Bagaimana rasanya jika jiwamu tiba-tiba bertukar dengan orang yang tak dikenal? Apalagi orang itu super sombong dan meyebalkan! Zinnia Shafira, seorang gadis manis bertubuh mungil dan penuh energi. Suatu hari harus mengalami hal aneh saat ia melompat menuruni tangga. Dirinya bertabrakan dengan seorang pria asing dan sialnya saling bertukar jiwa. Ternyata pria asing itu adalah direktur utama perusahaan tempat gadis itu bekerja, Reyner Eka Sukmajaya. Direktur dingin, sombong, dan suka seenaknya. Setelah reka ulang kejadian, mereka pun bisa kembali. Namun, di hari berikutnya jiwa mereka kembali bertukar. Hal itu terus terjadi dan mengganggu kelangsungan hidup mereka. Reyner lalu memaksa Zinnia untuk tinggal di rumahnya. Hingga perjanjian pernikahan pun mereka buat untuk menjaga nama baik keduanya. Cinta akhirnya tumbuh karena sering bersama. Namun, mengapa Zinnia terluka? Lalu adakah cara agar mereka kembali normal? Apakah kisah cinta mereka akan berakhir saat mereka kembali?
View MoreSeorang gadis tengah berlari-lari kecil menuruni anak-anak tangga yang banyak jumlahnya. Rambutnya yang pendek di bawah telinga menari-nari mengikuti langkah kakinya. Hatinya sedang senang di siang yang cerah itu. Ia baru saja lulus pada tahapan pertama untuk melamar kerja di SJ Grup. Salah satu perusahaan besar di kota itu.
Namanya Zinnia Shafira. Nama depannya diambil dari nama bunga yakni bunga kertas yang berasal dari Meksiko. Namanya memiliki makna simbolis sebagai rasa cinta, pengingat, serta ketahanan diri. Sedangkan Shafira diambil dari kata sapphire yang berarti indah, cerdas, dan penuh semangat. Zinnia merupakan gadis yang penuh dengan semangat. Ia juga memiliki rasa kasih sayang seperti namanya. Wajahnya bisa dibilang cantik dengan bentuk bulat, kecil, serta pipi sedikit chubby. Bulu matanya lentik dengan alis yang tak terlalu tebal, dan hidungnya terbilang mancung. Tubuhnya yang tak terlalu tinggi menambah kesan imutnya. Ia baru saja lulus kuliah di usianya yang ke dua puluh tiga. Kini Zinnia mengadu nasib dengan melamar kerja sebagai karyawan di perusahaan itu.
Sebenarnya ada lift di perusahaan besar itu. Namun, ia tak bisa menggunakan fasilitas itu karena sedang dalam perbaikan. Alhasil ia harus berlari-lari kecil melewati tangga dari lantai tiga. Saking senangnya, ketika ia berlari melewati tangga, ia tak memperhatikan ada orang yang muncul dari sudut tangga. Hendak melangkah naik melawan arah dengan gadis itu. Saat itu juga Zinnia melompat pada tangga terakhir kedua atau ketiga.
BRUK
Terdengar suara benturan yang cukup keras. Zinnia tanpa sengaja menabrak orang itu. Mereka pun terjatuh. Kesalahannyalah karena ia melompat pada tangga terakhir di lantai dua. Kepalanya terasa pening. Kadua orang yang bertabrakan itu pun sama-sama merintih kesakitan sembari mengusap kepala mereka masing-masing.
Gadis itu membuka kedua matanya. Kini posisi mereka tampak aneh. Gadis itu terjatuh mendarat tepat berada di atas tubuh pria tinggi yang ditabraknya. Namun, gadis itu menatap bingung pria di hadapannya. Begitu pula pria itu setelah menguasai rasa sakit pada kepalanya.
"Eh? Kok bisa kamu?" seru sang pria menatap gadis yang masih menindihnya dengan wajah bingung.
"Eh? Suaraku?" ucap pria itu mulai panik. Gadis itu pun mundur dan duduk di sampingnya. Masih sama-sama syok dengan apa yang dilihatnya.
Pria itu mencoba memahami apa yang terjadi. Ia meraba wajahnya sendiri. Lalu menatap gadis yang masih diam kebingungan tapi tetap tenang.
"Kok bisa? Eh? Eh? Kenapa bisa gini?" tanya pria itu lagi bertambah panik. Ia melihat pakaian yang dikenakannya bukanlah pakaian yang ia pakai di hari itu.
"Jadi kita bertukar jiwa?" tanya gadis itu masih terlihat tenang. Namun, dalam hati ia merasa sangat bingung dan tak percaya dengan apa yang sedang menimpanya.
"Apa? Bertukar jiwa?" Sang pria menatap tak percaya pada ucapan gadis itu yang merupakan dirinya sendiri.
"Aku juga tidak percaya. Tapi ini beneran nyata," ujar gadis itu sembari melihat kedua tangannya sendiri. Tangan itu lebih kecil dari tangannya yang sebenarnya.
Jiwa pria itu kini berada di dalam tubuh gadis yang tadi menabraknya. Ia lalu ikut meraba wajahnya. Terus turun meraba dadanya. Membuat sang pemilik asli mendelik melihat aksinya.
"Stop! Jangan seenaknya menyentuh tubuhku dong!" seru sang pemilik asli sembari menahan tangannya sendiri. Ia malu meski tangannya sendiri yang menyentuhnya. Namun, yang berada di dalam tubuh gadis itu adalah seorang pria asing yang ia tabrak secara tak sengaja.
"Aku cuma mau memeriksanya. Apakah benar kita bertukar jiwa dan tubuh kita?" tanya gadis itu sembari menatap dingin ke arah pria yang menahan kedua tangannya.
"Periksa ya periksa aja! Gak usah sampai pegang-pegang segala!" larang si pria dengan jiwa Zinnia. Ia masih mendelik marah.
"Lalu? Ini semua kan salahmu. Kamu yang menabrakku sampai kita bertukar jiwa seperti ini," cecar si pria yang terjebak di tubuh Zinnia. Sadar diri, Zinnia akhirnya melepaskan genggamannya.
"Maaf." Gadis itu berucap sembari sedikit memundurkan tubuh tingginya.
Kini ia bingung apa yang harus ia lakukan. Bagaimana caranya agar mereka bisa kembali pada tubuh masing-masing? Apakah mereka akan bertukar jiwa selamanya? Zinnia tak mau terjebak di dalam tubuh pria yang bahkan tak dikenalinya. Sunyi sesaat. Hanya ada suara-suara di dalam kepala Zinnia.
"Kalau kita beneran bertukar jiwa dan tubuh, berarti ...." gumam pria itu sembari menggerakkan tangan kecilnya lagi. Pandangannya menuju ke bawah. Menatap lurus rok yang dipakai Zinnia.
Zinnia langsung terkesiap. Betapa kurang ajarnya pria yang berada di dalam tubuhnya. Ia tak akan memaafkan pria itu jika sampai berbuat macam-macam padanya.
"Mau apa kamu? Jangan macam-macam ya!" seru Zinnia lagi. Kali ini ia menahan tubuh miliknya dengan cara memeluknya. Kepalanya menahan di perutnya sendiri.
"Awas aja kalau kamu macam-macam! Sudah kubilang untuk gak menyentuhku!" tegas Zinnia lagi dengan kesal. Kali ini pelukannya lebih erat. Dengan tubuhnya yang tinggi dan kekar, kini ia memiliki kekuatan yang lebih besar.
"Sakit! Lepasin kenapa, sih? Memangnya siapa juga yang tertarik dengan perempuan kecil sepertimu?" seru pria itu dengan suara wanita Zinnia.
"Apa? Kecil? Kau menghinaku?" tanya Zinnia semakin dongkol.
"Dasar perempuan bar-bar! Lepasin atau aku beneran akan melakukannya!" seru pria itu lagi, masih dengan suara wanita.
"Jahat sekali kamu ngatain perempuan!" Zinnia masih menahan pria di tubuhya agar tak melakukan apa yang ia ucapkan.
"Rey. Kamu sedang apa?" Sebuah suara tiba-tiba menghentikan perdebatan sengit kedua orang itu.
Setelah kepergian putra mereka, Reyner menatap sang istri yang sedang membereskan piring dan gelas kotor. "Kenapa Mas?" tanya Zinnia curiga.Reyner memeluk sang istri dari belakang. "Mumpung Kenang pergi, kita ke atas yuk!" ajak Reyner sembari menempelkan hidungnya pada leher sang istri."Ih. Geli, Mas," ucap Zinnia."Tapi aku pengen, Sayang," bisik Reyner lagi."Tapi ini masih siang, Mas," balas Zinnia menatap kedua mata Reyner."Nggak papa. Ya?" rengek Reyner dengan wajah memohon."Hahhh. Ya udah deh. Tapi aku selesaiin cuci piring dulu, ya?""Nanti aja! Aku cuciin deh," rengek Reyner tak sabar. "Ah lama," sambungnya sembari menggendong Zinnia menuju ke lantai dua.Pintu kembali ditutup rapat dari dalam kamar. Tak lupa Reyner menguncinya. Kembali ia mencumbui sang istri dengan mesra. Meski usia mereka sudah tak muda lagi. Namun, rasa cinta mereka masih ada. Reyner benar-benar menepati janjinya. Akan selalu mencintai Zinnia sa
Reyner dan Zinnia mendapati televisi yang masih menyala. Kemudian mereka melihat anak semata wayangnya tengah tertidur pulas sembari memeluk makanan ringan. Reyner pun dengan hati-hati menggendong putranya. Berniat memindahkannya ke dalam kamar."Emhh. Papi?" gumam Kenang kembali membuka matanya. "Kok Papi sama Mami lama sih di kamar?" tanya anak kecil itu sembari duduk dan mengucek kedua matanya."Maaf ya kalau lama, Sayang." Zinnia mendekati putranya."Mami sama Papi ngapain sih di kamar? Ken kan lapar," protes sang anak menatap wajah kedua orang tuanya."Emmm. Papi habis kasih huku-""Mami sama Papi habis main monopoli," ucap Zinnia memotong kalimat Reyner. Tak ingin anaknya bertanya yang aneh-aneh tentang hukuman dari suaminya."Yah. Kok Ken nggak diajak?" sungut Kenang."Lain kali aja, ya? Kalau Ken udah besar," balas Zinnia sembari mengelus rambut Kenang."Iya deh. Terus yang menang Mami apa Papi?" tanya anak kecil itu pe
Zinnia langsung terkesiap. Sepertinya Reyner kesal padanya."Tapi Ken belum mau bobok, Pi.""Sudah. Kamu masuk kamar dulu. Nanti kalau udah mau makan malam, baru deh Papi panggil," bujuk Reyner pada putranya."Emmmm. Iya deh. Ya udah. Ken mau baca buku cerita yang kemarin dibeliin Papi dulu," ujar Kenang menurut. Anak itu kemudian berjalan memasuki kamarnya.Kini tinggal Zinnia dan Reyner. Pria itu mendekati istrinya. "Apa, Mas?" tanya Zinnia mulai takut."Kau kan yang nyuruh Ken buat kasih serangga ke aku?" tanya Reyner menatap tajam istrinya."Hehe. Iya," balas Zinnia sembari meringis."Kalau begitu sekarang juga kamu aku hukum. Dasar istri kurang ajar!" seru Reyner sembari tersenyum lebar."Ih. Nggak mau," balas Zinnia sembari berlari meninggalkan suaminya. Naik ke lantai dua.Reyner pun mengejar sang istri. Karena kakinya yang panjang, ia mampu menyusul Zinnia. Segera saja pria itu membawa sang istri masuk ke dalam k
Mentari mulai menampakkan sinarnya. Zinnia pun mulai mempersiapkan keperluan suami dan putranya. Wanita itu kini tengah menata barang bawaan untuk pergi karyawisata dengan sang anak."Kenang udah siap?" tanya Zinnia menatap putranya yang kini sudah berusia lima tahun lebih. Anak laki-laki itu sudah siap dengan kaos seragam TKnya."Sudah, Mi," jawab Kenang semangat.Beberapa menit kemudian, Kenang dan ibunya pergi berangkat karyawisata bersama anak-anak TK yang lainnya. Zinnia senang melihat keceriaan putranya bersenda gurau dengan anak-anak lain. Mereka pun pergi ke beberapa tempat wisata. Dari melihat sapi yang diperah hingga menghasilkan susu yang berkualitas, hingga ke perkebunan sayur mayur. Ya. Konsep karyawisata kali ini adalah kembali ke alam. Zinnia pun mengambil setiap momen dengan putranya. Mengabadikannya ke dalam gambar."Seneng nggak piknik kaya gini?" tanya Zinnia pada putranya."Seneng banget dong, Mi. Besok kapan-kapan kita ajak Pap
Sudah hampir tiga tahun usia pernikahan Reyner dan Zinnia. Bahkan sekarang putra pertama mereka sudah menginjak usia dua tahun. Perkembangan kognitifnya terhitung cepat. Bahkan di usianya yang masih kecil, ia sudah bisa menghafalkan doa sehari-hari dan surat-surat pendek dalam Al-Quran. Zinnia sangat bangga pada kemampuan menghafal putranya. Ternyata kecerdasan sang ayah telah menurun padanya.Malam itu Kenang sudah mulai tidur sendiri. Entah mengapa sejak beberapa hari terakhir anak kecil itu ingin memiliki kamarnya sendiri. Kamar berisi buku-buku cerita, mainan, dan tentu saja poster bergambar ikan."Beneran Ken mau bobok sendiri?" tanya Zinnia memastikan. Ia tengah mengantar putranya ke dalam kamar pada lantai satu."Iya, Mi. Ken mau bobok sendili," jawab sang anak sembari menganggukkan kepala dengan yakin."Ya udah kalau gitu. Sini bobok! Mami selimuti," ujar Zinnia sembari menepuk-nepuk kasur berukuran besar dengan seperei bergambar nemo.Kena
Sekitar pukul sembilan pagi, Kenang dengan antusias menanti kedatangan ikan koi barunya. Ia tak sabar ingin segera bermain dengan ikan. Hingga pukul jam sembilan lebih, seorang kurir tiba untuk mengantarkan sepuluh ikan koi dengan ukuran yang cukup besar."Pi, Mi! Ikan, ikan!" seru Kenang kegirangan sembari bertepuk tangan dan melompat-lompat. Jeritan histeris karena bahagia pun terdengar. Membuat kedua orangtuanya menggelengkan kepala mereka secara bersamaan."Iya, Sayang." Zinnia mengelus kepala putranya. Lalu menggendong Kenang untuk menghampiri ikan barunya."Ini ditaruh di mana, Pak?" tanya seorang kurir saat meletakkan sebuah box besar."Taruh situ aja," jawab Reyner."Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, ya.""Ya. Makasih, ya," ucap Reyner.Kenang pun menghampiri box berukuran besar itu. Tak sabar ingin segera melihat isinya. Kini giliran Reyner yang bingung mau menempatkan sepuluh ikan koi itu di mana. Pasti tidak akan p
Zinnia tersenyum melihat wajah bingung suaminya. Wanita itu tahu apa yang diminta putranya. Segera saja ia mengambil tremos kecil, botol bayi, serta susu bubuk untuk Kenang. Beberapa menit kemudian susu hangat sudah jadi."Nih minumnya, Sayang," ucap Zinnia sembari memberikan botol pada Kenang. Bayi laki-laki itu langsung meminum susunya dengan lahap."Oh. Haus," ucap Reyner bergantian memegangi botol itu."Iya, Papi. Adek haus." Zinnia menjawab seolah mewakili putranya. Perlahan-lahan bayi laki-laki itu mulai mengantuk."Papi juga haus nih, Mi," bisik Reyner di telinga sang istri."Oh. Papi haus? Ya udah Mami ambilin minum bentar," balas Zinnia sembari berdiri.Reyner menahan lengan sang istri. Zinnia pun menoleh menatap suaminya dengan heran. "Kenapa, Mas? Apa lagi? Aku ambilin sekalian," ucapnya."Bukan haus itu. Sini duduk!" anjur Reyner sedikit kesal. Zinnia pun kembali duduk di samping suaminya."Aku haus ini," bisik Reyn
"Sudah siap belum, Mi?" tanya Reyner pada sang istri yang sedang menyisir rambutnya. Kini rambut Zinnia sudah sedikit lebih panjang."Iya, Pi. Bentar," jawab Zinnia menyelesaikan persiapannya.Setelah selesai, Zinnia menghampiri Reyner yang sedang duduk menunggunya di sofa. Wanita itu tersenyum melihat kedua jagoannya. Reyner sudah memakai jas rapi sembari memangku sang anak yang kini sudah berusia empat bulan."Sini. Kenang sama Mami, ya," ajak Zinnia pada putranya. Wanita itu kemudian menggendong Kenang dengan gendongan bayi."Nggak aku aja yang gendong?" tanya Reyner saat menyerahkan putranya."Jangan, Pi. Papi kan pakai jas," jawab Zinnia."Oh. Ya udah," balas Reyner."Ini benerin dulu, Pi," ujar Zinnia saat melihat kerah baju suaminya. Segera saja ia membetulkan kerah tersebut."Dah. Yuk, Pi. Kita berangkat!" ajak Zinnia sembari menatap Kenang. Bayi itu kemudian terkekeh kegirangan."Ya udah. Ayo, Mi!" Reyner pun me
Kenang pun langsung terdiam setelah menerima ASI dari sang ibu. Kedua matanya perlahan-lahan mulai terpejam. Sepertinya bayi mungil itu memang sudah waktunya mengantuk.Di luar kamar, Reyner tengah memberikan koordinasi pada panitia aqiqoh putranya. Pak Haris dan Pak Agus pun ikut menemani pria itu. Hingga ketika acara hendak dimulai, Reyner mencari istri dan anaknya. Bella yang mengetahui gelagat Reyner pun memberitahukan pria itu keberadaan sahabatnya."Pak Rey. Zin ada di kamar lantai satu. Di pojok sana," ucap Bella sembari menunjukkan tempat yang ia maksud."Oh. Oke, Bel. Makasih," balas Reyner.Pria itu pun menghampiri sang istri. Reyner melihat Zinnia yang sedang memangku putranya yang tertidur pulas. Ia kemudian tersenyum."Sayang. Acara udah mau dimulai," tutur Reyner dengam suara pelan.Zinnia menoleh menatap suaminya. "Iya, Mas," jawab Zinnia tak kalah pelan.Dengan hati-hati wanita itu berjalan menuju halaman bela
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments