Pagi itu Zinnia tengah mematut diri di depan cermin. Menyisir rambutnya agar terlihat rapi. Kemeja berwarna putih serta rok hitam panjang telah ia kenakan. Hari ini merupakan hari penentuannya agar bisa diterima di SJ Grup atau tidak. Zinnia berharap ia dapat diterima menjadi karyawan tetap di perusahaan itu.
Kini gadis itu pun keluar dari kontrakan seluas kurang lebih empat puluh lima meter persegi. Tidak luas memang. Namun, kontrakan itu sudah lebih dari cukup untuk ditinggali satu orang saja.
Zinnia sebenarnya tinggal di sebuah desa di sebuah kota yang disebut kota Adipura Kencana. Ia pindah ke Jakarta untuk mencari kerja. Berharap dapat memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Terutama ayah dan ibunya yang sudah tak muda lagi. Dengan berbekal ijazah kuliah, gadis itu memberanikan diri mengadu nasib di ibu kota.
Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai ke SJ Grup menggunakan sepeda motor. Hari itu Zinnia beserta beberapa orang lainnya hendak mengikuti tes wawancara. Setelah berjam-jam lamanya akhirnya tiba waktu untuk mendapatkan hasil dari wawancara tersebut. Seleksi di SJ Grup memang terbilang ketat. Perusahaan itu memilih kualitas dari para calon karyawannya. Dengan segala rasa cemas serta lelah, Zinnia akhirnya mendapatkan hasil yang ia inginkan. Hal ini juga tak luput dari doa kedua orangtuanya.
"Selamat, Mbak Zinnia Shafira. Anda diterima di perusahaan ini." Seorang pria yang diketahui sebagai salah satu pihak HRD memberikan ucapan selamat pad gadis itu. Zinnia pun dengan senang hati menyambut jabat tangannya.
"Terima kasih, Pak."
"Hari Senin kamu sudah bisa mulai bekerja di sini. Lakukan yang terbaik ya!" ujar pria itu ramah.
"Baik, Pak. InsyaAllah. Terima kasih banyak, Pak," balas Zinnia sembari tersenyum.
"Ya."
Tak lama kemudian gadis itu kembali menuruni anak-anak tangga yang tempo hari ia lewati. Tak ada satu orang pun yang lewat. Termasuk pria bernama Rey yang ia tabrak. Kembali ia teringat kejadian aneh yang belum pernah ia alami sebelumnya, bahkan dapat dikatakan mustahil untuk terjadi.
'Cowok kemarin mana ya? Kok aku gak lihat dia hari ini? Atau mungkin dia naik lift ya?' batin Zinnia penasaran. Ia benar-benar masih heran dengan kejadian bertukar jiwa itu. Ingin rasanya bertemu pria itu dan membicarakan keanehan yang mereka alami.
***
Setelah tes wawancara yang dilakukan dan Zinnia sudah jelas diterima sebagai karyawan SJ Grup, gadis itu dapat bernapas lega. Impiannya untuk bekerja di perusahaan ternama telah terwujud. Namun, ia tak boleh lengah. Ini merupakan langkah awal kehidupannya yang baru. Ia tak boleh sombong dengan pencapaiannya saat itu.
Hari berikutnya gadis itu mempunyai kesempatan untuk beristirahat mempersiapkan diri di hari berikutnya. Ya. Ini adalah hari Minggu dan Zinnia akan menghabiskan waktunya di kontrakan kecilnya. Gadis itu pun membuka kedua kelopak matanya. Ia lalu duduk dan meregangkan otot-ototnya. Sejenak ia melirik jam pada ponsel yang ia letakkan di dekatnya. Jam lima kurang seperempat pagi. Waktunya sholat subuh. Namun, gadis itu merasa ada yang janggal. Ponsel yang digenggam itu bukan miliknya. Ponsel itu terlalu mahal untuk orang biasa sepertinya.
"Astaghfirullah! Heh?" seru Zinnia dengan suara yang berat. Dengan segera Zinnia melompat dari tempat tidur yang berukuran besar itu. Langsung menghadap pada cermin yang lebih besar darinya. Tampak di sana seorang pria bertubuh tinggi dan berwajah tampan masih mengenakan piyama satin berwarna biru dongker. Pria yang dua hari sebelumnya bertabrakan dengan Zinnia. Pria yang ia ketahui bernama Rey.
"K-kok bisa? Ya ampun," gumam Zinnia yang sudah terjebak di dalam tubuh Rey sembari memegang wajahnya.
'Duh. Kenapa ini? Apa yang harus aku lakukan?' batin Zinnia bingung. Ia merasakan hal yang biasa dirasakan oleh orang yang baru bangun tidur yaitu buang air kecil.
Mau dibuang dia takut, mau ditahan nanti sakit bahkan bisa membuatnya mengompol. Dengan kebimbangan dan rasa takutnya, akhirnya Zinnia terpaksa membuang air seninya. Ia sudah tak bisa menahannya lagi. Gadis itu menutup rapat-rapat kedua matanya. Lalu mengguyurnya dengan menekan tombol pada kloset. Saat hendak membersihkan miliknya, secara spontan Zinnia berteriak keras. Membuat seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Ada apa, Kak?" tanya seseorang dari luar kamar itu. Zinnia mendengar suara pria lain lagi selain dirinya sendiri.
"Siapa itu?" tanya Zinnia dengan suara pelan. Ia pun dengan segera menyelesaikan masalahnya. "Nggak papa," balas Zinnia kemudian dengan setengah berteriak.
"Oh ya udah," balas orang di luar kamarnya setelah beberapa detik kemudian.
Zinnia keluar dari kamar mandi yang terbilang mewah itu lalu mengintip ke luar kamar. Mencari siapa gerangan yang memanggilnya tadi. Namun, ia tak menemukan siapa pun. Yang ia lihat hanya ruangan luas, rapi, dan mewah. Berbeda dengan kontrakan tempatnya tinggal.
Setelah berkutat dengan rasa bingungnya, gadis itu mencubit lengannya sendiri. Sakit. Ternyata itu bukan mimpi. Kejadian bertukar jiwa tempo hari kembali terjadi meski mereka tak saling berbenturan. Dengan segera Zinnia meraih ponsel milik Rey, mencoba untuk menghubungi nomornya. Tetapi sayang, ponsel Rey dipasang password yang tak ia ketahui.
"Ngapain pakai password segala sih?" sungut gadis itu. Ia pun melihat jam pada ponsel itu. Lalu ia meletakkan ponsel mahal itu dan kembali menuju kamar mandi.
Meski masih dalam kebingungan gadis itu tak mau melewatkan kewajibannya. Ia segera mengambil air wudhu lalu mengambil sprei tipis dari lemari karena tak menemukan satu pun sajadah di tempat asing itu. Kini ia bingung. Tak ada mukena yang dapat ia kenakan.
"Tunggu, tunggu. Sekarang aku kan laki-laki, jadi boleh tidak ya sholat dengan cara laki-laki? Tapi aku cewek tulen ...." cicit Zinnia kembali bimbang.
"Ya sudahlah terpaksa," ucapnya lagi sembari mengambil kembali sprei berwarna putih yang digelarnya. Membungkus kepala dan tubuhnya sendiri dengan niat menutupi auratnya.
Barulah setelah selesai menunaikan sholat subuh, Zinnia keluar dari kamar itu. Gadis itu tengah mencari tahu keberadaannya. Ia sekarang tahu bahwa laki-laki bernama Rey itu merupakan orang yang berada. Gadis itu melihat ke sekeliling ruangan dengan manik cokelat gelapnya. Melihat setiap sudut ruangan rumah dengan atap yang cukup tinggi. Ia pun menuruni anak-anak tangga rumah mewah itu. Saat Zinnia sampai di ruang tengah, ia melihat seorang laki-laki yang tampak lebih muda dari Rey tengah duduk sembari meminum teh. Laki-laki itu menatapnya.
"Hai, Kak. Tumben udah bangun?" tanya laki-laki yang tak ia ketahui siapa.
"Kamu siapa?" gumam Zinnia tanpa sadar mengabaikan sapaan dari laki-laki itu.
"Ya ampun, Kak. Apakah sebegitu bencinya Kak Rey sama aku sehingga kakak gak mau mengenali adikmu sendiri?" tanya laki-laki itu.
"Maaf," ucap Zinnia tak enak hati. Jadi laki-laki itu adalah adiknya Rey. Tapi kenapa ia berkata seperti itu? Alasan apa yang membuat sosok Rey membenci adiknya sendiri?
Mendengar permintaan maaf darinya, laki-laki itu tampak kaget. Seolah baru pertama kali mendengarnya."Kamu lagi apa?" tanya Zinnia mencoba mencairkan suasana. Tak lupa ia memasang senyuman ramah yang terukir di wajah tampan Rey. Gadis itu tak segera mendapatkan jawaban dari adiknya itu. Yang terlihat laki-laki itu masih memandanginya penuh ketidakpercayaan."Eh i-ini lagi minum teh, Kak," balas sang adik."Oh." Zinnia mengangguk-anggukkan kepalanya."Kak Rey mau? Aku buatin," tawar sang adik yang tak diketahui namanya itu. Ingin rasanya Zinnia menanyakan nama sang adik. Akan tetapi ia takut akan membuatnya bertambah bingung."Nggak usah. Biar mb-kakak buat sendiri aja," balas Zinnia masih tersenyum. Ia lalu megambil sebuah cangkir berukuran sedang dan segera membuat teh celup yang sama dengan adik Rey.Gadis itu kemudian duduk di hadapan laki-laki itu. Sang adik masih terus menatapnya. Karena canggung, adik Rey pun memainkan ponselnya sendi
Zinnia sudah kembali ke dalam tubuhnya sendiri di hari berikutnya. Ia bersyukur atas jiwanya yang telah kembali, eh. Satu hari sebelumnya bahkan terasa seperti mimpi. Meski ia terjebak di dalam tubuh pria menyebalkan seperti Rey, tetapi keluarga laki-laki itu benar-benar hangat. Sungguh keluarga yang bahagia di matanya. Gadis itu jadi teringat dengan kedua orangtuanya yang tinggal di desa. Rindu.Setelah terbangun dari tidurnya, Zinnia baru sadar bahwa pakaiannya telah berganti. Berbeda dengan pakaian yang ia pakai di hari sebelumnya. Ia hanya memakai tank top dan hot pant. Ternyata Rey telah melanggar janjinya. Tunggu, memangnya sejak kapan mereka membuat janji? Gadis itu bahkan tak nyaman dengan pakaian dalam yang dipakainya. Terutama bra yang ia pakai. Pengaitnya tak terpasang dengan benar."Parah tuh cowok," sungut Zinnia sembari membetulkan pakaiannya. Ia membayangkan bagaimana Rey kesusahan mengenakan pakaian wanita. Rona merah pun muncul di ked
Hari ini merupakan hari kedua Zinnia bekerja. Gadis itu selalu rutin bangun pagi. Namun, dirinya kembali dibuat heran. Gadis itu kembali bertukar jiwa dengan pria asing bernama Rey yang ia temui lima hari yang lalu. Kini ia kembali berada di atas tempat tidur besar dan mewah milik Rey."Duh Gusti. Kenapa kejadian lagi?" gumam Zinnia frustasi sembari mengusap wajah Rey dengan kedua tangannya.Gadis itu kemudian beranjak dari tempat nyaman dan empuk itu. Kembali melakukan hal yang sama saat pertama kali ia berada di tempat itu. Setelah selesai, Zinnia memeriksa ponsel mahal milik Rey."Nggak dipassword lagi?" gumamnya. Ia merasa Rey sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Belum sempat ia memasukkan nomornya, panggilan datang. Panggilan itu dari nomor ponselnya sendiri. Ternyata Rey menghubunginya terlebih dulu."Halo?""Ternyata kamu sudah bangun ya, cewek bar-bar?" tanya Rey dengan suara wanita milik Zinnia."Ap
Mobil itu pun meninggalkan kontrakan kecil milik Zinnia. Setelah tak terlihat lagi, Zinnia yang berada di dalam tubuh Rey langsung menarik lengan kecilnya dan menutup rapat pintu kontrakan itu. Zinnia menatap dirinya sendiri dari atas ke bawah dan kebalikannya."Kamu gak macem-macem, kan?" tanya Zinnia curiga."Ngapain juga macem-macem," balas Rey tanpa menatap kedua matanya sendiri. Zinnia hanya menaikkan kedua alisnya."Mana ponselku?" tagih Rey meminta ponselnya."Nih!" Zinnia memberikan ponsel itu pada sang pemilik asli. Gadis itu pun berjalan memasuki kamarnya untuk mengambil ponsel miliknya."Jadi, sekarang kamu harus mandi! Aku udah lakuin perintah kamu, kamu harus berangkat kerja gantiin aku hari ini!" ujar Zinnia saat ia sudah kembali ke ruang tamu. Rey masih sibuk dengan ponselnya."Dengerin gak sih?" sungut Zinnia kesal."Iya denger." Rey membalas tatapan kesal Zinnia. Mereka pun saling bertatapan."Jadi cepat mandi!
Di hari ke enam, gadis itu kembali bekerja di SJ Grup. Ia sudah kembali ke tubuhnya. Pada hari sebelumnya ia terpaksa sudah berani izin tidak bekerja. Padahal ia baru saja diterima di perusahaan besar itu.'Semoga aku gak dipecat sama Pak Direktur,' batin Zinnia penuh harap."Zin. Kamu udah sembuh? Kata Pak Ketua kamu sakit," tanya Desi tatkala gadis itu duduk di kursi kerjanya. Zinnia menatap seniornya dan tersenyum tipis. Ini semua gara-gara Rey yang membuat izin palsu untuknya."Sudah sembuh kok, Mbak Des," jawab Zinnia terpaksa berbohong."Syukur deh kalau udah sembuh. Tapi lain kali kalau gak parah-parah amat jangan izin ya! Nanti kamu bisa dipecat kalau sering izin," ucap Desi memperingatkan."Ba-baik, Mbak. Akan aku usahakan. Makasih ya, Mbak," tutur Zinnia sembari menganggukkan kepalanya.Gadis itu kini kembali berkutat dengan layar monitor pada meja kerjanya. Melanjutkan pekerjaannya yang tertunda di hari sebelumnya. Hingga seorang
"Mas Rey?" gumam Zinnia. Mata gadis itu membulat saking kagetnya.Tertulis di atas meja kerja itu sebuah nama dan jabatan pria yang beberapa hari ini membuatnya kesal. Reyner Eka Sukmajaya, seorang Direktur Utama di SJ Grup. Dan nama SJ Grup diambil dari nama belakang pria itu. Zinnia tersadar bahwa selama ini ia berlaku kurang ajar pada atasannya. Dan inilah mengapa ia tak dapat bertemu pria yang bertukar jiwa dengannya. Strata mereka jauh berbeda."Kamu pasti tahu kan kenapa manajer Dani memanggilmu?" tanya Rey dengan sengaja. Zinnia hanya terdiam. Ia masih syok dengan apa yang dilihatnya."Kamu dipecat karena tidak bekerja di hari keduamu," imbuh Rey dengan suara dinginnya yang berat. Memangnya salah siapa Zinnia jadi tak berangkat kerja, Rey?"Maaf, Mas. Eh, Pak. Tapi kan yang membuat izin kemarin Pak Reyner. Bukan saya. Jadi, secara teknis itu Pak Reyner yang tidak masuk kerja," ujar Zinnia mencoba membela diri. Sebenarnya ia sangat kesal. Akan tetap
Seperti yang telah diduga sebelumnya, pada hari Kamis itu Zinnia dan Rey kembali bertukar jiwa. Dengan terpaksa Zinnia harus berpura-pura menjadi direktur utama perusahaan SJ Grup. Perusahaan besar yang bergerak di bidang properti. Hari itu juga, saat Zinnia sedang bersiap berangkat ke kantor dari rumah mewah Rey, ia melihat sang pemilik SJ Grup secara langsung. Bahkan ia dapat duduk pada satu meja makan yang sama.Berbeda dengan Rey, sosok Haris Sukmajaya begitu berwibawa. Pria yang sudah berusia enam puluh tahun lebih itu masih terlihat segar bugar. Tampaknya Haris sudah merawat tubuhnya dengan baik.Suasana begitu sunyi saat semua orang menikmati makan paginya. Hanya terdengar suara sendok logam dan piring keramik yang saling beradu. Setelah selesai, Zinnia yang terjebak di dalam tubuh Rey hanya bisa diam. Ia tak ingin membuat kesalahan di depan mata pemilik perusahaan itu. Sekarang gadis itu baru tahu, tingkatan dirinya dan sang direktur utama sangatlah berbeda.
Reyner menatap tajam wajahnya sendiri. Zinnia pun membalas tatapannya itu dengan wajah kesal. Gadis itu mencoba untuk menahan amarahnya agar tak mencakar wajahnya sendiri."Dengar! Aku juga tak mau bertukar jiwa dengan karyawan biasa sepertimu. Dan asalkan kamu tahu, jika masalah ini sudah selesai aku akan langsung memecatmu," ancam Rey dengan sinisnya. Pria itu menarik dasi miliknya yang dipakai oleh Zinnia. Gadis itu hanya bisa terdiam mendengarkan ancaman direktur dingin itu.‘Memangnya kapan masalah ini akan selesai? Sok tahu banget nih si bos rese,' umpat Zinnia tentunya dalam hati. Bisa gawat jika ia mengutarakannya secara terang-terangan."Jadi, apa Pak Rey punya rencana?" tanya Zinnia mencoba memberanikan diri."Sampai saatnya tiba. Setidaknya kita akan mencari tahu bagaimana pun caranya," tegas Rey."Dan kita harus sepakat bahwa hal ini tak boleh diketahui oleh siapa pun. Aku tak mau mendapat kesulitan dan diremehkan oleh orang perus