Share

Bab 5

Author: Qiana
Cindy bagaikan kucing yang ekornya diinjak. Malu bercampur marah, dia mengangkat tangannya untuk memukul Selina.

Selina tetap dengan kepala tegak, tidak berusaha menghindar. Dia malah memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelipkan flashdisk ke dalam sakunya.

Tangan Cindy membeku beberapa sentimeter dari pipi Selina dan tidak mendarat.

Revan baru saja mengakhiri rapat lebih awal. Dia bergegas mendekat dan meraih pergelangan tangan Cindy untuk menahannya.

"Cindy, apa maksudnya ini?" Revan berdiri di depan Selina, suaranya rendah dan jelas-jelas marah.

Wajah Cindy sudah merah karena kesal. "Dia duluan yang membuatku marah."

Revan mengerutkan kening. Melirik Selina, lalu menatap Cindy. "Intinya, kamu nggak boleh main pukul. Itu memalukan, dan tanganmu bisa sakit nanti. Apa pun masalahnya, masih ada aku. Serahkan padaku."

Suaranya pelan, tapi cukup untuk menusuk-nusuk gendang telinga Selina.

Dia menatap punggung Revan yang tinggi tegap di depannya. Rasa dingin merayap dari telapak kakinya dan menuju ke seluruh tubuhnya dengan cepat.

Ini bukan pertama kalinya Revan berdiri di depannya untuk "melindunginya".

Semua tindakan yang dulu membuatnya terharu ternyata hanyalah tipu daya yang memanfaatkan ketuliannya.

Cindy mengeluh dengan mata merah, "Selina bilang aku cemburu karena kamu perhatian padanya. Dia bahkan sengaja tanya padaku apa Ardian sebaik kamu saat bersama dia."

Revan tampak skeptis. "Apa iya Selina bilang begitu?"

Cindy sangat marah. "Kamu nggak percaya aku? Dia beneran bilang begitu."

Bukannya Revan tidak percaya pada Cindy.

Dia hanya tidak bisa membayangkan Selina bertindak begitu kejam.

Ardian dan Cindy sudah menikah selama lebih dari empat tahun. Selama itu pula, Selina tidak pernah tertarik soal urusan mereka.

Terlebih lagi, Selina tahu betapa Revan mencintai Cindy. Jadi meski Cindy selalu ketus pada Selina, Selina selalu perhatian kepada Cindy.

Mana mungkin Selina sengaja memancing masalah tanpa alasan?

"Kak, kamu janji akan selalu membelaku." Cindy mendekat dan melingkarkan tangannya di lengan Revan, menarik-nariknya dengan manja.

Tatapan provokatif melesat melewati Revan, tertuju pada Selina di belakangnya.

Akan tetapi, Selina hanya menunduk diam, pandangan terarah ke bawah, seakan larut dalam dunianya sendiri.

Cindy tiba-tiba merasa hampa, seakan tinju kerasnya sia-sia saja mendarat di gumpalan kapas yang tidak akan melawan.

Dulu, setiap kali dia sengaja pamer betapa Revan perhatian kepadanya, Selina selalu tampak iri dan kecewa.

Hal itu membuat Cindy merasa puas.

Setiap dia mengingat alasan Revan menikahi Selina, dia merasa makin bangga dan yakin bahwa Selina hanya makhluk yang bodoh dan menyedihkan.

Kepedihan dari pengabaian Ardian hanya bisa teredam dengan menindas Selina.

Kini, reaksi Selina membuat Cindy sangat kecewa.

Dia menundukkan kepalanya, bersandar pada lengan Revan, dan menatap Selina tanpa berkedip. "Kak, suruh dia minta maaf," perintahnya dengan nada manja.

Revan mendesah tak berdaya. Dia menarik lengannya dan berbalik menghadap Selina. "Sayang, kenapa kamu bilang begitu ke Cindy? Jangan bikin aku serba salah, ayo minta maaf."

Selina bahkan tidak mau mengangkat pandangannya, pura-pura tidak "melihat" dia bicara.

Revan mendekat. Jari-jarinya mengangkat dagu Selina untuk memaksa wanita itu menatapnya, lalu mengulangi kata-katanya lagi.

Selina menggigit bibirnya. " Cindy mendorongku dulu, lalu dia bilang aku nggak cukup baik untukmu, dan aku nggak berhak tidur denganmu atau duduk di kursimu ..."

Matanya merah dan bulu matanya bergetar. Ekspresinya yang memaksakan diri untuk menahan rasa sedih sungguh mengundang rasa kasihan.

Cindy tidak menyangka Selina benar-benar mengadu, apalagi melebih-lebihkan. Amarahnya meluap. "Selina, kenapa kamu sok jadi korban?"

Dia mengangkat tangannya lagi dan menampar Selina tanpa ragu.

Bekas tamparan membengkak di pipi kiri Selina yang pucat.

Revan berteriak tajam, "Cindy!"

Selina bisa melihat rasa iba di mata pria itu. Dia mendengus dalam hati dan berjalan keluar sambil menutupi wajah.

Revan ingin mengejar, tapi Cindy menarik lengannya. "Kak, Ibu suruh aku jemput kamu buat makan siang bersama!"

Setelah melambat beberapa detik, Selina membuka pintu dan melangkah lebih cepat, pergi tanpa menoleh ke belakang.

...

Di bandara.

Kalia muncul mengenakan pakaian kasual hitam dan rambut diikat santai. Dia menyeret koper besar dengan satu tangan sambil berjalan cepat.

Melihat Selina di pintu keluar, kegembiraan langsung meluap dalam senyumnya sebelum ekspresinya tiba-tiba mengeras.

"Mukamu kenapa?" Kalia menyipitkan mata dengan suara dingin dan penuh ancaman.

Selina menyentuh maskernya, menyadari bengkaknya belum cukup reda dan tidak tersembunyi sama sekali.

Menghindari tatapan Kalia dan tergagap, "Aku... ditampar."

Kalia menggertakkan giginya. "Revan sudah mati?"

Selina terdiam.

Melihat Kalia mengambil ponselnya dengan marah dan tampak ingin melabrak Revan, Selina terpaksa mengaku.

"Aku sengaja nggak menghindar. Kalau nggak, buat apa aku kabur? Tenang saja, cepat atau lambat aku akan membalasnya."

"Tapi cara balas dendammu terlalu merugikan diri sendiri." Kalia semakin marah. "Revan gila ya? Kalau adiknya lebih penting daripada istrinya, kenapa nggak menikah dengan Cindy saja sekalian?"

Raut wajah Selina tampak aneh. "Mungkin dia juga maunya begitu."

Kalia terkejut dan ngeri.

...

Dalam perjalanan pulang.

Selina menceritakan semuanya kepada Kalia. Tentang pendengarannya yang pulih serta pembicaraan Revan dan Cindy di telepon yang tidak sengaja dia dengarkan.

Setelah sepuluh hari berlalu, dia tampak acuh tak acuh menceritakan hal-hal yang memilukan itu.

Itu ketenangan yang aneh.

Hati Kalia semakin pilu melihatnya terlalu tenang.

Terakhir kali dia melihat Selina begitu tenang adalah lima tahun lalu, saat insiden itu terjadi dan temannya itu berencana mengakhiri hidupnya.

Kalia memeluk Selina, suaranya penuh amarah.

"Tega-teganya dia. Dasar Revan bajingan."

"Dia yang mencarimu setelah kejadian lima tahun lalu itu, mengaku diam-diam mencintaimu sejak lama, tapi menahan diri karena ada Ardian. Dia juga yang memohon diberi kesempatan dan memintamu menikah dengannya demi meredam rumor. Janjinya, kamu boleh menceraikan dia kalau kamu nggak bisa jatuh cinta padanya."

"Tapi ternyata semua itu palsu?! Kukira dia laki-laki sejati, tapi nggak disangka dia bukan manusia sama sekali."

"Cerai, pokoknya harus cerai. Aku mendukungmu."

"Kalau memang dia terlibat dalam insiden itu, akan kujual semua yang kupunya untuk menyewa pembunuh bayaran dan membunuhnya!"

Melihat Kalia begitu marah hingga hampir meledak, hidung Selina terasa nyeri dan tenggorokannya terasa seperti tersumbat.

Emosi yang selama ini dipendam akhirnya meluap lagi.

Lima tahun lalu, dia percaya Revan adalah penyelamatnya.

Tak disangka, Revan sendiri yang mendorongnya ke jurang yang lain.

Selina akhirnya menangis histeris.

Kalia awalnya mencoba menenangkan, tapi lama-lama tidak bisa menahan diri dan menangis lebih keras dari Selina.

Begitu sampai di rumah, mata mereka bengkak parah.

Kalia bahkan tidak repot-repot mencuci muka. Dia mengeluarkan laptopnya dan meminta Selina memeriksa file-file yang disalin dari komputer kantor Revan.

Setelah meninggalkan gedung Grup Nirwana, dia hanya mengobati memar di wajahnya sebentar dan langsung bergegas ke bandara. Belum sempat memeriksa apa yang telah dia salin.

Selina memasangkan flashdisk itu ke laptopnya.

Beberapa folder baru muncul.

Selina dan Kalia bertukar pandang, lalu mulai membuka satu per satu.

Folder pertama berisi dokumen perusahaan.

Folder kedua berisi kontrak.

Folder ketiga, dan seterusnya ...

Sampai mereka tiba di folder terakhir.

Di dalamnya ada 40-an foto.

Tanpa membukanya, hanya melihat dari pratinjau saja, Selina sudah merinding seperti terjun ke dalam laut terdalam. Seluruh tubuhnya membeku dan gemetaran tak terkendali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 100

    Selina memerintahkan Junia untuk mengantar kepergian Revan, lalu langsung menuju kantor Surya.Surya sedang santai meneguk teh, membayangkan Grup Yudhan bertransformasi menjadi perusahaan besar dengan bisnis yang tersebar di seluruh dunia.Melihat Selina masuk, dia buru-buru berdiri dan menuangkan secangkir teh."Sudah sepakat dengan Pak Revan, 'kan?" Surya tersenyum lebar seperti bunga matahari.Asal dia bisa mendapat kerja sama dengan Grup Nirwana, tidak akan ada seorang pun di perusahaan ini yang mengatai dia kaya dari hasil kerja keras istrinya!Selina mengangkat cangkir teh di depannya dan meletakkannya lagi tanpa minum. Bibirnya separuh tersenyum. "Pak Surya, kamu memang semakin pelupa."Senyum Surya membeku di wajahnya menatap Selina, diwarnai rasa bingung dan gelisah.Apakah Selina ingin mengajukan syarat lagi?Selina tertawa pelan. "Pak Surya, dalam rapat manajemen senior tadi, bukannya kamu suruh aku pulang dan istirahat sebentar?"Setelah diingatkan, Surya terngiang perkataa

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 99

    Selina mengambil kontrak tersebut dan berkata dengan lugas, "Kontrak ini harus ditinjau oleh tim legal perusahaan kami dulu sebelum kami bisa tanda tangan."Berbeda dengan Surya, dia tidak terburu-buru tanda tangan begitu melihat kontrak.Waspadanya sangat tinggi!Revan hampir saja memujinya, tapi kemudian teringat dari mana kewaspadaan itu berasal, ekspresinya mendadak suram.Setelah membahas sebentar urusan perusahaan, Revan melirik Junia dan berkata kepada Selina, "Bu Selina, kalau boleh, aku juga perlu bantuan untuk urusan pribadi."Junia pun berdiri dan pergi tanpa diminta.Selina menatapnya dan menolak dengan sopan, "Kemampuanku terbatas. Aku mungkin nggak bisa membantu."Revan mendesah. "Soal kemarin di restoran, aku salah paham. Maafkan aku."Selina mengangkat bibir merahnya dengan senyum mengejek, tapi tidak mengatakan apa-apa.Dia pikir, sebuah permintaan maaf sudah cukup untuk menghapus begitu saja sebuah kesalahan?Revan mengalihkan pandangannya ke lengan Selina, bertanya d

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 98

    Revan tiba membawa kontrak yang berstempel Grup Nirwana.Hanya butuh tanda tangan dan stempel Grup Yudhan, kontrak tersebut akan secara resmi berlaku.Surya diliputi kegembiraan. Tangannya gemetar tak terkendali saat memegang kontrak dan jantungnya hampir melompat keluar.Dia mengira Selina dan Revan bercerai karena Selina berbuat salah dan tidak disukai lagi.Ketika Selina mengakui perceraian di hadapan wartawan, ekspresi datar dan acuh tak acuhnya mengingatkan Surya pada Diana, istri pertamanya yang telah meninggal.Dulu, Diana juga sama tenangnya saat mengajukan perceraian.Baru sekarang Surya menyadari bahwa Selina-lah yang ingin cerai.Dia pun memanfaatkan keributan ini untuk marah dan meminta Selina keluar dari perusahaan. Semata-mata demi mencegah Selina mengambil alih perusahaan, sekaligus menunjukkan sikap dan menyenangkan Revan.Dia takut Revan akan melampiaskan kemarahan atas kekakuan Selina pada Grup Yudhan.Apalagi, Selina baru mengajukan cerai tanpa alasan jelas setelah m

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 97

    Akhirnya, kesempatan ini datang. Tentu saja, dia tidak akan membiarkannya lewat begitu saja."Kami cuma bekerja sama dengan rencana divisi humas." Bayu mencoba mengalihkan topik. "Strategi ini dirancang oleh tim humas untuk menangani situasi darurat penurunan harga saham perusahaan."Dia melirik Selina, lalu menatap Surya. "Putri Pak Surya memang luar biasa dan dididik dengan baik. Kalau kami nggak mendukung keputusan Bu Selina, bukankah itu berarti mempertanyakan keputusan awal penunjukannya oleh Pak Surya?"Setelah berputar-putar, dia akhirnya berhasil menyeret Surya ke dalam kubangan.Surya marah hingga keluar asap dari kepalanya.Dia tahu, Bayu sejak awal sengaja membiarkan humas melanjutkan rencana nekat itu dengan tujuan membuat masalah untuknya.Surya melemparkan tatapan marah yang semakin membara kepada Selina.Andai Selina tidak bercerai, lalu memberi nasihat yang tidak bijaksana, bagaimana mungkin saham perusahaan anjlok dan membuat mereka terjebak dalam situasi memalukan sep

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 96

    Di rumah sakit.Cindy terbaring di ranjang, berdebar-debar cemas, air mata membanjiri wajahnya."Bu, aku harus apa kalau dia nggak mau datang?" Pesan anonim di ponselnya terasa seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja, siap menghancurkannya menjadi berkeping-keping.Soraya juga sudah kehabisan akal.Kenapa bisa kebetulan sekali Selina dan Revan bercerai tepat pada saat ini?Dia sengaja menemui Selina, tujuannya adalah membawa Selina ke rumah sakit, dengan alasan menjenguk Cindy sekaligus mencari kesempatan untuk membicarakan masalah lima tahun lalu.Tak disangka, Selina tidak mau menurut sama sekali.Selina bahkan menyewa pengawal dan berani menyerang Revan.Soraya sudah berencana untuk memaksa Selina ke rumah sakit jika bujukan baik-baik tidak berhasil, tapi semua itu gagal total."Lima tahun yang lalu, sudah kubilang jangan turun tangan sendiri, tapi kamu nggak mau dengar. Akhirnya kamu jadi punya kelemahan yang bisa dimanfaatkan." Soraya masih kesal dengan kekakuan Cindy saat

  • Lima Tahun Sia-Sia, Nona Selina Pergi Tanpa Menoleh   Bab 95

    "Bu Selina, apakah Anda dan Pak Revan benar-benar berencana untuk bercerai? Atas keinginan siapa?""Bu Selina, jika Anda bercerai dengan Pak Revan, seperti apa pembagian hartanya? Apakah sudah ada perjanjian pranikah?""Bu Selina, Pak Revan terkenal sangat penyayang. Kenapa Anda ingin bercerai?"Para wartawan berkerumun di sekitar Selina, melontarkan pertanyaan-pertanyaan tajam dan penuh gosip tanpa belas kasihan.Adegan ini sontak mengingatkan Selina pada lima tahun yang lalu.Dia juga pernah dikelilingi oleh kerumunan, seperti domba yang dikepung serigala. Panik, tak berdaya, nyaris ambruk.Lima tahun telah berlalu.Apa yang dulu dia hindari, apa yang dulu dia takuti, kini saatnya untuk mengumpulkan keberanian dan menghadapinya!Selina menarik napas dalam-dalam dan perlahan membuka matanya. Mata indahnya bersinar, memancarkan tekad yang teguh."Atas keinginan siapa itu nggak penting.""Kalian bilang, dia suami yang sangat penyayang?""Menciptakan persona itu bukan sesuatu yang dilaku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status