Share

Bab 4

Author: Qiana
Surya segera mengendalikan diri.

Wajahnya tegang, membawa istri dan dua anaknya untuk duduk di sekeliling meja.

Dia dan istri keduanya duduk di samping Revan.

Kedua anaknya duduk di sebelah Selina dengan enggan.

Surya memanggil pelayan, memesan makanan dengan hati-hati untuk istri dan anak-anaknya, lalu menambahkan dua hidangan lagi dengan sengaja.

"Aku ingat Selina suka makan udang," kata Surya kepada Revan dengan senyuman. "Waktu kecil, dia nggak mau makan kalau bukan aku yang kupaskan."

Revan melirik Selina. "Aku ingat kamu alergi udang."

Selina berkata datar, "Seseorang mungkin mengira aku suka."

Surya tampak bingung.

Dia ingat pernah mengupaskan udang untuk Selina dan Selina memakannya.

Mungkinkah dia salah ingat?

Wanita di sampingnya berbisik mengingatkan, "Yang suka udang itu Jenna."

Surya membeku sesaat, lalu tertawa. "Oh, Selina, dasar bodoh! Kamu alergi udang, kenapa kamu tetap mau makan semuanya waktu Ayah yang mengupaskan?"

Dia menyalahkan Selina yang tetap makan meskipun tahu dirinya alergi.

Selina mendengus pelan.

Surya tidak ingin dituduh pilih kasih, jadi semua yang dia lakukan untuk Selina dan Jenna harus selalu sama.

Jika dia mengupas udang untuk Jenna, dia juga mengupasnya untuk Selina.

Jika dia membeli pakaian untuk Jenna, dia juga membelikan yang sama untuk Selina.

Bedanya, Jenna suka makan udang, sedangkan Selina alergi udang. Jenna bertubuh pendek, jadi ukuran baju yang sama tidak muat untuk Selina.

Selina dulu hanya mengira bahwa Surya kurang peka saja.

Tapi setelah insiden itu, dia akhirnya mengerti. Surya tidak punya rasa sayang padanya sama sekali.

Dia membenci masa lalunya karena harus tunduk pada keluarga istrinya yang lebih kaya. Dia juga lebih benci lagi karena kata orang-orang, dia mengandalkan warisan istri pertamanya untuk meraup kekayaan.

Dan Selina adalah bukti dari masa lalunya yang memalukan.

Jika bukan karena wasiat ibunya yang menetapkan bahwa saham perusahaannya akan dijual paksa dan disumbangkan jika sesuatu terjadi padanya, Selina ragu dirinya bisa hidup menginjak usia dewasa.

Sayangnya, dia tertipu oleh kemunafikan mereka, dan baru melihat wajah asli mereka setelah bencana melanda.

Pelayan datang membawakan hidangan.

Selina dengan santai meminta pelayan untuk membungkus lobster dan hidangan kesukaan Surya.

Surya tampak bingung.

Selina berkata, "Ini cocok untuk diberikan ke anjing liar."

Surya dan keluarganya marah besar, tapi mereka menahannya karena ada Revan.

"Dulu memang salahku. Aku nggak tahu cara memperjuangkan diri," ucap Selina dengan tenang. "Tapi sekarang, aku akan memperjuangkannya sampai akhir semua yang harusnya jadi milikku."

Cahaya lilin yang berkelap-kelip berkilauan di matanya, mencerminkan tekad yang kuat.

Surya merasa hatinya tenggelam, dia memaksakan senyuman. "Selina, kamu nggak punya pengalaman mengelola perusahaan. Bukankah lebih baik kalau Ayah yang memegang sahamnya atas namamu dan membantumu mengelola perusahaan? Kamu tinggal menerima dividen saja."

Selina pura-pura terkejut. "Ada dividen? Kok bertahun-tahun aku belum pernah lihat?"

Setelah jeda sejenak, dia menoleh kepada Revan. "Sayang, dividen itu juga harta bersama kita. Bisa tolong aku mengurusnya?"

Revan menyetujui. "Tentu saja."

Kulit kepala Surya serasa kebas dan dia buru-buru menyela, "Dividennya selalu kusetorkan ke akunmu. Kapan-kapan pasti kukirimkan."

Selina mendesak, "Nggak usah tunggu kapan-kapan. Sayang, minta seseorang pergi ke Grup Yudhan besok. Pastikan semuanya dihitung dengan cermat. Ambil pokok dan bunganya saja, jangan ambil yang lain. Jangan memanfaatkan Ayah."

Apa maksudnya? Bukankah ini sudah memanfaatkan?

Jelas-jelas dia menuntut pengembalian pokok dan bunga, karena takut Surya mangkir!

Ini pertama kalinya Revan melihat Selina setegas itu. Rasa terkejut terpancar di matanya dan dia tersenyum meyakinkan. "Jangan khawatir, besok pasti kucarikan orang yang paling teliti. Nggak akan ada sedikit pun yang terlewat."

Surya merasa pedih ketika memikirkan harus melepas uang sebanyak itu. Tapi, dia harus menguatkan diri dan setuju, agar bisa lanjut memegang saham atas nama Selina.

Saat dia hendak membujuk Selina membuat perjanjian kuasa baru setelah mengambil alih saham, Selina sudah mendahuluinya bicara.

"Sayang, Ayah bilang aku nggak bisa mengelola saham perusahaan karena nggak punya pengalaman. Kalau begitu, apa boleh aku belajar di Grup Nirwana, mumpung masih ada tiga bulan?"

Suaranya terdengar sedih. Mata indahnya berkaca-kaca dan memelas menatap Revan.

Hati Revan bergetar, membawa perasaan tak terlukiskan yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Bibir tipisnya melengkung penuh kasih. "Ya, nanti aku sendiri yang mengajarimu."

Surya hampir sesak napas.

Selina benar-benar bertekad untuk mengambil kembali saham-saham itu?

Tampaknya, dia harus mencari cara lain!

Dengan izin khusus Revan, Selina berhasil menjadi sekretaris di kantor direktur Grup Nirwana.

Namun, dia tampak tidak tertarik sama sekali dengan manajemen bisnis.

Baru sehari di sana, Selina menolak pergi lagi dengan alasan ingin membuat komik. Ini terjadi setelah orang utusan Revan mengambil dividen dan sahamnya dari Surya.

Revan tersenyum dan menggeleng lemas, membiarkan dia berbuat sesukanya.

...

Tiga hari berlalu.

Saat waktu makan siang hampir tiba, Selina pergi ke gedung Grup Nirwana membawa kotak makan siang yang disiapkan dengan penuh kasih oleh pelayan.

Sekretaris Revan yang bernama Lucy menyambutnya secara pribadi. "Nyonya, Pak Revan masih rapat. Waktu istirahatnya mungkin sekitar setengah jam lagi."

Selina pura-pura terkejut. "Kebetulan sekali?"

Apanya yang kebetulan?

Dia sebelumnya sudah mengakses jadwal Revan setelah dijadikan sekretaris. Dari situlah dia tahu Revan ada rapat multinasional penting hari ini.

Setengah jam sebelum istirahat inilah yang dia tunggu-tunggu.

Selina tersenyum dan berinisiatif berkata, "Nggak apa-apa, aku bisa tunggu di ruangannya!"

Lucy tampak gelisah.

Selina mengerutkan kening. "Ada apa? Apa di ruangannya ada rahasia yang nggak boleh kulihat? Aku pernah masuk ke sana dulu, kenapa sekarang nggak bisa?"

Selina memang pernah mengunjungi Grup Nirwana dan masuk kantor Revan.

Dia juga pernah ke sana beberapa hari yang lalu saat ingin bekerja sebagai sekretaris.

Tapi, di semua kesempatan itu, Revan selalu ada di sana.

Dia tidak pernah ditinggalkan sendirian di ruang kantor Revan.

Nada bertanya Selina jelas-jelas marah, hampir tidak ditutup-tutupi.

Lucy buru-buru membantahnya.

Selina berpura-pura kesal. "Kalau gitu, aku telepon dia saja, tanya dia aku boleh masuk nggak."

Lucy hanya bisa mengalah.

Selina memasuki ruangan Revan, pura-pura berjalan mondar-mandir dua kali, lalu perlahan duduk di depan meja Revan.

Lucy yang diam-diam mengikuti pun bergegas masuk.

"Nyonya, ada berkas kerja rahasia di komputer Pak Revan. Sebaiknya jangan disentuh."

Selina menunjuk permainan Minesweeper di menu. "Aku bosan. Kalau nggak boleh online, boleh main ini sebentar?"

Setelah terdiam sejenak, dia tertawa sinis, "Atau kamu curiga aku mau mencuri rahasia bisnis suamiku?"

Selina memiliki wajah yang lembut dan polos. Dia biasanya tidak mudah marah dan selalu bersikap manis.

Tapi, dia sekarang bertingkah seperti nyonya direktur yang sombong.

Lucy tahu Revan sangat sayang kepada Selina. Karena itu, dia tidak berani menentang lagi dan menundukkan kepala untuk meminta maaf.

Selina mendengus tidak senang. "Keluar!"

Lucy pun berjalan keluar dengan langkah ragu.

Selina memanfaatkan kesempatan itu untuk menancapkan flashdisk yang tersembunyi di telapak tangannya ke komputer Revan dan memulai programnya.

Menyadari bahwa pandangan Lucy masih tertuju padanya dari sudut matanya, Selina mencibir dan bangkit berdiri untuk menutup pintu kantor dengan keras.

Lucy diam sebentar menatap pintu yang tertutup di depannya

Selina lalu kembali ke meja dan lanjut menunggu.

Mungkin karena komputer kantor memiliki sistem keamananan yang lebih kuat, prosesnya kali ini agak lambat.

Saat mencapai angka 80 persen, pintu kantor tiba-tiba terbuka.

Cindy yang mengenakan baju ketat warna merah berkerah V dan rok kulit hitam, masuk dengan langkah angkuh.

Melihat Selina duduk santai di kursi Revan, kemarahan tampak jelas di wajahnya yang tebal riasan.

Dia berteriak, "Minggir! Kata siapa kamu boleh duduk di kursi kakakku?"

Selina bangkit perlahan dan berjalan ke hadapan Cindy, menghalangi pandangannya.

Cindy cukup pendek. Bahkan dengan sepatu hak tinggi, tingginya hanya mencapai alis Selina.

Selina tersenyum pada Cindy dan sengaja memancing. "Aku istri kakakmu. Tidur bersama saja sudah, apa salahnya aku duduk di kursinya?"

Cindy menatap wajah Selina yang sebening kristal tanpa riasan apa pun, dan merasa semakin cemburu dan kesal saat teringat Ardian memanggil nama Selina dalam mimpinya.

Senyum Selina yang bersinar menusuk matanya seperti pisau.

Cindy tidak bisa menahan dirinya dan mendorong Selina dengan keras. "Kamu merasa bangga? Kakakku cuma menganggapmu ..."

Punggung bawah Selina membentur meja dan dia meringis kesakitan.

Dari sudut matanya, dia melihat komputer sudah dikembalikan ke kondisi sebelumnya dan proses menyalin sudah selesai. Dia pun segera mencabut flashdisk-nya.

Dia berpegangan pada meja, menatap Cindy yang tiba-tiba terdiam dan sengaja memancingnya lagi. "Kenapa? Kamu cemburu kakakku mencintaiku dan perhatian kepadaku?"

Cindy menggeram, "Kamu pikir kamu mampu?"

"Ya." Selina mengangkat bahu, masih tersenyum. "Kamu lebih perhatian kepada Ardian daripada kepada kakakmu. Apa Ardian memperlakukanmu sebaik dia memperlakukanku dulu?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 100

    Selina memerintahkan Junia untuk mengantar kepergian Revan, lalu langsung menuju kantor Surya.Surya sedang santai meneguk teh, membayangkan Grup Yudhan bertransformasi menjadi perusahaan besar dengan bisnis yang tersebar di seluruh dunia.Melihat Selina masuk, dia buru-buru berdiri dan menuangkan secangkir teh."Sudah sepakat dengan Pak Revan, 'kan?" Surya tersenyum lebar seperti bunga matahari.Asal dia bisa mendapat kerja sama dengan Grup Nirwana, tidak akan ada seorang pun di perusahaan ini yang mengatai dia kaya dari hasil kerja keras istrinya!Selina mengangkat cangkir teh di depannya dan meletakkannya lagi tanpa minum. Bibirnya separuh tersenyum. "Pak Surya, kamu memang semakin pelupa."Senyum Surya membeku di wajahnya menatap Selina, diwarnai rasa bingung dan gelisah.Apakah Selina ingin mengajukan syarat lagi?Selina tertawa pelan. "Pak Surya, dalam rapat manajemen senior tadi, bukannya kamu suruh aku pulang dan istirahat sebentar?"Setelah diingatkan, Surya terngiang perkataa

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 99

    Selina mengambil kontrak tersebut dan berkata dengan lugas, "Kontrak ini harus ditinjau oleh tim legal perusahaan kami dulu sebelum kami bisa tanda tangan."Berbeda dengan Surya, dia tidak terburu-buru tanda tangan begitu melihat kontrak.Waspadanya sangat tinggi!Revan hampir saja memujinya, tapi kemudian teringat dari mana kewaspadaan itu berasal, ekspresinya mendadak suram.Setelah membahas sebentar urusan perusahaan, Revan melirik Junia dan berkata kepada Selina, "Bu Selina, kalau boleh, aku juga perlu bantuan untuk urusan pribadi."Junia pun berdiri dan pergi tanpa diminta.Selina menatapnya dan menolak dengan sopan, "Kemampuanku terbatas. Aku mungkin nggak bisa membantu."Revan mendesah. "Soal kemarin di restoran, aku salah paham. Maafkan aku."Selina mengangkat bibir merahnya dengan senyum mengejek, tapi tidak mengatakan apa-apa.Dia pikir, sebuah permintaan maaf sudah cukup untuk menghapus begitu saja sebuah kesalahan?Revan mengalihkan pandangannya ke lengan Selina, bertanya d

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 98

    Revan tiba membawa kontrak yang berstempel Grup Nirwana.Hanya butuh tanda tangan dan stempel Grup Yudhan, kontrak tersebut akan secara resmi berlaku.Surya diliputi kegembiraan. Tangannya gemetar tak terkendali saat memegang kontrak dan jantungnya hampir melompat keluar.Dia mengira Selina dan Revan bercerai karena Selina berbuat salah dan tidak disukai lagi.Ketika Selina mengakui perceraian di hadapan wartawan, ekspresi datar dan acuh tak acuhnya mengingatkan Surya pada Diana, istri pertamanya yang telah meninggal.Dulu, Diana juga sama tenangnya saat mengajukan perceraian.Baru sekarang Surya menyadari bahwa Selina-lah yang ingin cerai.Dia pun memanfaatkan keributan ini untuk marah dan meminta Selina keluar dari perusahaan. Semata-mata demi mencegah Selina mengambil alih perusahaan, sekaligus menunjukkan sikap dan menyenangkan Revan.Dia takut Revan akan melampiaskan kemarahan atas kekakuan Selina pada Grup Yudhan.Apalagi, Selina baru mengajukan cerai tanpa alasan jelas setelah m

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 97

    Akhirnya, kesempatan ini datang. Tentu saja, dia tidak akan membiarkannya lewat begitu saja."Kami cuma bekerja sama dengan rencana divisi humas." Bayu mencoba mengalihkan topik. "Strategi ini dirancang oleh tim humas untuk menangani situasi darurat penurunan harga saham perusahaan."Dia melirik Selina, lalu menatap Surya. "Putri Pak Surya memang luar biasa dan dididik dengan baik. Kalau kami nggak mendukung keputusan Bu Selina, bukankah itu berarti mempertanyakan keputusan awal penunjukannya oleh Pak Surya?"Setelah berputar-putar, dia akhirnya berhasil menyeret Surya ke dalam kubangan.Surya marah hingga keluar asap dari kepalanya.Dia tahu, Bayu sejak awal sengaja membiarkan humas melanjutkan rencana nekat itu dengan tujuan membuat masalah untuknya.Surya melemparkan tatapan marah yang semakin membara kepada Selina.Andai Selina tidak bercerai, lalu memberi nasihat yang tidak bijaksana, bagaimana mungkin saham perusahaan anjlok dan membuat mereka terjebak dalam situasi memalukan sep

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 96

    Di rumah sakit.Cindy terbaring di ranjang, berdebar-debar cemas, air mata membanjiri wajahnya."Bu, aku harus apa kalau dia nggak mau datang?" Pesan anonim di ponselnya terasa seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja, siap menghancurkannya menjadi berkeping-keping.Soraya juga sudah kehabisan akal.Kenapa bisa kebetulan sekali Selina dan Revan bercerai tepat pada saat ini?Dia sengaja menemui Selina, tujuannya adalah membawa Selina ke rumah sakit, dengan alasan menjenguk Cindy sekaligus mencari kesempatan untuk membicarakan masalah lima tahun lalu.Tak disangka, Selina tidak mau menurut sama sekali.Selina bahkan menyewa pengawal dan berani menyerang Revan.Soraya sudah berencana untuk memaksa Selina ke rumah sakit jika bujukan baik-baik tidak berhasil, tapi semua itu gagal total."Lima tahun yang lalu, sudah kubilang jangan turun tangan sendiri, tapi kamu nggak mau dengar. Akhirnya kamu jadi punya kelemahan yang bisa dimanfaatkan." Soraya masih kesal dengan kekakuan Cindy saat

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 95

    "Bu Selina, apakah Anda dan Pak Revan benar-benar berencana untuk bercerai? Atas keinginan siapa?""Bu Selina, jika Anda bercerai dengan Pak Revan, seperti apa pembagian hartanya? Apakah sudah ada perjanjian pranikah?""Bu Selina, Pak Revan terkenal sangat penyayang. Kenapa Anda ingin bercerai?"Para wartawan berkerumun di sekitar Selina, melontarkan pertanyaan-pertanyaan tajam dan penuh gosip tanpa belas kasihan.Adegan ini sontak mengingatkan Selina pada lima tahun yang lalu.Dia juga pernah dikelilingi oleh kerumunan, seperti domba yang dikepung serigala. Panik, tak berdaya, nyaris ambruk.Lima tahun telah berlalu.Apa yang dulu dia hindari, apa yang dulu dia takuti, kini saatnya untuk mengumpulkan keberanian dan menghadapinya!Selina menarik napas dalam-dalam dan perlahan membuka matanya. Mata indahnya bersinar, memancarkan tekad yang teguh."Atas keinginan siapa itu nggak penting.""Kalian bilang, dia suami yang sangat penyayang?""Menciptakan persona itu bukan sesuatu yang dilaku

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status