Home / Romansa / Live with the CEO / Hilang dan Muncul Seenaknya

Share

Hilang dan Muncul Seenaknya

Author: KIKHAN
last update Last Updated: 2022-09-19 01:43:16

Griffin masuk kamar mandi. Dia membuka kaki lebar-lebar supaya tidak kena air. Aira melarang lukanya basah selagi dia tidak ada atau mengganti balutan luka sendiri.

"Dia tahu aku tidak bisa apa-apa tanpanya."

Bukan ingin memenuhi panggilan alam. Griffin mau cuci muka. Hampir 3 hari kondisi wajahnya kering. Jika dibiarkan bisa mengkerut lebih cepat.

Griffin lihat ada wadah botol kecil dengan gambar wanita yang sedang cuci muka. Mumpung Aira tidak ada, Griffin pakai sedikit.

Hatinya membaik begitu berkaca sambil mencuci wajah dengan gerakan memutar. Ada sensasi dingin. Griffin tersenyum lebar menikmati wangi dari busa wajahnya.

*

Aira bingung sepulangnya ke rumah Griffin tidak ada di ruang utama. "Ke mana Griffin?"

Aira menilik kamar orangtua dan kamarnya, namun tidak ada. 

Krieett!

Aira lihat Griffin memakai sabun wajah miliknya. 

"Sekarang kau tanpa izin menggunakan barang milikku?" 

Griffin belum sadar saking menikmati kegiatannya.

"Aira belum pulang, jadi tidak apa-apa."

"Dia sudah pulang, baru saja."

"Benarkah?" Griffin membuka mata dan teriak kaget Aira berdiri di depan pintu dengan muka datar. "Woah! Kaget aku!"

"Basuh wajahmu sekarang dan keluar."

Griffin buru-buru bilas wajah dan keluar kamar mandi menemui Aira. "Dia marah tidak ya? Ah, semoga tidak." 

Aira jongkok di dekat perapian mengeluarkan abu kemudian menyalakan api kembali.

"Aku tidak bermaksud memakai tanpa izin. Kau tidak ada di rumah, rencananya aku bilang padamu setelah kau pulang."

"Benarkah?" Aira berdiri di hadapan Griffin.

Griffin menelan ludah. "Benar dong!"

"Aku lihat kau menikmati sekali mencuci wajah sambil bersenandung ria," kata Aira mencontohkan raut muka Griffin di kamar mandi tadi.

Griffin tertawa kemudian menatap Aira penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."

"Aku bukan memarahimu, tidak perlu minta maaf."

Walaupun begitu Griffin tetap salah dan dia merasa dimarahi.

"Lain kali tanya dulu benda apa yang mau kau pakai. Kalau ternyata bukan sabun wajah tapi sabun untuk cuci baju bagaimana? Wajahmu bisa bermasalah."

"Tadi itu-- "

"Sabun wajah," sahut Aira.

"Syukurlah. Kau harus tidur karena besok bekerja. Masuklah ke kamarmu." Griffin menggiring Aira masuk kamarnya.

"Kau juga."

"Ck, aku tidur sepanjang hari. Jangan cemaskan aku."

Usai memastikan Aira tertidur, Griffin melihat jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. 

Griffin memikirkan apa kehidupan sebelum dia hilang ingatan, di mana tempat tinggalnya, dan penyebab dia seperti sekarang.

Tanpa sepengetahuan Aira, Griffin sebetulnya frustasi mengingat-ingat. Ketika sekelibat ingatan datang seperti kaset rusak, telinganya berdenging disertai sakit kepala.

"Siapa aku sebenarnya?"

CEO Top Mirror kebanggaan David. Musuh besar ibu dan adik tirinya. 

Griffin, kau adalah Haris. Pria yang pandai dalam segala hal dan memiliki sejuta pesona di mata orang lain, tetapi menjengkelkan bagi ibu dan saudara tirimu.

Berdiri lama-lama di tempat pertama kali dia bangun pun tak ada satu pun kenangan yang muncul. 

Griffin tidak mempermasalahkan walau kenangan buruk yang datang asal dia bisa ingat.

Griffin kira jika dia kembali ke tempatnya ditemukan akan ada petunjuk. Kondisinya sungguh buruk.

Griffin bicara sendiri. "Apa kau akan terus bersamanya tanpa identitas jelas? Memangnya dia tidak kesulitan mengurusmu?" 

Melihat laut terbentang luas rupanya tidak melulu melepas penat. Pikiran Griffin justru tambah kusut ditambah kebaikan yang diberikan Aira terkadang membuatnya merasa tidak enak hati.

***

Aira terbangun akibat sinar matahari masuk jendela kamar. Pagi ini tidak terlalu dingin terbantu hangatnya sinar pagi.

Aira mengambil pakaian dan handuk untuk segera mandi sebelum rebutan dengan Griffin.

Namun begitu dia keluar kamar, Griffin tidak ada di ruang tamu.

"Aku pasti kedahuluan," pikirnya.

Aneh sekali begitu pintu kamar mandi diketuk, justru terbuka dan tidak ada Griffin di dalam.

Aira khawatir dan mencari ke belakang, membuka semua pintu kamar termasuk gudang tempat barang bekas, juga tak ada.

"Griffin!" 

"Ke mana dia pergi pagi-pagi?" 

Jika Griffin berjalan-jalan Aira akan menghajarnya. Kondisi kaki pria itu belum sembuh total.

Aira keluar dan berpapasan dengan Deva yang membawa lauk untuknya.

"Kebetulan kau keluar. Ibu menyuruhku mengantar lauk," ujar Deva.

"Taruh saja di meja."

Deva heran Aira buru-buru pergi ke mana sampai handuk masih ada di lehernya.

"Andai Ibu lihat dia sekarang. Pasti tidak mengelak kalau Aira aneh."

Setelah menaruh lauk di meja, Deva pun keluar mengunci pintu dan menyembunyikan kuncinya di bawah keset.

Aira masih mencari Griffin ke setiap gang sekitar rumah. "Astaga ke mana sih dia?"

Riana yang baru saja keluar rumah melihat Aira lewat. "Sedang apa kau?" Jalan ke rumahnya dari rumah Aira lumayan. "Aku tidak perlu dijemput."

"Aku tidak menjemputmu," jawab Aira terus lewat.

"Benarkah? Lalu apa yang kau lakukan di sini?" Riana kemudian tertawa. "Bawa handuk segala. Memangnya kau mau mandi di jalanan?"

Aira melihat lehernya. Dia jadi tidak waras mencari satu orang.

"Aku bahkan tidak sempat mandi," celetuk Aira.

"Kau tidak bekerja? Cari apa sih?" Riana ikut melihat sekitar barangkali bisa bantu.

Aira hampir lupa bekerja juga. "Ah benar. Kita ke pasar bersama kalau begitu."

"Apa kubilang? Kau menjemputku, tapi malu mengakuinya."

Aira menjemur handuknya di tali yang terpasang depan rumah Riana. "Aku bilang tidak. Mengapa rajin sekali menjemputmu?"

*

"Terima kasih, Bu."

Riana kipas-kipas wajahnya yang hampir terbakar panas. "Hari ini sangat panas kan, Aira?"

Sesudah melayani pembeli Aira satu frekuensi menjawab "iya" pertanyaan Riana.

"Aku perhatikan hari ini kau banyak melamun."

"Aku?" 

"Hm."

"Tidak kok."

"Benarkah?" Riana mungkin salah sangka. "Deva melaut mencari ikan. Nanti malam bolehkah ikut kalian bakar ikan?" 

"Boleh saja."

Riana mengalihkan pandangan ke sebelah kirinya tepat gapura pasar. Dia mengucek mata akibat silau oleh ketampanan pangeran bak jatuh dari langit ke tengah pulau.

"Aira, Aira! Pangeran tanpa kuda putih telah datang!" 

Aira menertawakan imajinasi Riana. "Kuda putihnya hilang ke mana?"

"Lihat dulu! Aku baru tahu ada pria tampan di pulau ini seumur hidupku."

"Memang seberapa tampan dia-- Griffin?"

Aira memastikan dia adalah Griffin.

Mengapa dia di sini setelah menghilang tanpa jejak? 

"Kau kenal pria itu?" Riana rasa mereka saling kenal.

Griffin mendekat ke lapak dagangan Riana untuk bertemu Aira. "Kenapa kau mengunci pintu? Aku tidak bisa masuk."

"Kau kenal aku?" cetus Aira masih kesal ditinggalkan pagi tadi.

Griffin kaget ditanya begitu. "Aku ketiduran di suatu tempat semalam. Pas pulang pintunya terkunci."

"Lalu kenapa kau menemuiku?"

"Tentu saja meminta kunci."

"Aku pikir kau hilang karena pagi tadi sudah tidak ada!" omel Aira.

"Hilang ke mana aku disaat tidak ada tujuan? Jangan marah. Kakiku tidak akan sembuh berjalan kaki untuk meminta kunci rumah. Berikan padaku," pinta Griffin.

"Aku saja tidak sempat mengunci rumah, bagaimana aku tahu kuncinya di mana?"

"Sebentar!" henti Riana diselimuti kebingungan sepanjang mereka bicara rumah, kunci, hilang, dan sebagainya.

Baik Griffin maupun Aira langsung diam menoleh ke arah Riana.

"Sebelumnya maaf mengganggu pembicaraan kalian. Aira, kau kenal pria tamp-- dia?" tanya Riana pelan-pelan.

"Kau bercanda? Aku ke sini jauh-jauh untuk menemuinya buat apa kalau tidak kenal?" sambar Griffin.

"Kupikir kau lupa kita saling kenal," balas Aira.

"Siapa dia?" Riana ingin tahu.

"Dia hanya lewat secara kebetulan."

"Aira. Aku ketiduran di pinggir laut dan langsung pulang tapi kau sudah pergi makanya aku ke pasar. Lewat secara kebetulan? Aku sudah menginap di rumahmu 2 hari 3 malam!"

Riana melotot kaget. "Apa!" 

Aira menghela napas. Tidak perlu susah payah menutupi keberadaan Griffin. Dia muncul sendiri.

"Ikut aku." 

Griffin pasrah lengannya ditarik Aira.

"Aira! Kau berutang penjelasan padaku! Aira!" 

Menyebalkan sekali dia kenal pria tampan diam-diam. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Live with the CEO   Prioritas Utama

    Bak melihat meteor berjatuhan. Pekerja di rumah David Liam menganga tatkala mobil menerobos pemeriksaan dan berhenti menimbulkan decit rem mobil. Terlebih lagi setelah tahu siapa yang keluar dari mobil pors*he. Dialah putra tunggal majikan mereka yang cukup lama hilang. Tukang kebun yang sedang menyiram tanaman gagal fokus menyirami teman sendiri. Sapu yang digunakan menyapu daun kering jatuh saking terkejutnya mereka. "Tuan Muda telah kembali!" Mereka terharu sama-sama berbahagia. Haris bukanlah pria yang peduli atas reaksi orang lain. Dia krisis kepedulian. Dibukanya pintu rumah lebar-lebar hingga cahaya matahari masuk dengan bebas. Nampan berisi semangkuk bubur dan air putih di tangan Yuna jatuh usai menoleh tempat adanya bayangan pria yang semakin jelas kemudian membelalakkan mata. "Ha-Haris?" "Tuan Muda!" Pembantu di hadapan Nyonya Yuna membungkuk sembilan puluh derajat menyaksikan kedatangan tuannya. Pria itu sebetulnya tak ingin munafik menyapa penuh kerinduan apalagi

  • Live with the CEO   Dua Sisi Seorang Haris

    Bradly mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Melihat tubuhnya berada di lantai, dia segera bangun dan merapikan bantal serta selimut milik Haris. Ditambah ingatan semalam menghantui pikirannya. Bradly menampar wajahnya sendiri sampai sakitnya tak terasa. "Kau gila, Bradly." Bradly mengucapkan omong kosong, tetapi beruntung tidak mencaci Haris. "Kau sudah sadar?" Haris keluar dari kamar mandi dengan rambut basah memakai kimono menghampiri Bradly. "Ya. Sepenuhnya." Bradly lantas minta maaf. "Maaf semalam aku mengatakan yang tidak-tidak padamu." Haris tidak masalah. "Jangan pikirkan hal itu. Aku baik-baik saja. Setelah melewati banyak hal aku menerima semua perkataan dan perbuatan orang, yang buruk sekali pun." Bradly tetap merasa bersalah. "Aku minta maaf, Haris." "Tidak, tidak. Namun, kau mudah mabuk sekarang. Semalam cuma minum segelas meracaumu sudah ke mana-mana." Gelas bekas mereka minum semalam bahkan masih di atas meja, belum dibersihkan. "Aku

  • Live with the CEO   Akibat Minum

    #PresdirTopMirrorHidupKembali40,5k Likes10k comments @karyawanmagangTM : Tuhan memberkati @harisliam_tm. Dia hidup! @gagahy68 : Kalau tidak salah adik tirinya menggembor-gemborkan doa bersama atas kematiannya. Apa ini? Dia senang kakaknya mati padahal masih hidup? Wanita jalang. Enyah kau! @khrkn_lee : @gagahy68 Benar. Aku karyawan Top Mirror menjadi saksi ketidaksopanannya. Dia membuat keributan lalu menjambak presdir baru kami @elinaa.liam kemudian pihak @elinaa.liam meminta maaf. @elisha.liam234 harusnya kau berlutut pada adikmu! @jeremythim : Skandal keluarga apa lagi ini... belum tamat kah? Tidak satu pun dari mereka mendukung perdamaian dunia. @hpbee : @elisha.liam234 yang mengumumkan foto Tuan Haris. Kalian tidak tahu, kan? Jangan seenaknya menghina bos kami! @khrkn_lee : hahaha dasar konyol @hpbee. Perangai buruk bosmu diketahui satu negeri. @tianmori : Siapa wanita di sampingnya? Hoho, apa kekasih baru @harisliam_tm? Semoga dijawab. @fansharis : Mungkin, iya. Mereka

  • Live with the CEO   Sisi Baik Sang Presdir dan Keputusannya

    Elisha langsung gemetar diancam langsung oleh Haris, tetapi menutupinya. "Selagi aku bersedia, silakan." **Haris menaruh kasar ponsel di meja lantas menyambar kunci mobil. "Kau mau ke mana?" sahut Aira mencegahnya pergi. "Aku akan membunuhnya kali ini." Bukan omong kosong belaka. Dia bisa membunuh Elisha sekarang supaya memuaskan keinginannya sejak dulu. Mata Haris sangat berapi-api dikuasai amarah. "Temani aku makan dulu!" Entah kenapa Aira bilang begitu selagi berniat mencegah Haris pergi. Aira menahan malu menambahkan, "A-aku jujur be-belum punya uang. Kau punya banyak." Haris menghembuskan napas mengartikan tidak bisa menjawab lagi. "Kau sendiri yang bilang mau mengganti total biaya yang aku keluarkan selama merawatmu." Aira terus usaha membujuk pria itu. "Ayo, aku temani." Aira mengusap pipinya yang sedikit basah dan bisa langsung ceria berhasil meredam kemarahan Haris. Aira memesan burger, pizza, dan soda. Sementara Haris tidak, dia masih kenyang. "Dia tidak akan p

  • Live with the CEO   Elisha Menghubungi Haris

    "Sudah temukan Haris?" "Belum. Maaf, Nona." Digenggam pena dengan erat mendengar jawaban asisten tak berguna. Kenzy mengimbuhkan hasil pencarian sehari penuh, "Hanya kartu kreditnya yang terlacak di pusat perbelanjaan kemarin. Sepertinya Tuan Haris disembunyikan oleh seseorang." Tangan perempuan itu bergerak cepat meraih gelas dan melempar ke lantai mengakibatkan pecahan kaca memantul menggores tulang pipinya. Kenzy tidak bergerak sedikit pun. Luka segaris tidak berarti baginya. "Cari lagi!" bentak Elisha. "Baik." Kenzy keluar dari ruangan presdirnya. Sementara Elisha mengobrak-abrik meja yang dipenuhi berkas penting. "Arrrgh!" Dia teriak frustasi. Dalam kecemasan ini Elisha masih butuh jawaban kembarannya. "Elina." Intonasi suaranya melunak. "Apa ini? Berani sekali kau menghubungiku," jawab Elina di seberang sana. "Aku sibuk. Jangan ganggu- " "Aku lihat Haris. Dia sungguh hidup? Dia kembali?" "Kau melihatnya?" Senyum Elina menghiasi wajahnya. "Bagaimana perasaanmu? Kau

  • Live with the CEO   Pergi Berbelanja

    Aira sedikit kurang nyaman dipandang banyak orang gara-gara outfit yang dikenakan Haris lebih mirip penculik. Haris memakai pakaian dan aksesoris serba hitam. Topi, jaket kulit, masker, celana, bahkan sepatu. "Kau yakin mereka tidak curiga?" bisik Aira. "Keturunan konglomerat harus maksimal dalam penyamaran," jawab Haris merasa baik dan nyaman. "Bukan itu." Aira juga tidak tahu dari kapan tangan mereka gandengan. "Kau lebih mirip penjahat yang menculik seorang gadis." "Aku memang menculikmu." Pria itu sama sekali tidak tersinggung malah bangga disebut penculik. "Benar Deva bilang kepalanya belum sembuh," lirih Aira memalingkan muka sekejap. "Apa yang harus kita beli?" "Pertama! Kita ubah penampilanmu dulu. Setuju?" Haris berdecak pelan. "Hei, aku selalu menawan pakai apa pun. Tidak mau. Kalau ada yang mengenaliku di sini bagaimana? Mau tanggung jawab?" "Katamu kau orang kaya." Aira berani mencibir. Haris berkacak pinggang mengira pergaulan Aira sudah tercemar oleh Elina da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status