya jumat pagi. Terus sabtu acara resepsian nya!" Jelasku"Oh, ya kalai gitu Ibu kesana hari selasa aja. Kamu gak usah kesini aja Nduk. Biar nanti Bapak sama Ibu aja yang nginep disitu."Memdengar ucapan Ibu, aku menjadi begitu bahagia."Seriusan nih Bu, gak papa?""Ya seriusan lah Nduk. Kalau kamu kesini juga hari minggu sore udah pulang. Kangen nya masih belum selesai. Tapi kira-kira
Saking seriusnya aku mencari, aku sampai tak mempedulikan pertanyaan Ibu. Dan tetap fokus mencari sertifikat rumah yang hilang. Bahkan, seisi lemari kini sudah berpindah diatas tempat tidur bahkan sebagian ada diatas lantai. Tapi tetap saja aku tak menemukan sertifikat itu.Apa mungkin aku meletakkan di kamar Arina? Tapi rasanya juga tak mungkin. Karena aku ingat betul, jika aku menaruhnya dilaci ini."Nduk, cari apa sih? Sampai semua baju kamu keluarin. Bilang, biar Ibu bantu!" Ucapan Ibu yang sedikit keras membuat ku menoleh kerarah beliau."Sertifikat rumah ku hilang, Bu!!!" Ucap ku dengan nada sedikit gemetar."Astaghfirullahaladziim.. kok bisa? Sini, biar Ibu bantu cari dilemari. Kamu cari di tempat lain, takutnya keselip."Tanpa banyak kata, kami berdua sibuk mencari sertifikat yang kini sudah hilang entah kemana rimbanya."Coba kamu telepon Danu, barang kali dia yang nyimpen tuh sertifikat!" Perintah Ibu yang lansung ku laksanakan.Kuraih hp yang tergeletak diatas meja, dan men
"Itu apa? Jawab? Jangan ita itu aja kamu tuh!" Aku sudah tak bisa bersikap hormat lagi pada lelaki yang seharusnya ku hormati ini."Bpkb mobil ku ada pada Ibu Lit, aku gak enak jika mau mengambilnya.""Gak enak mau ngambilnya, atau emang uda dipakai Ibu mu?" Tanya ku dengan sedikit membentak.Rasanya aku sudah tak bisa lagi menahan amaeah yang benar-benar sudah memuncak ini. Mas Danu, benar-benar sosok lelaki ya g tak pantas untuk ku panggil suami."Biasa aja dong ngomong nya. Ingat, aku tuh suami kamu. Bagaimana pun juga, kamu harus tetap bersikap sopan dan lemah lembut terhadap ku!" Bentak ya tak mau kalah.Mataku pun seketika membulat sempurna. Bukan nya meminta maaf, dia malah menyulut emosiku."Ngaca dulu kalau bicara Mas! Lelaki seperti mu tak pantas untuk diperlakukan lemah lembut. Andai saja kamu bisa menempatkan diri menjadi suami yang baik, tanpa kamu minta pun, aku bakal berusaha menjadi istri yang tak kalah baik buatmu.Orang kamu nya sendiri aja dzholim seperti ini padaku