Share

5. ucapan polos arina

Aku sedikit terkjeut kala melihat Arina dibiarkan bermain sendiri dihalaman rumah. Bahkan, aku tak melihat Ibu atau pun Kaila berada disamping nya untuk menjaga.

Apalagi, rumah Ibu tepat berada dijalan besar, yang sudah tentu banyak sekali kendaraan berlalu lintas. Dan tentunya itu sangat membahayakan bagi anak kecil.

Hal ini membuat ku khawatir jika terjadi sesuatu pada putriku ini. Dan jika hal itu terjadi, sudah pasti aku bakal membuat perhitungan pada mereka.

"Nduk, kok main sendiri?" Tanya ku yang langsung berjalan mendekatinya 

"Uti, sama tante mana?" 

"Mereka ada didalam Ma. Gak tau, dari tadi gak mau keluar. Malah nyuruh Arin main didepan sendirian." Jawab nya polos.

Kuraih tubuh gadis kecil ini, dan memeluknya erat.

"Sayang, kita pulang yuk!" Ajak ku lembut.

"Iya Ma, Arina gak suka disini. Uti dari tadi gak mau nemenin. Gitu kata Ayah, Uti lagi nyariin Arina. Ayah bohong ya Ma?" Tanya nya pada ku. 

Tatapan wajahnya tang sendu, membuat hatiku terluka. Hanya karena keegoisan tantenya, anak sekecil ini menjadi kena batunya.

"Sudah, gak usah dibahas mending kita pulang aja ya. Yuk, ambil jaketnya dulu!" Ajak ku seraya menggandeng tangan mungil ini.

Maklum, perawakan ku yang memang kutilang, membuat Arina mengikuti fisik ku. Bahkan, dia menjadi anak tertinggi diantara teman-teman sebaya nya dirumah.

Saat kami masuk kedalam, ku lihat Ibu dan Kaila yang justru sedang bersantai sambil menonton tv. Arina pun tak peduli saat Ibu menyapa nya. Mungkin saja hati gadis kecil ini sudah terlanjur sakit hati dengan sikap neneknya.

"Loh, mau kemana Nduk?" Tanya Ibu mertua tanpa berdosa yang sama sekali tak digubrisnya.

Bahkan, untuk menolehkan kepala saja, dia terlihat enggan. Aku paham sekali, dengan perasaan putri kecilku ini. Dia begitu semangat sekali saat akan mengajak kami kesini hanya untuk bertemu orang-orang yang dia rindukan.

Tapi kemyataan nya, Arina sama sekali tak dipedulikan. Bahkan, keberadaanya disini pun juga tak dianggap ada. Jadi, aku tak menyalahkan Arina jika bersikap seperti ini.

"Sayang, ditanyain Uti kok gak dijawab?" Tanya Mas Danu

"Ma, ayo cepetan kalau jalan!" Justru kata itu yang terucap dari mulutnya, dan menarik tangan ku agar berjalan lebih cepat meninggalkan mereka.

Aku pun menuruti permintaan Arina, dan juga tak memperdulikan mereka. Bagiku, rasa sakit hati ini lebih dalam saat mereka tega memperlakukan putriku hingga seperti ini.

"Ditanyain mau kemana malah diem aja! Itu tuh, didikan istrimu, gak ada sopan santunya sama orang tua!" Terdengar jelas sekali bagaimana Ibu mengumpat ku kala aku masih sibuk memakai kan jaket untuk Arina.

"Ma, kenapa Uti marah-marah? Apa karena tadi Arin gak jawab pertanyaan Uti ya? Tapi salah Uti sendiri kan Ma, yang gak sayang sama Arin!" Lagi-lagi ucapan gadis kecil ini membuat air mataku seketika mengembun dipelupuk mata.

Aku pun sedikit berjongkok, menjajari tinggi putriku ini. Lalu, mengelus lembut rambutnya. 

"Uti gak marah-marah kok sayang. Mungkin Uti lagi capek!" Jawab ku menjelaskan.

Bagaimana pun juga, aku tetap tak mau sampai Arina membenci keluarga Ayahnya. Jadi, sebisa mungkin aku memberikan pengertian yang baik untuk putriku ini.

"Tapi masa' Uti capek ya setiap hari Ma? Lagian juga tante Kaila kayaknya gak suka sama Arina. Buktinya setiap Arin kesini, tante gak pernah cium Arin. Beda sama adik Shaka." Sorot mata indah milik Arina pun tak bisa membohongi ku, jika dirinya memang merasa dibedakan dikeluarga ini.

Shaka, adalah anak Deni dan Santi yang masih berumur dua setengah tahun. Dan aku juga sadar, jika perlakuan mereka pada keduanya berbeda. Shaka, diperlakukan bak raja disini, berbeda dengan putriku yang selalu tersisihkan.

"Kan Adik Shaka masih kecil sayang. Terus Shaka juga masih belum bisa main sendiri. Jadi, tante dan Uti ya sudah pasti lebih perhatian sama Adik Shaka. Dulu waktu Arina kecil mereka juga seperti itu kok memperlakukan Arina." Lagi-lagi, aku harus memberikan pengertian ekstra untuk nya.

Terdengar derap langkah kaki memasuki kamar saat aku berbicara dengan gadis kecilku ini.

******

"Mau kemana?" Tanya Ms Danu yang muncul dari balik pintu.

Kami kompak menoleh kearah nya 

"Arin sama Mama mau pulang Yah." Jawab putri kami seraya mengenakan hijab miliknya.

"Kenapa pulang? Kan baru sebentar disini?" Tanya nya lagi. Perasaan, harusnya dia peka kenapa putrinya sampai tak mau berlama-lama disini. Malah, sok polos dan sok bod*h. Heran, aku tuh.

"Disini gak enak. Enak dirumah Embah. Ma, ayo kapan-kapan kita kerumah Mbah, Ma? Disana enak, Arina disayang-sayang sama Mbah Putri sama Mbah Kakung. Meskipun ada Adik Kirana."

Embah, adalah panggilan Arina untuk kedua orang tuaku. Dan Kirana adalah anak Ica dan Fahko yang berumur dua tahun.

"Iya, besok kalau Arin libur sekolah, Mana ajak kesana ya?"

"Yeee, oke Ma!" Jawabnya girang

Mas Danu hanya diam, saat dirinya merasa tak dihiraukan oleh kami berdua. Arina pun juga seperti mulai tak peduli dengan Ayahnya. Sama seperti sikapnya pada putrinya ini. Dan dia masih berdiri mematung didepan kami tanpa bisa menjawab ucapan Arina.

"Sudah semua kan Nduk? Kalau sudah, yuk kita pulang!" Ajak ku pada gadis kecil ini yang menjawab dengan anggukan.

"Oh iya, salim dulu sana sama Ayah!" Perintahku yang langsung dilakukan oleh Arina.

Ku raih tas yang kuletakkan diatas meja rias, dan mengajak Arina untuk keluar kamar tanpa bicara satu kata pun dengan Mas Danu. Biarlah aku dianggap istri durhaka. Toh, aku bersikap seperti ini juga karena ulah dia sendiri.

"Kami pulanng dulu Bu?" Tukasku saat menghampiri Ibu yang masih bersantai ditempat tadi.

"Cepet amat mau pulang? Gak kerasan ya disini? Kalau ngajarin anak tuh yang bener. Masa' malah ngajak anak pulang, padahal baru main sebentar?" Ucap Ibu dengan nada sinisnya.

Aku mengela napas kasar, tak ingin menjwab ucapan mertua ku ini. Biarlah dia mau berkata apapun padaku. Yang penting, aku hanya perlu diam. Kaila juga menatap ku dengan sinis. 

Rasanya, ingin sekali ku colok kedua matanya saking geramnya. Sudah menyusahkan, eeh malah tak tau diri.

"Bukan Mama yang ngajak Uti, tapi Arina yang ngajak. Disini gak enak, enak dirumah Embah!" Jawab nya polos tapi jujur.

"Tuh, kamu denger sendiri kan Nu! Istrimu ini memang gak bisa didik anak dengan bener. Bisa-bisanya anak sekecil mencela kita, kalau bukan ajaran Mamanya." Cebik Ibu berapi-api.

"Arin, gak boleh bicara kayak gitu! Ucapan mu itu, melukai hati Uti!" Bentak Mas Danu yang membuat Arina beringsut memeluk ku karena takut.

"Tau, anak sekecil itu malah dicuci otak nya untuk membenci orang lain. Gak habis pikir deh!" Kaila yng sedari tadi diam, malah ikut menimpali hingga membuat ku naik pitam.

Ibu pun malah manggut-manggut membenarkan ucapan putri kesayangan nya ini.

"Ajari Arina bicara yang bener Lit! Kamu sebagai Ibu, dan contoh untuk dia!" Ucapnya begitu enteng tanpa rasa berdosa.

.

.

.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status