Lisa dipaksa memilih untuk dimadu atau diceraikan karena setelah 3 tahun pernikahannya, dia tak kunjung hamil. Farhan yang berjanji tidak akan menduakannya, ternyata diam-diam bertunangan. Lisa murka. Dia memilih pergi dan mengajukan gugatan cerai. Lima tahun kemudian, tanpa sengaja mereka bertemu. Ternyata, Farhan adalah atasan Lisa yang baru. Masalah pun mulai terjadi. Masalah semakin pelik saat Farhan tanpa sengaja bertemu dengan Davin, 4 tahun, putra Lisa.
View MoreBAB 1
TUNTUTAN MERTUA “Bagaimana hasilnya?” cecar Arum. Dengan ragu, Lisa menggelengkan kepalanya lemah. Arum, mertua Lisa, mendengus dengan kesal. “Ma, ini bukan salah Lisa. Bukankah dokter mengatakan kami sama-sama subur dan tidak ada masalah?” ujar Farhan membela sang istri. “Mana buktinya? Bahkan hingga tiga tahun usia pernikahan, kalian belum bisa memberi mama cucu,” sentak wanita paruh baya tersebut. “Ma, tolong beri kami waktu lagi,” pinta Farhan. Sementara itu, Lisa hanya bisa menundukkan wajahnya. “Ini sudah tiga tahun, Farhan. Mau berapa lama lagi mama harus menunggu? Sampai mati?” sentak wanita paruh baya tersebut. “Ma, jangan bicara seperti itu,” ujar Farhan mengingatkan. Arum kembali menghembuskan nafas kasar, lalu menatap Lisa dengan sengit. “Lisa, Mama beri kamu waktu tiga bulan. Jika dalam tiga bulan kamu belum hamil juga, kamu harus merelakan Farhan menikah lagi,” ujar Arum. “Ma!” seru Farhan. Dia tidak menyangka mamanya akan berkata seperti itu pada istri yang sangat dicintainya. Lisa pun mendongakkan kepalanya seketika menatap sang mertua dengan tatapan nanar. “Mama tidak mau mendengar alasan apapun. Ingat, tiga bulan. Lebih dari itu, mama tidak bisa mentolerir lagi.” Usai mengatakan hal itu, wanita paruh baya tersebut segera bangkit dari posisinya, lalu meninggalkan rumah mereka. Lisa menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah. Selalu seperti ini. Sejak awal menikah, sang mertua memang sudah tidak menyukainya. Dia yang nota Bene hanya seorang anak yatim piatu, dianggap tidak layak untuk mendampingi putranya. Namun dia berusaha bertahan karena sang suami mampu meyakinkan bahwa seiring dengan berjalannya waktu, mamanya pasti mau membuka hati. Tahun pertama, sikap mertuanya masih bisa ditolerir, meskipun selalu ketus padanya. Memasuki tahun kedua, sikapnya semakin menjadi karena Lisa tak kunjung hamil. Berbagai macam pengobatan dan terapi telah dia lakukan, namun hasilnya nihil. Hingga tahun ketiga ini, mereka belum juga dikaruniai keturunan. “Sayang, tolong jangan kamu pikirkan ucapan Mama ya!” ujar Farhan dengan lembut. Perlahan, Lisa mengangkat wajahnya, lalu menatap sang suami. “Mas, kamu tidak akan ninggalin aku kan? Kamu tidak akan menikah lagi kan?” tanya Lisa dengan mata yang berkaca-kaca. Dadanya masih terasa sesak mendengar permintaan sang mertua tadi. “Tentu saja tidak, Sayang. Kita akan berjuang sama-sama mengatasi masalah ini,” sahut Farhan seraya menggenggam jemari sang istri dengan lembut. Lisa segera menghambur ke dalam dekapan sang suami. “Daripada kamu sedih gini, lebih baik kita berikhtiar,” lanjut Farhan lagi. “Ikhtiar?” tanya Lisa bingung. “Bikin anak pesanan mama,” bisik Farhan lembut. Blush. Wajah Lisa memerah seketika. Meskipun sudah lama menikah, namun dia tetap saja merasa malu jika sang suami membahas masalah itu. Tanpa menunggu persetujuan, Farhan segera membopong tubuh sang istri ke kamar. *** Sejak saat itu, mertua Lisa tidak pernah lagi datang berkunjung ke rumah. Sebagai gantinya, sang suami rutin menjenguk mamanya sepulang kerja, seperti hari ini. “Sayang, hari ini aku nginap di rumah Mama ya!” pamit Farhan saat hendak berangkat ke kantor. “Memangnya ada acara, Mas?” tanya Lisa. “Gak, tadi Mama telepon, katanya minta diantar ke rumah temannya. Besok pagi juga sekalian mau arisan,” sahut Farhan memberikan penjelasan. Memang, mereka tinggal di kota yang sama, hanya saja berbeda wilayah. Rumah mereka berjarak sekitar tiga puluh menit jika ditempuh dengan mobil dan lalu lintas lancar. "Oke deh, Mas. Jangan lupa kasih kabar ya, kalau sudah sampai!" ujar Lisa mengingatkan. "Oke, Sayang!" Usai berpamitan, Farhan pun segera melajukan kendaraannya membelah jalanan. Saat di perjalanan, tiba-tiba ponsel Farhan berbunyi. Dengan menggunakan satu tangannya, Farhan segera mengangkat panggilannya. "Halo, Ma!" "Farhan, kamu dimana?" seru sebuah suara di seberang sana. "Ini sudah di jalan, Ma." "Cepat kesini, Mama sudah siap." "Iya, Ma, sebentar lagi sampai kok," sahut Farhan. "Oke, Mama tunggu." Klik. Setelah panggilannya dimatikan, Farhan kembali fokus pada kemudinya. Hari ini Farhan memang izin cuti. Sesampainya di rumah mamanya, ternyata semua orang sudah siap. "Ayo, kita langsung berangkat saja!" ujar Arum. Selain mamanya, di mobil tersebut juga ada adiknya beserta suami dan anaknya. Sementara itu, di tempat lain, Lisa baru saja meninggalkan rumahnya. Hari ini dia berencana hangout bersama Dista, sahabatnya. Dia biasa menghabiskan waktu bersama teman-temannya ketika tidak ada kegiatan. Apalagi, sejak dia resign dua tahun yang lalu, otomatis waktunya banyak tersisa. Selang tak berapa lama kemudian, dia sudah tiba di cafe tempat dia biasa nongkrong bersama Dista, sahabatnya. "Hai, Dis! Sudah lama?" sapa Lisa. "Gak, ini barusan kok. Tadi sudah aku pesankan makanan," ujar wanita tersebut. "Wah, terima kasih." Sembari menunggu makanan datang, mereka pun berbincang ringan. "Lis, ini bukannya suami kamu ya?" tanya Dista seraya mengangsurkan ponselnya. Mata Lisa membeliak seketika. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Kamu dapat ini dari mana?" tanya Lisa bingung. "Dari statusnya teman kerja aku. Apa cuma kebetulan mirip aja ya?" tanya Dista lagi. Bisa saja Lisa juga berpikir demikian. Namun, keberadaan sang mertua dan adik iparnya membuatnya yakin jika itu benar-benar suaminya. "Lis, kamu gak papa?" tanya Dista. Dia merasa kasihan melihat mimik wajah shock sahabatnya. "Dis, aku bisa minta tolong gak?" tanya Lisa dengan mata berkaca-kaca. "Tentu saja. Apa yang bisa aku bantu?" "Tolong antar aku kesana, aku harus memastikannya," ujar Lisa. Tanpa terasa, air matanya pun mulai membasahi pipi.Bab 133Najwa tak sanggup menahan air mata. Ia memeluk surat itu erat, tubuhnya terguncang dalam tangis sesenggukan. Farhan yang sedari tadi duduk di seberangnya, segera mendekat dan menariknya ke dalam pelukan.“Dia menyayangimu, Wa,” bisiknya pelan.Najwa mengangguk dalam pelukan Farhan, air mata masih deras mengalir. “Aku juga sayang Ibu, tapi sekarang semuanya terlambat.”“Tidak,” kata Farhan menatapnya penuh keyakinan, “dia sudah tahu. Dan sekarang, dia pasti tenang.”***Beberapa minggu berlalu sejak Najwa menerima surat terakhir dari ibunya. Masa berkabung perlahan digantikan oleh tekad. Di balik penyesalannya, Najwa tahu bahwa ibunya ingin dia kuat, melanjutkan hidup, dan memaafkan masa lalu.Sementara itu, Farhan mulai melihat perubahan positif pada perusahaannya. Beberapa klien besar yang sempat menarik diri kini kembali. Dana segar yang disuntikkan oleh David Suprayogi telah menyelamatkan perusahaan dari ambang kehancuran."Anggap saja ini bentuk terima kasih," ujar David s
Bab 132Ruang rawat itu dipenuhi aroma khas rumah sakit: antiseptik, ketenangan, dan ketegangan yang tak terlihat. Monitor detak jantung berdetak pelan, seolah ikut menghitung waktu yang terasa begitu lambat bagi Najwa. Di sisi ranjang, gadis itu duduk dengan punggung lurus dan kedua tangan yang terus menggenggam tangan ibunya yang tampak rapuh di atas selimut putih.Sudah beberapa hari ia duduk di sana. Diam. Tanpa banyak bicara. Hanya menatap wajah yang tertidur dengan mata terpejam dan kulit pucat. Kadang, ia ingin memeluknya. Kadang, ia ingin pergi dan pura-pura semua ini tidak pernah terjadi. Tapi di situlah ia, tetap duduk, tetap menunggu.Suara langkah pelan masuk dari arah pintu. David datang bersama dengan Farhan usai menyelesaikan urusan bisnis mereka."Wa, sebaiknya kamu pulang saja sama Farhan. Besok ke sini lagi. Terima kasih mau menemani istri saya," ujar pria paruh baya tersebut.Najwa menatap sang suami meminta pertimbangan. Farhan mengangguk pelan, tapi Najwa mengge
Bab 131"Najwa, terima kasih sudah datang!" ujar David dengan senyum mengembang begitu melihat kehadiran gadis itu. Nada suaranya terdengar lega, seperti beban berat yang selama ini dipikulnya mulai terangkat sedikit.Najwa mengangguk singkat. Tatapannya masih menyimpan jarak, tapi langkah kakinya yang datang ke rumah sakit itu sudah cukup menunjukkan bahwa hatinya tak sepenuhnya membatu.Di samping David, berdiri Jonathan yang mengenakan kemeja biru muda. Senyumnya merekah begitu melihat Najwa."Aku tahu kamu pasti datang," ujar Jonathan. Ia tahu, saat ini ia tidak punya hak apa-apa atas Najwa, selain menjaga jarak dan tidak menyakiti lagi.Najwa mengalihkan pandangannya ke arah lorong ruang ICU. Ada seorang wanita di sana, terbaring di atas brankar dengan berbagai selang dan monitor yang terpasang di tubuhnya. Sosok itu, wanita yang selama ini hanya jadi bayang samar dalam ingatannya, ibunya."Bagaimana keadaaan...." Najwa menggantungkan pertanyaannya. Kata ibu seakan menyesakkan te
Bab 130Najwa memejamkan matanya sejenak. Bayangan kebersamaannya dengan sang ayah kembali berkelebat. "Kalau kamu gak dilahirkan, mungkin ayahmu akan menjadi pria paling kesepian di dunia," ujar Farhan."Om!" seru Najwa, lalu menghambur ke dalam pelukan pria tersebut.Najwa tidak bisa membayangkan hidup ayahnya tanpa dirinya. Pasti beliaun sangat kesepian.Dengan lembut, Farhan membalas pelukan Najwa seraya mengusap punggungnya."Jangan pernah menyesali apa yang menjadi takdirmu. Jalanilah dengan ikhlas, maka kamu akan mendapatkan kedamaian!" bisik Farhan dengan lembut. ***Langit kampus sore itu menggantung kelabu, seakan ikut meresapi suasana hati Najwa yang melangkah pelan ke arah halte. Hembusan angin membawa aroma hujan yang belum turun, menambah berat pikirannya yang masih enggan berdamai dengan masa lalu.Tiba-tiba suara langkah cepat menyusul dari belakang.“Najwa, tunggu sebentar,” ujar seseorang dengan suara keras.Najwa berhenti sejenak. Dia tidak perlu menoleh untuk tah
Bab 129Ting tong ....Tidur Najwa terusik dengan suara bel pintu apartemennya. Samar-samar, dia bisa mendengar suara langkah kaki dan pintu terbuka. Dengan malas, dia bangkit dari posisinya, lalu membersihkan diri. Setelah selesai, dia melangkah menuju dapur dan mendengar suara beberapa orang tengah berbincang."Ada tamu, Om?" tanya Najwa saat melihat Farhan masuk ke dapur."Iya. Bisa minta tolong buatkan minuman?""Tentu," sahut Najwa."Terima kasih. Kamu sudah baikan?" tanya Farhan khawatir. Dengan tegas, Najwa menganggukkan kepalanya.Tanpa banyak kata, Najwa segera berbalik menuju dapur dan menyiapkan minuman sesuai permintaan Farhan. Tangannya bergerak cekatan, tapi pikirannya masih melayang-layang. Rasa penasaran mulai mengusik batinnya sejak mendengar suara wanita asing itu dari ruang tamu.Begitu minuman selesai, dia meletakkannya di atas nampan. Dengan langkah hati-hati, dia berjalan menuju ruang tamu, namun langkahnya tiba-tiba terhenti di ambang pintu. Matanya terpaku pada
Bab 128Tubuh Najwa menegang, tetapi bukan karena ketakutan. Ada sesuatu yang asing menjalar di dalam dirinya. Sensasi yang membuatnya bingung.Tangan Farhan yang semula hanya mengusap pipinya, kini bergerak turun, meremas gundukan kenyal dengan lembut. Tanpa sadar, Najwa mendesis lirih.Merasa mendapat respon, Farhan semakin intens melancarkan serangannya. Sementara itu, Najwa semakin tak dapat mengendalikan diri merasakan sensasi baru yang terasa candu.Tiba-tiba, Farhan mengehentikan aksinya. Ditatapnya gadis di bawahnya dengan intens. Sementara itu, Najwa balik menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya."Wa, bolehkah?" tanya Farhan dengan suara berat. Untuk sesaat, Najwa meragu. Meskipun belum berpengalaman, namun dia paham arah pembicaraan pria di hadapannya tersebut.Beberapa saat kemudian, Najwa menganggukkan kepalanya. Akhirnya, Farhan kembali melancarkan aksinya dengan lembut dan hati-hati. Dia paham betul jika ini pengalaman pertama bagi wanita di hadapannya tersebut.Aksi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments