Share

7. Di Kontrakan

Mobil itu pun meninggalkan kontrakan kecil milik Zinnia. Setelah tak terlihat lagi, Zinnia yang berada di dalam tubuh Rey langsung menarik lengan kecilnya dan menutup rapat pintu kontrakan itu. Zinnia menatap dirinya sendiri dari atas ke bawah dan kebalikannya.

"Kamu gak macem-macem, kan?" tanya Zinnia curiga.

"Ngapain juga macem-macem," balas Rey tanpa menatap kedua matanya sendiri. Zinnia hanya menaikkan kedua alisnya.

"Mana ponselku?" tagih Rey meminta ponselnya.

"Nih!" Zinnia memberikan ponsel itu pada sang pemilik asli. Gadis itu pun berjalan memasuki kamarnya untuk mengambil ponsel miliknya.

"Jadi, sekarang kamu harus mandi! Aku udah lakuin perintah kamu, kamu harus berangkat kerja gantiin aku hari ini!" ujar Zinnia saat ia sudah kembali ke ruang tamu. Rey masih sibuk dengan ponselnya.

"Dengerin gak sih?" sungut Zinnia kesal.

"Iya denger." Rey membalas tatapan kesal Zinnia. Mereka pun saling bertatapan.

"Jadi cepat mandi! Lalu berangkat kerja," ucap Zinnia lagi.

"Aku mau makan dulu. Memangnya kamu gak lapar?" Rey malah bertanya sembari memperlihatkan ponselnya. Ternyata dari tadi ia sibuk memesan makanan.

"Ya lapar lah," seru Zinnia jujur.

"Ya udah kita tunggu makanannya. Aku mau makan dulu. Habis itu baru mandi. Tapi ... bukannya kamu melarangku untuk mandi?" tanya Rey menatap wajahnya sendiri.

"Eummm. A-aku yang akan mandiin diriku sendiri," jawab Zinnia.

"Cih. Jangan kau gunakan tubuhku untuk hal yang tak berguna seperti itu," ucap Rey meremehkan. Zinnia mendelikkan kedua matanya.

"Lalu aku harus membiarkan kamu mandi sendiri? Tidak semudah itu!" ucap Zinnia sembari menatap tajam ke arah Rey.

"Memangnya siapa yang akan tertarik pada tubuh kecilmu ini?"

"Jangan body shaming ya!" sungut Zinnia.

Setelah makanan pesanan Rey tiba, kedua orang itu menyantap sarapan pagi mereka bersama di meja makan. Baru setelah itu Zinnia menyiapkan pakaian kerjanya. Gadis itu lalu menuntun dirinya sendiri menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhnya sendiri. Ia merasa seperti sedang memandikan kembarannya.

"Merem terus loh ya! Jangan ngintip!" ancam Zinnia. Rey hanya mendengus. Ia merasa geli karena dimandikan seperti bayi.

"Kamu sendiri pasti sudah melihat tubuhku, kan? Kenapa kau memaksaku untuk tutup mata?" tanya Rey dengan membuka kedua matanya dan menatap curiga pada Zinnia.

"Udah kubilang merem!" seru Zinnia sembari menutup kedua mata Rey dengan tangannya yang masih terkena sabun.

"Perih! Dasar bodoh!" sungut Rey sembari menutup mata dan mengguyur wajahnya dengan air.

"Maaf. Habisnya ... Asal kamu tahu, aku selalu tutup mata saat mandi ataupun buang air. Aku belum pernah melihat tubuhmu sedetik pun," jelas Zinnia jujur. Rey hanya terdiam. Ia merasa bersalah telah melanggar larangan Zinnia. Namun, ia berpura-pura belum melakukannya.

"Ehem. Baiklah. Segera selesaikan!" perintah Rey kembali menutup kedua matanya.

Setelah selesai, Zinnia dengan telaten memakaikan pakaian pada tubuhnya sendiri. Rey hanya diam menerima perlakuan itu. Mungkin beginilah rasanya menjadi seorang puteri yang tengah dilayani oleh para pelayannya. Eh? Tapi Rey itu laki-laki tulen.

"Dah. Selesai. Sana berangkat!" ucap Zinnia seperti sedang berbicara pada anaknya yang hendak pergi ke sekolah.

Rey berjalan menuju ruang tamu kontrakan itu. Bukannya berjalan ke luar, ia malah duduk di kursi sembari menyilangkan kakinya. Pria itu pun sudah mengambil ponsel milik Zinnia dan mengetikkan sesuatu di layarnya.

"Aku kan bilang buat segera berangkat! Kenapa malah duduk di sini? Nanti keburu telat tahu!" seru Zinnia sebal. "Cepetan!" ucap Zinnia sembari menarik-narik lengannya sendiri.

"Nih," balas Rey menunjukkan sebuah pesan pada ponsel Zinnia. "Aku udah izinin kamu buat gak masuk hari ini. Jadi aku nggak perlu pergi kerja. Lagian bukan urusanku juga kalau kamu dipecat," imbuhnya.

"Sialan. Kenapa kamu seenak jidat terus, sih? Mentang-mentang kamu anak orang kaya begitu? Padahal aku udah berbuat baik di depan keluargamu. Tapi kenapa kamu malah balesnya kaya gini?" tanya Zinnia tak habis pikir. Gadis itu lalu duduk di samping Rey sembari merebut kembali ponselnya. Sungguh laki-laki bernama Rey itu sudah seenaknya mengunakan ponsel miliknya.

"Apa katamu? Kamu gak sadar apa kalau semua ini gara-gara kamu?" balas Rey menatap tajam dirinya sendiri. Zinnia kembali teringat dengan kejadian lima hari yang lalu. Ya. Benar. Kekacauan ini berawal dari dirinya. Gadis itu pun memilih diam seribu bahasa.

"Emmm. Kalau misalnya kita kembali berbenturan, apakah kita akan kembali? Seperti waktu itu," usul Zinnia sedikit ragu setelah jeda beberapa lama.

"Kita coba aja!" ucap Rey setuju.

Beberapa saat kemudian, kedua orang itu pun membenturkan kepala mereka kembali. Setelah tiga kali percobaan, mereka masih belum kembali. Sepertinya pertukaran kali ini berbeda dengan yang pertama kali.

"Kalau diingat-ingat kita kembali bertukar jiwa dua hari setelah kejadian di tangga itu," ucap Rey.

"Iya. Kamu benar."

"Terus hari kedua dan keempat kita berada di tubuh masing-masing. Hanya hari ketiga dan sekarang kita kembali bertukar jiwa lagi."

"Kamu benar Mas Rey."

"Mas?" tanya Rey menatap Zinnia.

"Kan gak sopan aja aku panggil nama langsung. Kamu kan tujuh tahun lebih tua dariku," jelas Zinnia.

"Oh. Sadar diri."

"Udah ah! Jadi, kesimpulannya kita itu bertukar tubuh selang satu hari satu hari begitu, kan?" tanya Zinnia memastikan.

"Ya. Jadi, kemungkinan besok kita akan kembali lagi."

"Terus ... Apakah ada yang bisa kita lakukan untuk mengembalikan kehidupan normal kita?" tanya Zinnia penuh harap.

"Entahlah. Aku juga tak tahu," balas Rey sembari menggelengkan kepalanya pelan.

"Hahhhhh. Angel tenan." (sulit sekali)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status