Mobil itu pun meninggalkan kontrakan kecil milik Zinnia. Setelah tak terlihat lagi, Zinnia yang berada di dalam tubuh Rey langsung menarik lengan kecilnya dan menutup rapat pintu kontrakan itu. Zinnia menatap dirinya sendiri dari atas ke bawah dan kebalikannya.
"Kamu gak macem-macem, kan?" tanya Zinnia curiga.
"Ngapain juga macem-macem," balas Rey tanpa menatap kedua matanya sendiri. Zinnia hanya menaikkan kedua alisnya.
"Mana ponselku?" tagih Rey meminta ponselnya.
"Nih!" Zinnia memberikan ponsel itu pada sang pemilik asli. Gadis itu pun berjalan memasuki kamarnya untuk mengambil ponsel miliknya.
"Jadi, sekarang kamu harus mandi! Aku udah lakuin perintah kamu, kamu harus berangkat kerja gantiin aku hari ini!" ujar Zinnia saat ia sudah kembali ke ruang tamu. Rey masih sibuk dengan ponselnya.
"Dengerin gak sih?" sungut Zinnia kesal.
"Iya denger." Rey membalas tatapan kesal Zinnia. Mereka pun saling bertatapan.
"Jadi cepat mandi! Lalu berangkat kerja," ucap Zinnia lagi.
"Aku mau makan dulu. Memangnya kamu gak lapar?" Rey malah bertanya sembari memperlihatkan ponselnya. Ternyata dari tadi ia sibuk memesan makanan.
"Ya lapar lah," seru Zinnia jujur.
"Ya udah kita tunggu makanannya. Aku mau makan dulu. Habis itu baru mandi. Tapi ... bukannya kamu melarangku untuk mandi?" tanya Rey menatap wajahnya sendiri.
"Eummm. A-aku yang akan mandiin diriku sendiri," jawab Zinnia.
"Cih. Jangan kau gunakan tubuhku untuk hal yang tak berguna seperti itu," ucap Rey meremehkan. Zinnia mendelikkan kedua matanya.
"Lalu aku harus membiarkan kamu mandi sendiri? Tidak semudah itu!" ucap Zinnia sembari menatap tajam ke arah Rey.
"Memangnya siapa yang akan tertarik pada tubuh kecilmu ini?"
"Jangan body shaming ya!" sungut Zinnia.
Setelah makanan pesanan Rey tiba, kedua orang itu menyantap sarapan pagi mereka bersama di meja makan. Baru setelah itu Zinnia menyiapkan pakaian kerjanya. Gadis itu lalu menuntun dirinya sendiri menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhnya sendiri. Ia merasa seperti sedang memandikan kembarannya.
"Merem terus loh ya! Jangan ngintip!" ancam Zinnia. Rey hanya mendengus. Ia merasa geli karena dimandikan seperti bayi.
"Kamu sendiri pasti sudah melihat tubuhku, kan? Kenapa kau memaksaku untuk tutup mata?" tanya Rey dengan membuka kedua matanya dan menatap curiga pada Zinnia.
"Udah kubilang merem!" seru Zinnia sembari menutup kedua mata Rey dengan tangannya yang masih terkena sabun.
"Perih! Dasar bodoh!" sungut Rey sembari menutup mata dan mengguyur wajahnya dengan air.
"Maaf. Habisnya ... Asal kamu tahu, aku selalu tutup mata saat mandi ataupun buang air. Aku belum pernah melihat tubuhmu sedetik pun," jelas Zinnia jujur. Rey hanya terdiam. Ia merasa bersalah telah melanggar larangan Zinnia. Namun, ia berpura-pura belum melakukannya.
"Ehem. Baiklah. Segera selesaikan!" perintah Rey kembali menutup kedua matanya.
Setelah selesai, Zinnia dengan telaten memakaikan pakaian pada tubuhnya sendiri. Rey hanya diam menerima perlakuan itu. Mungkin beginilah rasanya menjadi seorang puteri yang tengah dilayani oleh para pelayannya. Eh? Tapi Rey itu laki-laki tulen.
"Dah. Selesai. Sana berangkat!" ucap Zinnia seperti sedang berbicara pada anaknya yang hendak pergi ke sekolah.
Rey berjalan menuju ruang tamu kontrakan itu. Bukannya berjalan ke luar, ia malah duduk di kursi sembari menyilangkan kakinya. Pria itu pun sudah mengambil ponsel milik Zinnia dan mengetikkan sesuatu di layarnya.
"Aku kan bilang buat segera berangkat! Kenapa malah duduk di sini? Nanti keburu telat tahu!" seru Zinnia sebal. "Cepetan!" ucap Zinnia sembari menarik-narik lengannya sendiri.
"Nih," balas Rey menunjukkan sebuah pesan pada ponsel Zinnia. "Aku udah izinin kamu buat gak masuk hari ini. Jadi aku nggak perlu pergi kerja. Lagian bukan urusanku juga kalau kamu dipecat," imbuhnya.
"Sialan. Kenapa kamu seenak jidat terus, sih? Mentang-mentang kamu anak orang kaya begitu? Padahal aku udah berbuat baik di depan keluargamu. Tapi kenapa kamu malah balesnya kaya gini?" tanya Zinnia tak habis pikir. Gadis itu lalu duduk di samping Rey sembari merebut kembali ponselnya. Sungguh laki-laki bernama Rey itu sudah seenaknya mengunakan ponsel miliknya.
"Apa katamu? Kamu gak sadar apa kalau semua ini gara-gara kamu?" balas Rey menatap tajam dirinya sendiri. Zinnia kembali teringat dengan kejadian lima hari yang lalu. Ya. Benar. Kekacauan ini berawal dari dirinya. Gadis itu pun memilih diam seribu bahasa.
"Emmm. Kalau misalnya kita kembali berbenturan, apakah kita akan kembali? Seperti waktu itu," usul Zinnia sedikit ragu setelah jeda beberapa lama.
"Kita coba aja!" ucap Rey setuju.
Beberapa saat kemudian, kedua orang itu pun membenturkan kepala mereka kembali. Setelah tiga kali percobaan, mereka masih belum kembali. Sepertinya pertukaran kali ini berbeda dengan yang pertama kali.
"Kalau diingat-ingat kita kembali bertukar jiwa dua hari setelah kejadian di tangga itu," ucap Rey.
"Iya. Kamu benar."
"Terus hari kedua dan keempat kita berada di tubuh masing-masing. Hanya hari ketiga dan sekarang kita kembali bertukar jiwa lagi."
"Kamu benar Mas Rey."
"Mas?" tanya Rey menatap Zinnia.
"Kan gak sopan aja aku panggil nama langsung. Kamu kan tujuh tahun lebih tua dariku," jelas Zinnia.
"Oh. Sadar diri."
"Udah ah! Jadi, kesimpulannya kita itu bertukar tubuh selang satu hari satu hari begitu, kan?" tanya Zinnia memastikan.
"Ya. Jadi, kemungkinan besok kita akan kembali lagi."
"Terus ... Apakah ada yang bisa kita lakukan untuk mengembalikan kehidupan normal kita?" tanya Zinnia penuh harap.
"Entahlah. Aku juga tak tahu," balas Rey sembari menggelengkan kepalanya pelan.
"Hahhhhh. Angel tenan." (sulit sekali)
Di hari ke enam, gadis itu kembali bekerja di SJ Grup. Ia sudah kembali ke tubuhnya. Pada hari sebelumnya ia terpaksa sudah berani izin tidak bekerja. Padahal ia baru saja diterima di perusahaan besar itu.'Semoga aku gak dipecat sama Pak Direktur,' batin Zinnia penuh harap."Zin. Kamu udah sembuh? Kata Pak Ketua kamu sakit," tanya Desi tatkala gadis itu duduk di kursi kerjanya. Zinnia menatap seniornya dan tersenyum tipis. Ini semua gara-gara Rey yang membuat izin palsu untuknya."Sudah sembuh kok, Mbak Des," jawab Zinnia terpaksa berbohong."Syukur deh kalau udah sembuh. Tapi lain kali kalau gak parah-parah amat jangan izin ya! Nanti kamu bisa dipecat kalau sering izin," ucap Desi memperingatkan."Ba-baik, Mbak. Akan aku usahakan. Makasih ya, Mbak," tutur Zinnia sembari menganggukkan kepalanya.Gadis itu kini kembali berkutat dengan layar monitor pada meja kerjanya. Melanjutkan pekerjaannya yang tertunda di hari sebelumnya. Hingga seorang
"Mas Rey?" gumam Zinnia. Mata gadis itu membulat saking kagetnya.Tertulis di atas meja kerja itu sebuah nama dan jabatan pria yang beberapa hari ini membuatnya kesal. Reyner Eka Sukmajaya, seorang Direktur Utama di SJ Grup. Dan nama SJ Grup diambil dari nama belakang pria itu. Zinnia tersadar bahwa selama ini ia berlaku kurang ajar pada atasannya. Dan inilah mengapa ia tak dapat bertemu pria yang bertukar jiwa dengannya. Strata mereka jauh berbeda."Kamu pasti tahu kan kenapa manajer Dani memanggilmu?" tanya Rey dengan sengaja. Zinnia hanya terdiam. Ia masih syok dengan apa yang dilihatnya."Kamu dipecat karena tidak bekerja di hari keduamu," imbuh Rey dengan suara dinginnya yang berat. Memangnya salah siapa Zinnia jadi tak berangkat kerja, Rey?"Maaf, Mas. Eh, Pak. Tapi kan yang membuat izin kemarin Pak Reyner. Bukan saya. Jadi, secara teknis itu Pak Reyner yang tidak masuk kerja," ujar Zinnia mencoba membela diri. Sebenarnya ia sangat kesal. Akan tetap
Seperti yang telah diduga sebelumnya, pada hari Kamis itu Zinnia dan Rey kembali bertukar jiwa. Dengan terpaksa Zinnia harus berpura-pura menjadi direktur utama perusahaan SJ Grup. Perusahaan besar yang bergerak di bidang properti. Hari itu juga, saat Zinnia sedang bersiap berangkat ke kantor dari rumah mewah Rey, ia melihat sang pemilik SJ Grup secara langsung. Bahkan ia dapat duduk pada satu meja makan yang sama.Berbeda dengan Rey, sosok Haris Sukmajaya begitu berwibawa. Pria yang sudah berusia enam puluh tahun lebih itu masih terlihat segar bugar. Tampaknya Haris sudah merawat tubuhnya dengan baik.Suasana begitu sunyi saat semua orang menikmati makan paginya. Hanya terdengar suara sendok logam dan piring keramik yang saling beradu. Setelah selesai, Zinnia yang terjebak di dalam tubuh Rey hanya bisa diam. Ia tak ingin membuat kesalahan di depan mata pemilik perusahaan itu. Sekarang gadis itu baru tahu, tingkatan dirinya dan sang direktur utama sangatlah berbeda.
Reyner menatap tajam wajahnya sendiri. Zinnia pun membalas tatapannya itu dengan wajah kesal. Gadis itu mencoba untuk menahan amarahnya agar tak mencakar wajahnya sendiri."Dengar! Aku juga tak mau bertukar jiwa dengan karyawan biasa sepertimu. Dan asalkan kamu tahu, jika masalah ini sudah selesai aku akan langsung memecatmu," ancam Rey dengan sinisnya. Pria itu menarik dasi miliknya yang dipakai oleh Zinnia. Gadis itu hanya bisa terdiam mendengarkan ancaman direktur dingin itu.‘Memangnya kapan masalah ini akan selesai? Sok tahu banget nih si bos rese,' umpat Zinnia tentunya dalam hati. Bisa gawat jika ia mengutarakannya secara terang-terangan."Jadi, apa Pak Rey punya rencana?" tanya Zinnia mencoba memberanikan diri."Sampai saatnya tiba. Setidaknya kita akan mencari tahu bagaimana pun caranya," tegas Rey."Dan kita harus sepakat bahwa hal ini tak boleh diketahui oleh siapa pun. Aku tak mau mendapat kesulitan dan diremehkan oleh orang perus
Memasuki hari kedelapan, Zinnia kembali pada tubuh aslinya. Gadis itu bersiap untuk berangkat kerja. Dengan setelan kemeja berwarna biru muda serta rok panjang hingga ke betis menambah sempurna penampilannya. Tak lupa Zinnia memoleskan sedikit make up pada wajah manisnya. Ia sangat senang karena dapat memakai liptint yang baru saja dibeli. Jika ia adalah Rey, ia tak bisa mencobanya pada hari itu."Sip. Sekarang tinggal berangkat. Satu hari bersabar bersama bos sombong," gumam Zinnia di depan cermin kamarnya.Gadis itu kemudian mengambil tas kerja dan berjalan keluar kamar. Kemudian mengambil sepatu pantopel dan hendak berjalan keluar kontrakan sebelum ia mendengarkan sebuah ketukan pada pintunya. Siapa gerangan yang datang di pagi itu? Apakah Reyner sudah berbaik hati mau menjemputnya?"Permisi, Mbak. Apakah benar Mbak yang namanya Zinnia Shafira?" tanya seorang pria berkaos hitam dengan topi berwarna sama saat gadis itu membuka pintu kontrakan
"Ck. Jangan ngarep kamu akan dapat perlakuan baik dariku. Aku hanya tak ingin dirugikan dengan pertukaran kita. Setidaknya aku bisa bangun di atas kasur yang empuk dan tempat nyaman. Berterimakasihlah karena aku sudah mengasihimu," ucap Rey dengan angkuhnya. Membuat Zinnia menahan urat-urat kemarahannya."Baik, Pak Reyner," balas Zinnia mencoba bersabar sembari memasang senyuman yang ia paksakan."Cepetan masuk! Tuh barang-barangmu sudah datang," perintah Rey saat ia mendengar suara klakson mobil dari luar."Bawa barang-barangmu sekalian!" perintah Rey."Baik, Pak Reyner," balas Zinnia masih memasang senyuman paksa.'Tadi disuruh masuk, sekarang disuruh ambil barang di luar. Dasar direktur sableng,' rutuk Zinnia sembari berjalan menuju pintu gerbang.Benar saja barang-barangnya sudah dibawa dengan sebuah mobil box. Kelima orang yang tadi datang ke kontrakannya pun sudah mulai menurunkan barang-barangnya. Dengan segera Zinnia meminta kelima o
Hari itu merupakan hari ke sembilan setelah pertemuan pertama Rey dengan Zinnia. Pria itu kini sudah berada di kamar Zinnia. Ia melihat kaos dan celana panjang yang dipakai gadis itu sebagai kostum tidur. Ternyata gadis itu sudah mengantisipasi pertukaran jiwa mereka.Ketukan pintu pun terdengar. Membuat Rey harus memaksa dirinya membukakan pintu. Tampak di sana Zinnia yang berada di tubuhnya dengan wajah basah sehabis wudhu. Subuh itu pun masih petang. Zinnia hanya menatap dirinya sendiri. Kemudian berjalan masuk ke rumah kecil itu tanpa mempedulikan dengusan sang atasan. Gadis itu pun memasuki kamarnya dan mengambil mukena yang ia simpan di bawah meja kecil di dekat tempat tidur."Mau apa?" tanya Rey dengan suara wanita Zinnia."Mau sholat subuh lah. Memangnya Bapak gak pernah sholat," sungut Zinnia sembari memakai mukena putih bersih miliknya. Gadis itu kini bingung. Pasalnya, tubuh Rey terlalu tinggi dan mukena Zinnia terlalu kecil untuk tubuhnya sehingga ka
"Kenapa? Bapak mau pecat saya? Ancaman klasik," cecar Zinnia. Rey yang kesal dengan ketidaksopanan sekretaris barunya mendekati gadis itu. Ia perlu mendongakkan kepalanya untuk menatap manik gelap miliknya."Awas aja kamu! Setelah semua masalah ini selesai aku akan buat kamu menyesal!" ancam Rey sembari menunjuk wajahnya sendiri. Zinnia hanya memutar bola matanya malas. Ia sudah tak peduli dengan pangkat dan jabatan atasannya."Cepat sana! Kalau kamu gak nurut, aku akan tuntut kamu atas kerugian yang akan kamu timbulkan!""Memangnya berapa?" tanya Zinnia meremehkan."Berapa? Bahkan kalau kau jual ginjalmu itu tidak akan cukup untuk menebusnya," jawab Rey dengan sinisnya."Pak?""Totalnya tiga milyar." Ucapan Rey membuat mata Zinnia membulat."Bahkan ginjalmu mungkin hanya laku beberapa juta saja," imbuh Rey meremehkan."Ck. Jahat banget sih jadi direktur. Bapak zalim, tahu!" dengus Zinnia."Zalim? Duh. Makanya cepat sana