共有

Chapter 2

作者: Pejuang Pena
last update 最終更新日: 2025-02-27 19:50:04

Setelah kepergian nyonya O'niel, Rafael menghela nafas lelah. Pria itu memanggil Timothy menggunakan telpon kantor. Tak lama, pria itu datang.

"Ya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Timothy.

"Batalkan rapat hari ini, aku akan pergi." Ucap Rafael yang membuat Timothy menghela nafas.

"Kau tidak bisa terus membatalkan rapat setiap Bibi datang, lagipula aku sudah mengatur rapat ini berulang kali, tapi lagi - lagi di batalkan begitu saja." Ucap Timothy, dia kini berbicara sebagai seorang teman.

Rafael menatap tajam pada asisten nya itu," Lakukan saja. " Perintah nya mutlak.

Timothy hanya bisa mengangguk, jika sudah seperti ini Rafael sulit untuk di ajak kerja sama. Pria itu kembali keluar dan akan kembali mengatur waktu untuk rapat tersebut.

Rafael menyandarkan tubuh nya pada sofa, pria itu memejamkan mata nya dan memijat kening nya yang terasa sangat sakit.

. . .

Gruzeline baru saja terbangun dari tidur nyenyak nya, dia menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul delapan. "Hoam," Wanita itu menguap dan meregangkan otot lehernya.

Dia terduduk dengan tangan yang memijat kepala nya, dia merasa pusing karena baru tertidur beberapa jam saja.

Drtt..

Ponsel nya berdering, dia langsung menoleh dan mengambil nya. Panggilan dari Dyon, rekan kerja nya di caffe tempat dia bekerja. "Ya, ada apa?" Ucapnya setelah dia mengangkat panggilan dari pria itu.

"Hey, putri tidur. Kapan kau akan datang? Ku tebak kau baru saja bangun." Suara pria itu terdengar sangat jelas dan dapat dipastikan, pengunjung sudah mulai berdatangan.

"Ya, aku akan segera tiba sebentar lagi." Jawab Gruzeline yang langsung membuka matanya dengan lebar.

"Ya, cepatlah..."

Gruzeline langsung mematikan panggilan Dyon, wanita itu bangkit dari kasur nya dan pergi ke kamar mandi. Dia membersihkan diri nya di dalam sana, dan keluar dengan handuk yang melilit di kepala nya.

Wanita itu kembali mengambil ponsel nya sebelum dia memakai pakaian nya, dia melihat pesan yang di kirimkan oleh Madam May. Wanita itu mengatakan untuk menjemput nya pukul satu nanti.

Setelah membalas pesan Madam May, Gruzeline menggunakan pakaian nya dan mulai merias wajah nya dengan riasan tipis. Wanita itu menggunakan celana jeans pendek dan juga kemeja putih. Dia merasa dengan style seperti itu, dia merasa lebih muda, meski pada kenyataan nya dia memang masih sangat lah muda.

Gruzeline langsung meraih tas nya dan juga kunci mobil nya, wanita itu langsung masuk ke dalam lift untuk mengambil mobilnya yang terparkir di basement. Dia mengendarai mobil itu menuju ke caffe tempat dia bekerja.

Caffe MayOn.

Pengunjung yang sudah datang tadi kini sudah pergi lagi, mereka datang hanya untuk singgah membeli coffee dan kue untuk mereka sarapan sebelum kerja. Dan keadaan Caffe kini cukup sepi, namun pekerja masih cukup sibuk untuk membuat beberapa kue untuk persiapan nanti siang.

Tring...

Suara lonceng caffe berbunyi, menandakan ada pelanggan masuk. " Selamat pagi, aku pesan Caffe latte untuk diminum di sini."

Dyon yang berada di balik meja kasir langsung menampilkan wajah datar nya, " Kau fikir aku tak mengenali suara mu?" Ucap nya datar.

Gruzeline hanya terkekeh, Dyon menatap ke luar, dia melihat mobil Gruzeline yang terparkir di depan caffe nya." Bisa kah kau singkirkan mobil mu? Bagaimana pelanggan bisa melihat caffe ku buka atau tidak. " Ucap Dyon jenaka.

" Tch! Bilang saja jika kau iri tidak bisa punya mobil mewah seperti ku." Balas Gruzeline dengan jutek.

"Lagipula, pekerja mana yang memiliki mobil lebih mewah dari bos nya." Sahut Dyon.

Gruzeline terkekeh, " Tapi benar, tolong buatkan aku Caffe latte. " Ucapnya.

" Baiklah, cepat sana pergi. Sudah ada beberapa orang yang menanyakan kue buatan mu tadi." Ucap Dyon.

Gruzeline segera pergi ke pastry, wanita itu memang bertugas membuat kue. Kue buatan wanita itu benar - benar lah sangat enak, bahkan sudah ada beberapa pelanggan yang menjadi pelanggan tetap kue nya.

Sedangkan Dyon, pria itu membuat kan caffe latte untuk Gruzeline. Selain membuat kue, kadang Gruzeline bertugas untuk mengantarkan pesanan atau pun kasir. Wanita itu memang mengerjakan apapun di sana.

Hari ini, dia tidak membuat banyak kue. Jadi, dia selesai cukup cepat dan hanya tinggal memanggang kue yang di gantikan oleh pekerja lain untuk memanggang. Kini, wanita itu berada di meja kasir bersama dengan Dyon yang tengah memainkan ponsel nya.

"Ugh, tubuh ku benar - benar pegal." Ucap nya yang duduk di kursi sebelah Dyon.

"Ah, iya. Aku tidak bisa lama. Jam satu nanti aku akan pergi bersama dengan Ibu mu." Ucap Gruzeline memberitahu Dyon. Sedangkan pria itu sibuk mengendus bahu Gruzeline.

Plak!...

"Berhentilah mengendus seperti anjing." Protes Gruzeline dan memukul kepala Dyon pelan.

"Habisnya, kau sangat wangi." Ucap pria itu yang menjauhkan wajah nya.

"Benar apa kata Dyon, kau memang wangi, Line. Apakah kau mandi dengan parfum setiap hari, Line?" Sahut Serena yang tiba - tiba muncul dan ikut bergabung dalam pembicaraan.

Gruzeline mengendus bau tubuh nya, " Kalian ini apa - apaan, tubuh ku malah tercium bau kue. " Memang bau itulah yang dia cium, bukan seperti yang kedua orang itu ucapkan.

Tring...

Saat berbincang - bincang ringan, lonceng Caffe berbunyi. Dua orang tamu datang dan duduk di salah satu meja, Serena segera pergi menghampiri pelanggan itu dan mencatat pesanan mereka.

"Kau akan pergi kemana dengan Ibu ku?" Tanya Dyon.

"Berbelanja," Singkat nya yang membuka ponsel nya untuk melihat aku sosial media nya.

"Bolehkah aku ikut?" Tanya Dyon lagi dengan semangat.

"Tidak, ini waktu bagi perempuan. Laki - laki tidak boleh menggangu." Tolak Gruzeline cepat yang membuat Dyon cemberut.

Tak lama Serena kembali dan masuk ke dalam pastry, tak lupa dia juga memberikan catatan pesanan pada Dyon. Dyon langsung berdiri dan membuat kan pesanan minuman untuk pelanggan nya. Sedangkan Gruzeline hanya sedikit membantu untuk mentotal semua tagihan itu.

Serena kembali keluar dengan membawa beberapa kue yang berada di nampan, wanita itu tiba - tiba menyerahkan nampan itu pada Gruzeline. " Line, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor tujuh. Aku sudah tak tahan ingin ke kamar mandi." Ucap wanita itu.

"Baiklah, sudah sana pergi." Ucap Gruzeline.

Wanita itu mengantarkan pesanan pelanggan ke meja yang di sebutkan oleh Serena tadi, " Ini pesanan anda, tuan - tuan." Ucap Gruzeline yang menata piring - piring berisi kue dan dua gelas minuman di meja.

"Selamat menikmati." Gruzeline kembali undur diri setelah menyajikan pesanan.

. . .

Rafael yang merasa pusing di kepala nya tak kunjung menghilang, pria itu berencana untuk pergi minum Coffe untuk menghilangkan sakit di kepala nya. Dia keluar dari ruangan nya, dan bertemu dengan Timothy yang memang ingin menemui pria itu.

"Aku akan keluar, apa kau ingin ikut?" Sebenarnya Rafael memang ingin mengajak Timothy, namun dia terlalu gengsi untuk mengatakan nya, jadi dia menawarkan nya saja.

Timothy mengangguk, kini kedua pria itu berjalan ke arah lift dan masuk ke dalam nya. "Apakah Bibi menanyakan hal yang sama?" Tanya Timothy, karena jika Rafael sudah ingin keluar di jam kantor nya, berarti pria itu tengah dalam keadaan yang kacau dan membuat nya tidak fokus dengan pekerjaan.

"Ya, aku harus apa? Apakah aku harus mengatakan nya pada Mama, Tim?"

Timothy dapat melihat raut wajah depresi dari pria itu, dia sangat khawatir dengan keadaan pria itu saat ini. " Tidak perlu, jika kau mengatakan nya pada Bibi pun, Bibi tetap akan memaksa mu menikah, bukan? "

Rafael mengangguk," Itu sudah pasti, dan aku takut dia akan mencarikan ku wanita yang tidak sesuai dengan kriteria ku." Jawab nya dengan sedikit tawa di akhir kalimat.

Ting...

Pintu lift terbuka di lantai utama, kedua nya keluar dari sana dan pekerja yang berpapasan dengan mereka langsung membungkukkan tubuh nya." Kau ada referensi untuk tempat ku menenangkan diri? " Tanya Rafael pada Timothy.

Timothy mengangguk, " Ya, caffe seberang kantor. Kue - kue di sana sangat enak, kau harus mencoba nya." Jawab Timothy.

Rafael mengerutkan dahi nya, " Aku baru tahu ada caffe di seberang kantor. "

" Itulah kau, selalu mancari restoran mahal hanya untuk meminum secangkir kopi. Sekali - sekali, coba lah di caffe dan kau akan merasakan suasana baru. " Sahut Timothy.

Mereka berdua berjalan keluar kantor, Timothy langsung menarik tangan Rafael saat pria itu akan pergi ke parkiran mobil." Untuk apa menggunakan mobil, jika kita hanya perlu menyeberang jalan saja. " Ucap Timothy kesal.

Akhirnya Rafael menurut saja, mereka berdua menyeberang di zebra cross dan berjalan ke arah caffe yang di maksud oleh Timothy.

Tring...

Tepat saat Timothy membuka pintu caffe, wangi kue yang baru saja di angkat dari panggangan menguar dari dalam sana dan tercium oleh Rafael. Setidak nya, wangi dari Kue itu sedikit membuat nya relaks.

Kedua nya duduk di meja dan tak lama seorang pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka. Timothy segera menyebutkan pesanan mereka, dan pelayan itu segera pergi dari sana.

"Apakah caffe ini baru berdiri? Aku rasa, saat aku melintas, aku tidak pernah melihat nya." Rafael melihat - lihat dekorasi dari caffe ini, terlihat sangat menyegarkan dan kekinian.

Timothy berdecak, " Sudah aku katakan, kau tidak pernah memperhatikan sesuatu yang menurut mu tidak menarik. "

Rafael hanya mendelik, pria itu kembali fokus dengan melihat - lihat yang terasa nyaman ini.

"Ah, iya. Bagaimana jika kita mencoba nya kembali," Ucap Timothy tiba - tiba.

"Mencoba, apa?..."

Kalimat Rafael terhenti saat dia mencium wangi yang membuat dada nya sedikit berdebar, pria itu langsung menoleh pada seorang wanita yang mengantarkan pesanan nya. Ya, wangi itu itu berasal dari wanita pelayan ini.

"Silahkan dinikmati."

Suara nya terdengar mengalun indah di telinga Rafael, sesuatu di bawah sana pun itu bereaksi yang membuat nya sedikit membeku.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Little Secret    Chapter 30

    Gruzeline membantingkan tubuhnya ke atas kasur empuk, selimut sutra terhambur tak beraturan. Setelah perbincangan panjang dan melelahkan tentang rencana pernikahan yang dipaksakan keluarga O'niel, ia akhirnya bisa kembali ke apartemennya. "ARGH!!" Gruzeline berteriak frustasi, menyembunyikan wajahnya di balik bantal bulu angsa yang lembut.Wanita itu terlihat seperti orang yang kehilangan kendali. Rambutnya yang semula tertata rapi kini acak-acakan, mencerminkan kekacauan batinnya. "Bagaimana caranya aku lepas dari mereka?" gumamnya, suaranya teredam oleh bantal. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Di tengah keputusasaannya, ponselnya berdering nyaring, memecah kesunyian di apartemennya. Gruzeline meraba-raba mencari ponselnya di antara selimut dan bantal, akhirnya menemukannya dan mengangkat panggilan tersebut. "Ya, Madam," jawabnya, suaranya masih terdengar sedikit gemetar.["Line, bisakah kau datang ke rumahku sekarang juga?"] Suara tegas Madam Rose terdengar da

  • Little Secret    Chapter 29

    Rafael menggenggam tangan Gruzeline, mengajaknya turun ke ruang makan melalui lift pribadi yang mewah, dindingnya dilapisi marmer putih berkilau. Gruzeline terkesima, namun tak sepenuhnya terkejut melihat kemewahan kediaman Rafael. "Tuan Rafael, bisakah Anda melepaskan tangan saya?" pintanya, suaranya terdengar sedikit gemetar, meskipun berusaha tetap tenang. Aroma parfum mahal Rafael memenuhi hidungnya, bercampur dengan aroma kayu jati dari lift itu.Rafael mengernyit, ekspresi datarnya tak berubah. "Kenapa?" tanyanya, suaranya rendah dan berat."Sangat tidak pantas bagi seorang atasan untuk terus menggenggam tangan bawahannya," jawab Gruzeline, jari-jari tangannya yang tergenggam terasa semakin erat. Dalam hati, ia mengutuk Dyon yang telah membiarkannya dibawa ke sini, ke kediaman orang tua Rafael yang megah dan terasa dingin. Cahaya lampu kristal yang tergantung di langit-langit lift memantulkan bayangan mereka berdua."Kata siapa kita bawahan dan atasan? Kau sudah menandatan

  • Little Secret    Chapter 28

    "Kau tidak boleh membawanya. Dia tanggung jawabku," tolak Dyon tegas, tubuhnya menegang saat Rafael hendak menggapai Gruzeline yang terbaring lemah di sofa merah tua itu. Aroma alkohol dan parfum wanita masih tercium kuat di udara klub malam yang remang-remang. Lampu-lampu neon berwarna-warni berkedip-kedip, kontras dengan tatapan dingin Dyon. Rafael tersenyum sinis, sebuah lengkungan tipis di bibirnya yang menyingkapkan gigi putihnya. "Aku tahu kau mengetahui isi perjanjian itu, jadi... jangan menghalangiku." Suaranya rendah, berotoritas, menggelegar di telinga Dyon. Dyon terdiam, matanya tertuju pada Madam May yang masih terduduk di kursi, wajahnya pucat pasi. Madam May tampak seperti patung porselen rapuh, ketakutan tergambar jelas di matanya. Kekuasaan Rafael, yang menyeramkan bagai bayangan kelam, benar-benar telah melumpuhkannya. "Kuharap, kau tak melakukan apa pun padanya. Dan, jangan melakukan hal yang tidak disukainya," lirih Madam May, suaranya hampir tak terdengar di ten

  • Little Secret    Chapter 27

    Entah sudah gelas keberapa kopi pahit yang Gruzeline teguk di kafe milik Dyon. Aroma kopi robusta yang kuat tak mampu mengusir kepahitan yang menyesakkan dadanya. Perjanjian yang ditulis Rafael, seorang pria yang licik dan berkuasa, telah membuatnya benar-benar tak berdaya. Dyon, pemilik kafe yang tampan dan tenang, sudah mengetahui siapa dalang di balik jebakan ini. Namun, ia hanya bisa terdiam, tak percaya bahwa pria yang memiliki kekuasaan besar di negara ini ternyata selicik itu. Suasana kafe yang biasanya ramai terasa sunyi bagi mereka berdua. "Huft..." Dyon menghela napas panjang, mengulurkan tangan meraih cangkir kopi yang sudah kosong. Sama seperti Gruzeline, ia juga telah menghabiskan beberapa gelas kopi untuk menemani wanita itu yang tengah frustasi. Frustasi yang kini juga ia rasakan. Secangkir kopi demi secangkir kopi, tak mampu menghapuskan kegelisahan yang menghimpit dada mereka. "Hik!" Gruzeline tiba-tiba cegukan, efek dari terlalu banyak minum kopi. Wajahnya pucat, m

  • Little Secret    Chapter 26

    “Bagaimana bisa?! Apa yang sudah kau lakukan?!” Dyon menggebrak meja, amarahnya meledak saat matanya menangkap isi surat perjanjian itu. Dokumen itu, tercetak rapi di atas kertas putih bersih, kini tampak seperti kutukan baginya.Gruzeline, pucat pasi seperti mayat hidup, gemetar tak terkendali. Rambutnya yang biasanya terurai rapi kini berantakan, mencerminkan kepanikan yang menguasainya. Bukan hanya surat perjanjian itu yang membuatnya takut, tetapi juga tatapan Dyon yang bagai bara api siap membakarnya habis. “Aku…,” lirihnya, suara tertahan di tenggorokan, takut untuk jujur pada pria yang selama ini selalu melindunginya.“Jangan terlalu keras padanya, Dyon,” Madam May, ibu Dyon, tiba di tengah ketegangan. Wanita itu, yang biasanya berdandan glamor di klub malamnya, kini tampak lelah namun tetap berwibawa. Ia baru saja pulang, tergesa-gesa meninggalkan pesta mewah para sosialita, setelah mendengar kabar Gruzeline datang dengan surat perjanjian yang tak masuk akal itu. Aroma

  • Little Secret    Chapter 25

    Rafael kembali menarik tangan Gruzeline, jari-jarinya bertaut erat pada pergelangan tangannya. Gruzeline mencoba menolak, namun Rafael lebih kuat. "Jangan terus menolakku, aku tahu kau menginginkannya juga," bisik Rafael, suaranya berat dan sensual, membuat bulu kuduk Gruzeline merinding.Rafael benar. Gruzeline memang menginginkannya, namun kebingungan dan rasa malu menghalanginya untuk merespon. Melihat Gruzeline tak lagi melawan, Rafael memperhalus gerakannya, sentuhannya lembut namun penuh gairah. "Ikuti saja nalurimu," ucapnya, suaranya seperti mantra yang melelehkan pertahanan Gruzeline.Di dalam walk-in closet yang remang-remang, dikelilingi oleh aroma parfum dan kain-kain mewah, percintaan mereka bersemi. Gruzeline merasakan sensasi baru, sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Tubuhnya bergetar, dan ia menemukan dirinya tenggelam dalam pusaran gairah yang membara."Oh, shit! Aku suka saat kau bersikap berani," umpat Rafael, suaranya serak saat Gr

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status