Share

Bab 7

Author: Rara Qumaira
last update Huling Na-update: 2025-01-30 15:10:51

BAB 7

MISI ARUM

Arum tahu mereka pasti akan mulai mengintimidasinya setelah ini. Tadi saja dipuji ke atas awan, sekarang dijatuhkan ke dasar jurang.

“Eh iya, Jelita kan beda dua tahun dengan cucu saya juga, Jeng. Pasti Jeng Ratna senang sekali waktu mengantar Jelita pertama kali masuk sekolah.”

Arum hanya diam, tidak menanggapi juga tidak memberikan reaksi. Kalau dia merasa terpancing karena masalah ini, yang ada dia justru mempermalukan diri sendiri.

“Bener banget! Kemarin saya nganterin dia sekolah, seru deh! Jeng pada mau lihat nggak foto-fotonya?” sahut Jeng Ratna, salah satu kompor yang suka sekali membuat panas situasi.

“Boleh-boleh! Saya mau lihat fotonya Jelita dong, Jeng.”

Ratna buru-buru membuka kunci layar ponselnya, mengakses galeri guna memamerkan kelucuan cucu perempuannya. Sementara Arum diam seribu bahasa. “Lihat deh nih. Cantik-cantik ‘kan? Duh, Jelita itu pinter banget, baru masuk sekolah tapi udah punya temen deket lho dia!” serunya heboh.

Arum merasakan hawa di sekitarnya semakin panas, membuat dia meraih gelas minuman dingin miliknya dan menegaknya sampai habis. Namun, perhatian Arum sepenuhnya teralih ketika menemukan sosok yang tidak asing terpampang di layar ponsel milik teman arisannya.

“Sebentar, Jeng!” Arum buru-buru merebut ponsel milik Ratna. Dia tadi hanya berniat melirik untuk melihat foto yang dipamerkan oleh temannya, tetapi sosok bocah kecil di layar ponsel itu mengusiknya.

“Bocah kecil ini siapa, Jeng Ratna?” tanya Arum, keningnya mengkerut dalam dengan tampang serius. Padahal sedari tadi, dia diam tanpa berkomentar sejak topik tentang memamerkan cucu mulai dibahas.

“Oh itu. Namanya Davin. Dia yang saya maksud, teman dekat Jelita. Ganteng ya anaknya? Lucu lagi, terus pintar. Meskipun laki-laki tapi ngomongnya juga lancar banget. Gemesin deh. Makanya nggak heran cucu saya suka berteman sama bocah kecil itu, saya aja yang pertama kali lihat langsung suka,” jelas Ratna, bercerita panjang lebar. Sebenarnya ingin semakin memanasi Arum agar menang darinya, tetapi bukan itu yang sedang Arum pikirkan sekarang.

“Tapi kalau dilihat-lihat, kok wajahnya kayak nggak asing. Mirip siapa ya?” celetuk ibu sosialita lainnya.

Arum menyipitkan mata guna menajamkan penglihatan. Wajah bocah kecil itu benar-benar mirip seperti Farhan ketika masih seumuran itu. Arum sangat ingat karena Farhan adalah putra semata wayangnya.

Mata coklat gelapnya, hidung mancungnya, kulit putih bersihnya, bahkan alis tebalnya sangat mirip dengan Farhan. Hanya bibir bocah kecil itu saja yang berbeda, bibirnya juga tidak asing, lebih mirip seperti – Lisa?

Mengingat nama itu, tiba-tiba saja Arum bangkit dari duduknya. Tidak, ini tidak mungkin! Dia pasti salah lihat, dugaannya tidak mungkin benar. Jelas-jelas Lisa itu mandul. Jadi, mana mungkin dia bisa melahirkan anak Farhan? Mungkin bocah kecil itu hanya sekadar mirip dengan Farhan. Ya, pasti hanya mirip!

“Eh, saya ingat dia mirip siapa.” Ratna tiba-tiba saja berceletuk, membuat Arum mengalihkan perhatian padanya secara otomatis.

“Jeng, bukannya wajah Davin ngingetin kamu sama Farhan waktu masih kecil? Aku inget banget karena kita dulu ‘kan tetanggaan!”

Deg.

Jantung Arum terasa seperti berhenti berdetak sekarang. Rupanya bukan hanya dia yang menyadari itu, tetapi temannya juga. Apa mungkin benar, bahwa Davin adalah cucunya? Tapi, bagaimana mungkin?!

Arum masih menolak percaya. Namun, kalau hanya untuk memastikan saja tidak masalah, ‘kan? Dia harus lebih dulu memastikannya sebelum orang lain, terutama Farhan, putranya.

“Jeng, boleh saya tahu di mana sekolah TK Jelita?” tanya Arum pada akhirnya.

Keesokan paginya, Arum sudah siap untuk menuju lokasi sekolah TK yang diberitahu oleh Ratna kemarin.

Arum merasa dia harus mencari tahu serta memastikan siapa anak lelaki bernama Davin yang wajahnya mirip dengan Farhan.

****

Keesokan paginya, Arum sudah siap untuk menuju lokasi sekolah TK yang diberitahu oleh Ratna kemarin.

Arum merasa dia harus mencari tahu serta memastikan siapa anak lelaki bernama Davin yang wajahnya mirip dengan Farhan.

Kakinya baru melangkah turun ke lantai satu ketika Arum berpapasan dengan Sonya yang baru kembali setelah jogging pagi dengan keringat menuruni leher. Rambutnya yang dikuncir satu menempel pada tengkuk.

Dengan terengah sambil mengeringkan tubuh menggunakan handuk kecil, Sonya mendekati Arum. “Ma, mau kemana? Ini masih pagi banget, loh. Sudah sarapan?” tanyanya ramah kepada Arum.

“Sudah kok. Ini mama mau pergi sama Tante Ratna dan teman arisan yang lain,” gugup Arum. Arum tidak ingin sampai Sonya curiga sebelum identitas Davin jelas anak siapa.

“Sepagi ini?” selidik Sonya dengan meregangkan tubuh serta menyampirkan handuk kecil berwarna cerah pada bahunya.

Sonya melihat jam yang berada di sudut ruang lalu kembali pada Arum. “Tapi bukannya jadwal arisan Mama tuh kemarin ya? Masih ada arisan lainnya lagi?” tanya Sonya.

Arum mencoba mencari sejuta alasan agar Sonya berhenti bertanya-tanya. Baru saja Arum mau membuka mulut, Sonya lebih dulu mengangkat bahu sambil mengibaskan tangan. “Tapi ya, itu juga bukan urusanku. Kalau begitu sampaikan salamku ke Tante Ratna dan yang lain ya, Ma. Hati-hati di jalan!” tegas Sonya berucap sebelum berjalan meninggalkan Arum.

Arum bernapas lega. Untung saja Sonya tidak banyak tanya dan justru membiarkannya pergi begitu saja.

Kalau sampai Sonya curiga dan menyelidiki semuanya, nasib ketentraman dompetnya akan terancam. Semua fasilitas yang Sonya berikan pada Arum bisa melenyap begitu saja. Jelas Arum tidak menginginkan itu!

Walaupun memang benar terbukti bahwa Davin adalah cucunya dari Lisa. Arum tetap tidak ingin kehilangan Sonya. Lebih baik dia merebut Davin dan membiarkan Sonya dan Farhan membesarkannya bersama.

Arum terus mengamati punggung Sonya sampai benar-benar menghilang dari sudut mata.

Setelahnya, Arum berjalan ke arah luar dengan tekad bulat. Dia harus tahu identitas si bocah yang mengingatkannya pada Farhan ketika kecil.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dyah Piktawaty
Gejalanya Cerita ini gak enak endingnya. yg kaya Istri yg sekarang.Bisa bisa Lisa udah kehilangan Suami bakal kehilangan Anak Deh. kalau bener males nerusin baca.bokin Mood Anjlok aja.
goodnovel comment avatar
Diah Ayu permata
mertua bangkek
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Lima Tahun Usai Berpisah   Bab 133

    Bab 133Najwa tak sanggup menahan air mata. Ia memeluk surat itu erat, tubuhnya terguncang dalam tangis sesenggukan. Farhan yang sedari tadi duduk di seberangnya, segera mendekat dan menariknya ke dalam pelukan.“Dia menyayangimu, Wa,” bisiknya pelan.Najwa mengangguk dalam pelukan Farhan, air mata masih deras mengalir. “Aku juga sayang Ibu, tapi sekarang semuanya terlambat.”“Tidak,” kata Farhan menatapnya penuh keyakinan, “dia sudah tahu. Dan sekarang, dia pasti tenang.”***Beberapa minggu berlalu sejak Najwa menerima surat terakhir dari ibunya. Masa berkabung perlahan digantikan oleh tekad. Di balik penyesalannya, Najwa tahu bahwa ibunya ingin dia kuat, melanjutkan hidup, dan memaafkan masa lalu.Sementara itu, Farhan mulai melihat perubahan positif pada perusahaannya. Beberapa klien besar yang sempat menarik diri kini kembali. Dana segar yang disuntikkan oleh David Suprayogi telah menyelamatkan perusahaan dari ambang kehancuran."Anggap saja ini bentuk terima kasih," ujar David s

  • Lima Tahun Usai Berpisah   Bab 132

    Bab 132Ruang rawat itu dipenuhi aroma khas rumah sakit: antiseptik, ketenangan, dan ketegangan yang tak terlihat. Monitor detak jantung berdetak pelan, seolah ikut menghitung waktu yang terasa begitu lambat bagi Najwa. Di sisi ranjang, gadis itu duduk dengan punggung lurus dan kedua tangan yang terus menggenggam tangan ibunya yang tampak rapuh di atas selimut putih.Sudah beberapa hari ia duduk di sana. Diam. Tanpa banyak bicara. Hanya menatap wajah yang tertidur dengan mata terpejam dan kulit pucat. Kadang, ia ingin memeluknya. Kadang, ia ingin pergi dan pura-pura semua ini tidak pernah terjadi. Tapi di situlah ia, tetap duduk, tetap menunggu.Suara langkah pelan masuk dari arah pintu. David datang bersama dengan Farhan usai menyelesaikan urusan bisnis mereka."Wa, sebaiknya kamu pulang saja sama Farhan. Besok ke sini lagi. Terima kasih mau menemani istri saya," ujar pria paruh baya tersebut.Najwa menatap sang suami meminta pertimbangan. Farhan mengangguk pelan, tapi Najwa mengge

  • Lima Tahun Usai Berpisah   Bab 131

    Bab 131"Najwa, terima kasih sudah datang!" ujar David dengan senyum mengembang begitu melihat kehadiran gadis itu. Nada suaranya terdengar lega, seperti beban berat yang selama ini dipikulnya mulai terangkat sedikit.Najwa mengangguk singkat. Tatapannya masih menyimpan jarak, tapi langkah kakinya yang datang ke rumah sakit itu sudah cukup menunjukkan bahwa hatinya tak sepenuhnya membatu.Di samping David, berdiri Jonathan yang mengenakan kemeja biru muda. Senyumnya merekah begitu melihat Najwa."Aku tahu kamu pasti datang," ujar Jonathan. Ia tahu, saat ini ia tidak punya hak apa-apa atas Najwa, selain menjaga jarak dan tidak menyakiti lagi.Najwa mengalihkan pandangannya ke arah lorong ruang ICU. Ada seorang wanita di sana, terbaring di atas brankar dengan berbagai selang dan monitor yang terpasang di tubuhnya. Sosok itu, wanita yang selama ini hanya jadi bayang samar dalam ingatannya, ibunya."Bagaimana keadaaan...." Najwa menggantungkan pertanyaannya. Kata ibu seakan menyesakkan te

  • Lima Tahun Usai Berpisah   Bab 130

    Bab 130Najwa memejamkan matanya sejenak. Bayangan kebersamaannya dengan sang ayah kembali berkelebat. "Kalau kamu gak dilahirkan, mungkin ayahmu akan menjadi pria paling kesepian di dunia," ujar Farhan."Om!" seru Najwa, lalu menghambur ke dalam pelukan pria tersebut.Najwa tidak bisa membayangkan hidup ayahnya tanpa dirinya. Pasti beliaun sangat kesepian.Dengan lembut, Farhan membalas pelukan Najwa seraya mengusap punggungnya."Jangan pernah menyesali apa yang menjadi takdirmu. Jalanilah dengan ikhlas, maka kamu akan mendapatkan kedamaian!" bisik Farhan dengan lembut. ***Langit kampus sore itu menggantung kelabu, seakan ikut meresapi suasana hati Najwa yang melangkah pelan ke arah halte. Hembusan angin membawa aroma hujan yang belum turun, menambah berat pikirannya yang masih enggan berdamai dengan masa lalu.Tiba-tiba suara langkah cepat menyusul dari belakang.“Najwa, tunggu sebentar,” ujar seseorang dengan suara keras.Najwa berhenti sejenak. Dia tidak perlu menoleh untuk tah

  • Lima Tahun Usai Berpisah   Bab 129

    Bab 129Ting tong ....Tidur Najwa terusik dengan suara bel pintu apartemennya. Samar-samar, dia bisa mendengar suara langkah kaki dan pintu terbuka. Dengan malas, dia bangkit dari posisinya, lalu membersihkan diri. Setelah selesai, dia melangkah menuju dapur dan mendengar suara beberapa orang tengah berbincang."Ada tamu, Om?" tanya Najwa saat melihat Farhan masuk ke dapur."Iya. Bisa minta tolong buatkan minuman?""Tentu," sahut Najwa."Terima kasih. Kamu sudah baikan?" tanya Farhan khawatir. Dengan tegas, Najwa menganggukkan kepalanya.Tanpa banyak kata, Najwa segera berbalik menuju dapur dan menyiapkan minuman sesuai permintaan Farhan. Tangannya bergerak cekatan, tapi pikirannya masih melayang-layang. Rasa penasaran mulai mengusik batinnya sejak mendengar suara wanita asing itu dari ruang tamu.Begitu minuman selesai, dia meletakkannya di atas nampan. Dengan langkah hati-hati, dia berjalan menuju ruang tamu, namun langkahnya tiba-tiba terhenti di ambang pintu. Matanya terpaku pada

  • Lima Tahun Usai Berpisah   Bab 128

    Bab 128Tubuh Najwa menegang, tetapi bukan karena ketakutan. Ada sesuatu yang asing menjalar di dalam dirinya. Sensasi yang membuatnya bingung.Tangan Farhan yang semula hanya mengusap pipinya, kini bergerak turun, meremas gundukan kenyal dengan lembut. Tanpa sadar, Najwa mendesis lirih.Merasa mendapat respon, Farhan semakin intens melancarkan serangannya. Sementara itu, Najwa semakin tak dapat mengendalikan diri merasakan sensasi baru yang terasa candu.Tiba-tiba, Farhan mengehentikan aksinya. Ditatapnya gadis di bawahnya dengan intens. Sementara itu, Najwa balik menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya."Wa, bolehkah?" tanya Farhan dengan suara berat. Untuk sesaat, Najwa meragu. Meskipun belum berpengalaman, namun dia paham arah pembicaraan pria di hadapannya tersebut.Beberapa saat kemudian, Najwa menganggukkan kepalanya. Akhirnya, Farhan kembali melancarkan aksinya dengan lembut dan hati-hati. Dia paham betul jika ini pengalaman pertama bagi wanita di hadapannya tersebut.Aksi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status