Share

3. Bertukar Lagi?

Author: Rizu Key
last update Last Updated: 2021-09-17 08:22:11

Pagi itu Zinnia tengah mematut diri di depan cermin. Menyisir rambutnya agar terlihat rapi. Kemeja berwarna putih serta rok hitam panjang telah ia kenakan. Hari ini merupakan hari penentuannya agar bisa diterima di SJ Grup atau tidak. Zinnia berharap ia dapat diterima menjadi karyawan tetap di perusahaan itu.

Kini gadis itu pun keluar dari kontrakan seluas kurang lebih empat puluh lima meter persegi. Tidak luas memang. Namun, kontrakan itu sudah lebih dari cukup untuk ditinggali satu orang saja.

Zinnia sebenarnya tinggal di sebuah desa di sebuah kota yang disebut kota Adipura Kencana. Ia pindah ke Jakarta untuk mencari kerja. Berharap dapat memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Terutama ayah dan ibunya yang sudah tak muda lagi. Dengan berbekal ijazah kuliah, gadis itu memberanikan diri mengadu nasib di ibu kota.

Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai ke SJ Grup menggunakan sepeda motor. Hari itu Zinnia beserta beberapa orang lainnya hendak mengikuti tes wawancara. Setelah berjam-jam lamanya akhirnya tiba waktu untuk mendapatkan hasil dari wawancara tersebut. Seleksi di SJ Grup memang terbilang ketat. Perusahaan itu memilih kualitas dari para calon karyawannya. Dengan segala rasa cemas serta lelah, Zinnia akhirnya mendapatkan hasil yang ia inginkan. Hal ini juga tak luput dari doa kedua orangtuanya.

"Selamat, Mbak Zinnia Shafira. Anda diterima di perusahaan ini." Seorang pria yang diketahui sebagai salah satu pihak HRD memberikan ucapan selamat pad gadis itu. Zinnia pun dengan senang hati menyambut jabat tangannya.

"Terima kasih, Pak."

"Hari Senin kamu sudah bisa mulai bekerja di sini. Lakukan yang terbaik ya!" ujar pria itu ramah.

 "Baik, Pak. InsyaAllah. Terima kasih banyak, Pak," balas Zinnia sembari tersenyum.

"Ya."

Tak lama kemudian gadis itu kembali menuruni anak-anak tangga yang tempo hari ia lewati. Tak ada satu orang pun yang lewat. Termasuk pria bernama Rey yang ia tabrak. Kembali ia teringat kejadian aneh yang belum pernah ia alami sebelumnya, bahkan dapat dikatakan mustahil untuk terjadi.

'Cowok kemarin mana ya? Kok aku gak lihat dia hari ini? Atau mungkin dia naik lift ya?' batin Zinnia penasaran. Ia benar-benar masih heran dengan kejadian bertukar jiwa itu. Ingin rasanya bertemu pria itu dan membicarakan keanehan yang mereka alami.

***

Setelah tes wawancara yang dilakukan dan Zinnia sudah jelas diterima sebagai karyawan SJ Grup, gadis itu dapat bernapas lega. Impiannya untuk bekerja di perusahaan ternama telah terwujud. Namun, ia tak boleh lengah. Ini merupakan langkah awal kehidupannya yang baru. Ia tak boleh sombong dengan pencapaiannya saat itu.

Hari berikutnya gadis itu mempunyai kesempatan untuk beristirahat mempersiapkan diri di hari berikutnya. Ya. Ini adalah hari Minggu dan Zinnia akan menghabiskan waktunya di kontrakan kecilnya. Gadis itu pun membuka kedua kelopak matanya. Ia lalu duduk dan meregangkan otot-ototnya. Sejenak ia melirik jam pada ponsel yang ia letakkan di dekatnya. Jam lima kurang seperempat pagi. Waktunya sholat subuh. Namun, gadis itu merasa ada yang janggal. Ponsel yang digenggam itu bukan miliknya. Ponsel itu terlalu mahal untuk orang biasa sepertinya.

"Astaghfirullah! Heh?" seru Zinnia dengan suara yang berat. Dengan segera Zinnia melompat dari tempat tidur yang berukuran besar itu. Langsung menghadap pada cermin yang lebih besar darinya. Tampak di sana seorang pria bertubuh tinggi dan berwajah tampan masih mengenakan piyama satin berwarna biru dongker. Pria yang dua hari sebelumnya bertabrakan dengan Zinnia. Pria yang ia ketahui bernama Rey.

"K-kok bisa? Ya ampun," gumam Zinnia yang sudah terjebak di dalam tubuh Rey sembari memegang wajahnya.

'Duh. Kenapa ini? Apa yang harus aku lakukan?' batin Zinnia bingung. Ia merasakan hal yang biasa dirasakan oleh orang yang baru bangun tidur yaitu buang air kecil.

Mau dibuang dia takut, mau ditahan nanti sakit bahkan bisa membuatnya mengompol. Dengan kebimbangan dan rasa takutnya, akhirnya Zinnia terpaksa membuang air seninya. Ia sudah tak bisa menahannya lagi. Gadis itu menutup rapat-rapat kedua matanya. Lalu mengguyurnya dengan menekan tombol pada kloset. Saat hendak membersihkan miliknya, secara spontan Zinnia berteriak keras. Membuat seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Ada apa, Kak?" tanya seseorang dari luar kamar itu. Zinnia mendengar suara pria lain lagi selain dirinya sendiri.

"Siapa itu?" tanya Zinnia dengan suara pelan. Ia pun dengan segera menyelesaikan masalahnya. "Nggak papa," balas Zinnia kemudian dengan setengah berteriak.

"Oh ya udah," balas orang di luar kamarnya setelah beberapa detik kemudian.

Zinnia keluar dari kamar mandi yang terbilang mewah itu lalu mengintip ke luar kamar. Mencari siapa gerangan yang memanggilnya tadi. Namun, ia tak menemukan siapa pun. Yang ia lihat hanya ruangan luas, rapi, dan mewah. Berbeda dengan kontrakan tempatnya tinggal.

Setelah berkutat dengan rasa bingungnya, gadis itu mencubit lengannya sendiri. Sakit. Ternyata itu bukan mimpi. Kejadian bertukar jiwa tempo hari kembali terjadi meski mereka tak saling berbenturan. Dengan segera Zinnia meraih ponsel milik Rey, mencoba untuk menghubungi nomornya. Tetapi sayang, ponsel Rey dipasang password yang tak ia ketahui.

"Ngapain pakai password segala sih?" sungut gadis itu. Ia pun melihat jam pada ponsel itu. Lalu ia meletakkan ponsel mahal itu dan kembali menuju kamar mandi.

Meski masih dalam kebingungan gadis itu tak mau melewatkan kewajibannya. Ia segera mengambil air wudhu lalu mengambil sprei tipis dari lemari karena tak menemukan satu pun sajadah di tempat asing itu. Kini ia bingung. Tak ada mukena yang dapat ia kenakan.

"Tunggu, tunggu. Sekarang aku kan laki-laki, jadi boleh tidak ya sholat dengan cara laki-laki? Tapi aku cewek tulen ...." cicit Zinnia kembali bimbang.

"Ya sudahlah terpaksa," ucapnya lagi sembari mengambil kembali sprei berwarna putih yang digelarnya. Membungkus kepala dan tubuhnya sendiri dengan niat menutupi auratnya.

Barulah setelah selesai menunaikan sholat subuh, Zinnia keluar dari kamar itu. Gadis itu tengah mencari tahu keberadaannya. Ia sekarang tahu bahwa laki-laki bernama Rey itu merupakan orang yang berada. Gadis itu melihat ke sekeliling ruangan dengan manik cokelat gelapnya. Melihat setiap sudut ruangan rumah dengan atap yang cukup tinggi. Ia pun menuruni anak-anak tangga rumah mewah itu. Saat Zinnia sampai di ruang tengah, ia melihat seorang laki-laki yang tampak lebih muda dari Rey tengah duduk sembari meminum teh. Laki-laki itu menatapnya.

"Hai, Kak. Tumben udah bangun?" tanya laki-laki yang tak ia ketahui siapa.

"Kamu siapa?" gumam Zinnia tanpa sadar mengabaikan sapaan dari laki-laki itu.

"Ya ampun, Kak. Apakah sebegitu bencinya Kak Rey sama aku sehingga kakak gak mau mengenali adikmu sendiri?" tanya laki-laki itu.

"Maaf," ucap Zinnia tak enak hati. Jadi laki-laki itu adalah adiknya Rey. Tapi kenapa ia berkata seperti itu? Alasan apa yang membuat sosok Rey membenci adiknya sendiri?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Living with Mr. Arrogant   126. END

    Setelah kepergian putra mereka, Reyner menatap sang istri yang sedang membereskan piring dan gelas kotor. "Kenapa Mas?" tanya Zinnia curiga.Reyner memeluk sang istri dari belakang. "Mumpung Kenang pergi, kita ke atas yuk!" ajak Reyner sembari menempelkan hidungnya pada leher sang istri."Ih. Geli, Mas," ucap Zinnia."Tapi aku pengen, Sayang," bisik Reyner lagi."Tapi ini masih siang, Mas," balas Zinnia menatap kedua mata Reyner."Nggak papa. Ya?" rengek Reyner dengan wajah memohon."Hahhh. Ya udah deh. Tapi aku selesaiin cuci piring dulu, ya?""Nanti aja! Aku cuciin deh," rengek Reyner tak sabar. "Ah lama," sambungnya sembari menggendong Zinnia menuju ke lantai dua.Pintu kembali ditutup rapat dari dalam kamar. Tak lupa Reyner menguncinya. Kembali ia mencumbui sang istri dengan mesra. Meski usia mereka sudah tak muda lagi. Namun, rasa cinta mereka masih ada. Reyner benar-benar menepati janjinya. Akan selalu mencintai Zinnia sa

  • Living with Mr. Arrogant   125. Monopoli

    Reyner dan Zinnia mendapati televisi yang masih menyala. Kemudian mereka melihat anak semata wayangnya tengah tertidur pulas sembari memeluk makanan ringan. Reyner pun dengan hati-hati menggendong putranya. Berniat memindahkannya ke dalam kamar."Emhh. Papi?" gumam Kenang kembali membuka matanya. "Kok Papi sama Mami lama sih di kamar?" tanya anak kecil itu sembari duduk dan mengucek kedua matanya."Maaf ya kalau lama, Sayang." Zinnia mendekati putranya."Mami sama Papi ngapain sih di kamar? Ken kan lapar," protes sang anak menatap wajah kedua orang tuanya."Emmm. Papi habis kasih huku-""Mami sama Papi habis main monopoli," ucap Zinnia memotong kalimat Reyner. Tak ingin anaknya bertanya yang aneh-aneh tentang hukuman dari suaminya."Yah. Kok Ken nggak diajak?" sungut Kenang."Lain kali aja, ya? Kalau Ken udah besar," balas Zinnia sembari mengelus rambut Kenang."Iya deh. Terus yang menang Mami apa Papi?" tanya anak kecil itu pe

  • Living with Mr. Arrogant   124. Hukuman

    Zinnia langsung terkesiap. Sepertinya Reyner kesal padanya."Tapi Ken belum mau bobok, Pi.""Sudah. Kamu masuk kamar dulu. Nanti kalau udah mau makan malam, baru deh Papi panggil," bujuk Reyner pada putranya."Emmmm. Iya deh. Ya udah. Ken mau baca buku cerita yang kemarin dibeliin Papi dulu," ujar Kenang menurut. Anak itu kemudian berjalan memasuki kamarnya.Kini tinggal Zinnia dan Reyner. Pria itu mendekati istrinya. "Apa, Mas?" tanya Zinnia mulai takut."Kau kan yang nyuruh Ken buat kasih serangga ke aku?" tanya Reyner menatap tajam istrinya."Hehe. Iya," balas Zinnia sembari meringis."Kalau begitu sekarang juga kamu aku hukum. Dasar istri kurang ajar!" seru Reyner sembari tersenyum lebar."Ih. Nggak mau," balas Zinnia sembari berlari meninggalkan suaminya. Naik ke lantai dua.Reyner pun mengejar sang istri. Karena kakinya yang panjang, ia mampu menyusul Zinnia. Segera saja pria itu membawa sang istri masuk ke dalam k

  • Living with Mr. Arrogant   123. Oleh-Oleh Untuk Papi

    Mentari mulai menampakkan sinarnya. Zinnia pun mulai mempersiapkan keperluan suami dan putranya. Wanita itu kini tengah menata barang bawaan untuk pergi karyawisata dengan sang anak."Kenang udah siap?" tanya Zinnia menatap putranya yang kini sudah berusia lima tahun lebih. Anak laki-laki itu sudah siap dengan kaos seragam TKnya."Sudah, Mi," jawab Kenang semangat.Beberapa menit kemudian, Kenang dan ibunya pergi berangkat karyawisata bersama anak-anak TK yang lainnya. Zinnia senang melihat keceriaan putranya bersenda gurau dengan anak-anak lain. Mereka pun pergi ke beberapa tempat wisata. Dari melihat sapi yang diperah hingga menghasilkan susu yang berkualitas, hingga ke perkebunan sayur mayur. Ya. Konsep karyawisata kali ini adalah kembali ke alam. Zinnia pun mengambil setiap momen dengan putranya. Mengabadikannya ke dalam gambar."Seneng nggak piknik kaya gini?" tanya Zinnia pada putranya."Seneng banget dong, Mi. Besok kapan-kapan kita ajak Pap

  • Living with Mr. Arrogant   122. Adek

    Sudah hampir tiga tahun usia pernikahan Reyner dan Zinnia. Bahkan sekarang putra pertama mereka sudah menginjak usia dua tahun. Perkembangan kognitifnya terhitung cepat. Bahkan di usianya yang masih kecil, ia sudah bisa menghafalkan doa sehari-hari dan surat-surat pendek dalam Al-Quran. Zinnia sangat bangga pada kemampuan menghafal putranya. Ternyata kecerdasan sang ayah telah menurun padanya.Malam itu Kenang sudah mulai tidur sendiri. Entah mengapa sejak beberapa hari terakhir anak kecil itu ingin memiliki kamarnya sendiri. Kamar berisi buku-buku cerita, mainan, dan tentu saja poster bergambar ikan."Beneran Ken mau bobok sendiri?" tanya Zinnia memastikan. Ia tengah mengantar putranya ke dalam kamar pada lantai satu."Iya, Mi. Ken mau bobok sendili," jawab sang anak sembari menganggukkan kepala dengan yakin."Ya udah kalau gitu. Sini bobok! Mami selimuti," ujar Zinnia sembari menepuk-nepuk kasur berukuran besar dengan seperei bergambar nemo.Kena

  • Living with Mr. Arrogant   121. Papi Ikan

    Sekitar pukul sembilan pagi, Kenang dengan antusias menanti kedatangan ikan koi barunya. Ia tak sabar ingin segera bermain dengan ikan. Hingga pukul jam sembilan lebih, seorang kurir tiba untuk mengantarkan sepuluh ikan koi dengan ukuran yang cukup besar."Pi, Mi! Ikan, ikan!" seru Kenang kegirangan sembari bertepuk tangan dan melompat-lompat. Jeritan histeris karena bahagia pun terdengar. Membuat kedua orangtuanya menggelengkan kepala mereka secara bersamaan."Iya, Sayang." Zinnia mengelus kepala putranya. Lalu menggendong Kenang untuk menghampiri ikan barunya."Ini ditaruh di mana, Pak?" tanya seorang kurir saat meletakkan sebuah box besar."Taruh situ aja," jawab Reyner."Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, ya.""Ya. Makasih, ya," ucap Reyner.Kenang pun menghampiri box berukuran besar itu. Tak sabar ingin segera melihat isinya. Kini giliran Reyner yang bingung mau menempatkan sepuluh ikan koi itu di mana. Pasti tidak akan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status