Jalan sudah lengang saat Aizar melintas di sebuah club malam, tampak jelas plang nama tempat itu "Red Night Club". Detik itu ia teringat seorang wanita berdada besar yang memberinya kartu nama. Lala, nama wanita itu. Aizar pun memelankan laju mobilnya, tertarik dengan kemegahan dan kemewahan club malam itu. Tampak mobil-mobil mewah terparkir di halaman bangunan yang dominan warna merah. Lampu-lampu aneka warna menghiasi setiap sudutnya. “Bikin penasaran, seperti apa di dalam sana?” batin Aizar sambil termenung menatap ke arah klub malam itu dari dalam mobil yang berhenti di bahu jalan. Lagi-lagi Aizar menggelengkan kepalanya, “Saat ini aku bukan orang biasa, tidak mungkin aku masuk ke tempat asing sendirian,” gumamnya lalu mengembuskan napas.Beberapa saat kemudian, Aizar melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah di tengah malam yang hening. Sesampai di rumah semua orang sudah tidur, ia memutuskan untuk pergi ke halaman belakang rumah, lalu ia merebahkan tubuhnya di atas gazebo. Saa
Aizar keluar rumah membawa mobil sedan hitamnya menuju cafe yang disebutkan Furi. Sesampainya di tempat minum kopi itu, rupanya Furi sudah menunggu dengan segelas kopi panas yang mengepul di atas meja di hadapannya.“Maaf ya telat, aku tadi muter-muter dulu mencari cafe ini,” ucap Aizar setelah mendekati Furi. “Ini tempat minum kopi favoritku,” jelas Furi saat Aizar duduk di depannya. “Kamu mau minum apa?” tambahnya sambil meletakan menu di depan Aizar.“Samakan saja dengan kopi yang kamu pesan,” jelas Aizar.Furi pun melambaikan tangannya pada pelayan yang berdiri di depan bartender, lalu memesankan kopi untuk Aizar dan juga beberapa piring kudapan untuk mereka berdua makan.“Padahal sudah cukup malam, tapi tempat ini masih ramai ya?” ujar Aizar sambil memperhatikan sekeliling cafe bernuansa klasik itu.“Di sini memang tempat nongkrong orang sampai larut malam, makanya aku mengajak kamu ke sini,” jelas Furi.“Berarti kamu sering ke sini, ya?”Furi hanya mengangguk.“Sama siapa biasan
“Dari awal aku sudah menduga, kehadiranku tidak diinginkan,” batin Aizar saat kembali ke ruang keluarga. Ia duduk menyendiri di depan TV menonton program musik walaupun tidak bisa menghiburnya. “Aizar, pergilah makan? Semua orang sudah makan, tinggal kamu saja yang belum,” ucap Cempaka saat datang menghampirinya. “Aku belum ingin makan, Mah, nanti kalau sudah lapar aku ambil sendiri,” balas Aizar sambil menoleh ke arah mamanya.“Jangan telat makan ya, Nak, nanti sakit seperti adikmu,” tambah Cempaka, lalu ia bermaksud pergi melihat Debby di kamarnya, tapi Aizar menolak saat diajak menemui adiknya dengan alasan barus saja menemuinya.Sejurus Cempaka pergi, anggota keluarga yang lain datang memenuhi ruang keluarga.“Rupanya di sini boss besar kita,” ucap Dharma menyindir Aizar.“I-iya, Om… aku barusan habis menemani Debby di kamarnya, sekarang gantian Mama yang menemaninya,” jawab Aizar beralasan.“Sayang juga kamu dengan adikmu ya…? ya memang harus begitu. Sebagai keluarga besar kita
Sesampainya di rumah pada sore hari, Aizar mendapati Debby sudah pulang dari rumah sakit, “Aku ingin melihat, Debby, Mah,” ucapnya pada Cempaka yang sedang duduk menghilangkan lelahnya di ruang keluarga.“Jangan diganggu, dia sedang istirahat,” tiba-tiba Nek Ariy datang melarang Aizar. “I-iya, Nek…,” ucap Aizar sambil mengangguk, lalu dengan lesu ia duduk di samping mamanya.“Oh iya, aku dengar kamu sudah diangkat jadi Presdir menggantikan kakekmu selama liburan? Memangnya kamu siap?” tanya Nek Ariy sambil memandang ke arah Aizar dengan ekor matanya.“I-iya, Nek… aku akan berusaha…”“Kalau kamu keberatan tinggal bilang saja, tidak perlu memaksakan diri,” ujar Nek Ariy memotong ucapan Aizar.“Aizar pasti siap, Mih… lagipula nanti dibantu Sony dan direksi lainnya. Hitung-hitung latihan ya, Aizar? Biar Aizar bisa lebih paham tugas-tugas seorang pimpinan perusahaan itu seperti apa. Pada saatnya nanti, Aizar akan lebih siap ketika benar-benar diserahkan jabatan sebagai seorang Presdir yan
“Aku hanyalah anak muda yang dibesarkan di dusun terpencil di pedalaman. Tempat tinggalku dikelilingi belantara hutan ulin, hewan-hewan liar adalah teman mainku sehari-hari. Aku berdiri di sini, sekarang ini, bukanlah karena kehebatanku, tapi karena kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah dari Kek Prambudi yang merintis Shine Group dari nol hingga kini menjadi salah satu produsen elektronik ternama di tanah air. Dengan demikian, aku tidak akan pernah lupa, tanpa Kek Pram aku hanyalah seorang anak dusun yang tiada siapa pun memandangnya. Jadi, aku berjanji akan menjaga apa yang sudah diamanatkan beliau. Aku akan bertekad meneruskan apa saja yang sudah dirintis beliau dan membuat Shine Group lebih sukses dan lebih maju lagi!” ucap Aizar dengan penuh semangat menyampaikan ucapannya setelah ditunjuk menjadi seorang Presdir di depan peserta rapat. Tepuk tangan seketika terdengar mewarnai seisi ruangan, “Hidup Pak Aizar! Hidup Pak Pram!” ujar beberapa orang direksi mengelu-elukan Aizar d
Bagi Adirah, pria bertubuh tegap dan gagah seperti Aizar adalah pria idamannya. Saat pertama kali bertemu, ia langsung jatuh hati. Namun, saat ini semua keinginan itu hanya dalam angan-angannya. Ia tak bisa berharap banyak pada Aizar, karena dia adalah seorang boss yang harus dilayani dan dihormati. “Yang penting Pak Boss senang, itu saja sudah cukup bagiku,” batin Adirah yang selalu curi-curi pandang untuk menikmati wajah Aizar setiap berdekatan dengannya.“Kenapa, Dirah?” tanya Aizar tiba-tiba menengok ke arah Adirah di depan meja kerjanya.“T-tidak apa-apa, Pak…” jawab Dirah gugup, lalu mengalihkan pandangannya ke layar komputer.“Sudah disusun semua laporannya?” tanya Aizar memastikan.“Sedikit lagi, Pa,” jawab Adirah.“Kalau sudah selesai langsung print saja ya. Aku mau ke balkon sebentar, menikmati udara pagi yang segar agar pikiranku lebih tenang saat rapat nanti,” jelas Aizar lalu berjalan keluar ruangan menuju taman di samping ruang kerjanya.“Duh, gagahnya Pak Boss-ku…” guma