Hari ini merupakan hari kedua Zinnia bekerja. Gadis itu selalu rutin bangun pagi. Namun, dirinya kembali dibuat heran. Gadis itu kembali bertukar jiwa dengan pria asing bernama Rey yang ia temui lima hari yang lalu. Kini ia kembali berada di atas tempat tidur besar dan mewah milik Rey.
"Duh Gusti. Kenapa kejadian lagi?" gumam Zinnia frustasi sembari mengusap wajah Rey dengan kedua tangannya.
Gadis itu kemudian beranjak dari tempat nyaman dan empuk itu. Kembali melakukan hal yang sama saat pertama kali ia berada di tempat itu. Setelah selesai, Zinnia memeriksa ponsel mahal milik Rey.
"Nggak dipassword lagi?" gumamnya. Ia merasa Rey sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Belum sempat ia memasukkan nomornya, panggilan datang. Panggilan itu dari nomor ponselnya sendiri. Ternyata Rey menghubunginya terlebih dulu.
"Halo?"
"Ternyata kamu sudah bangun ya, cewek bar-bar?" tanya Rey dengan suara wanita milik Zinnia.
"Apa maksudmu? Aku memang selalu bangun pagi ya. Nggak kaya kamu," sungut Zinnia tak terima.
"Oh iya. Hari ini kamu nggak perlu datang ke kantor. Beruntung kamu karena hari ini tidak ada rapat," ujar Rey memberitahu gadis itu.
"Begitukah? Syukur deh." Zinnia bernapas lega. Lalu ia teringat akan sesuatu yang membuatnya penasaran. "Oh iya, Rey. Ngomong-ngomong kamu kerja di divisi apa?" tanya Zinnia dengan suara maskulinnya.
"Kenapa kamu penasaran dengan pekerjaanku? Kita bahkan tak saling kenal," balas Rey. Padahal ia sudah menyebut kata rapat tadi. Apakah Zinnia tak menyadari posisinya? Gadis itu polos atau benar-benar bodoh sih? Kenapa tim penerimaan karyawan di SJ Grup mau menerimanya?
"Ish. Bukan gitu maksudku. Setidaknya aku ingin ketemu kamu buat bahas masalah kita ini."
"Hmmm. Baiklah kalau kamu maunya begitu. Nanti atau besok kita akan segera ketemu," balas Rey.
"Bagus. Oh iya, hari ini hari keduaku kerja. Kamu harus segera siap-siap, Rey! Aku gak mau bolos di hari keduaku," pinta Zinnia.
"Siapa kau memerintahku seenaknya?"
"Astaghfirullah. Tolonglah, Rey. Aku nggak mau dipecat." Zinnia kembali memohon.
"Bukan urusanku, kan? Yang dipecat kan kamu, bukan aku," balas Rey dengan entengnya membuat Zinnia bertambah dongkol.
"Sialan. Awas kamu, Rey!" ancam Zinnia.
"Dan satu hal lagi, usiaku lebih tua darimu. Jadi kamu harus memanggilku senior," ucap Rey memberitahu.
"Hm? Baiklah senior Rey yang tampan, baik hati, dan tidak sombong. Tolong ya menggantikan diriku ini bekerja hari ini," pinta Zinnia lagi dengan tekanan di setiap kata-katanya. Rey yang mendengar kalimat itu hendak terkekeh dibuatnya. Namun, pria itu menahan tawanya agar tidak keluar. Baginya Zinnia merupakan gadis yang sangat unik dan menarik untuk dikerjai.
"Tapi aku punya permintaan untukmu," ucap laki-laki itu dengan suara datar milik Zinnia.
"Apa?" Zinnia bertanya dengan tidak santai.
"Kamu datanglah ke kontrakanmu ini! Bawa ponselku kemari! Dan mintalah Pak Likin untuk mengantarkanmu kemari!" perintah Rey.
"Sekarang?"
"Tidak. Kemarin."
"Ish. Nyebelin banget sih!"
"Mau tidak? Kalau tidak ya udah nggak apa-apa," ujar Rey santai. Namun dengan nada ancaman.
"Oke. Aku akan ke sana sekarang juga. Bawa hapemu doang, kan?" tanya Zinnia kemudian.
"Bagus," ucap Rey terdengar puas. Pria itu lalu menutup panggilan itu.
"Ish. Nyebelin banget kamu Rey kutu kupret!" rutuk Zinnia.
Gadis itu pun langsung keluar kamar Rey tak lupa sembari membawa ponselnya. Untung saja laki-laki itu tidak mengenakan piyama melainkan memakai kaos hitam berlengan pendek dan celana panjang berwarna abu. Jadi ia tak perlu ganti baju. Sang adik yang sedang duduk menikmati secangkir teh hangat, tatapannya mengikuti pergerakan sang kakak.
"Kak Rey mau ke mana?" tanya Chandra saat kakaknya berjalan menjauhi tangga.
"Mau keluar sebentar. Oh iya. Pak Likin di mana?" tanya Zinnia menoleh menatap adik Rey.
"Sedang manasin mobil kayanya," jawab Chandra masih menatap sang kakak. Sepertinya terjadi sesuatu di hari sebelumnya.
"Oke. Makasih," balas Zinnia. Dengan segera ia mencari keberadaan Pak Likin ke luar rumah mewah itu. Benar saja, sang supir sedang memanaskan mobil hitam milik Rey.
"Pak Likin." Zinnia memanggil sang supir saat ia sudah berada cukup dekat dengannya.
"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Pak Likin sembari menatap majikannya yang hanya mengenakan kaos hitam dan celana panjang.
"Bisa tolong antarkan saya ke suatu tempat?" tanya Zinnia di dalam tubuh Rey dengan sopan.
"Bisa, Pak. Silakan." Pak Likin membukakan pintu belakang mobil mewah itu. Setelah mengucapkan terima kasih, Zinnia langsung masuk dan duduk di bangku penumpang. Ia tak sadar jika perbuatannya menimbulkan tanya di dalam hati sang supir. Mau ke mana majikannya itu sepagi ini?
"Mau ke mana, Pak?" tanya Pak Likin. Zinnia pun memberitahukan alamat yang ia tuju, yaitu kontrakannya.
"Baik, Pak."
Mobil mewah milik Rey melaju melewati jalanan kota yang belum terlalu ramai. Setelah setengah jam lamanya, mereka sampai di sebuah kontrakan yang sangat dikenali Zinnia. Akhirnya ia bisa kembali ke tempatnya. Jiwa Rey yang berada di dalam tubuh Zinnia membukakan pintu kontrakan itu setelah mendengar suara mobil miliknya. Zinnia asli yang baru saja turun dari mobil langsung berlari menghampiri dirinya sendiri. Ia malu jika dirinya yang hanya mengenakan kaos pendek dan hot pant dilihat orang lain.
"Jangan keluar! Masuk! Malu masih pakai pakaian itu juga," larang Zinnia. Rey hanya mendongak menatapnya dengan malas. Sang supir yang melihat kejadian itu pun terdiam keheranan.
"Bilang pada Pak Likin untuk ninggalin kamu! Minta jemput nanti sore! Dan bilangin juga agar tidak memberitahukan hal ini pada siapa pun. Terutama orang rumah," perintah Rey dengan seenaknya.
"Kamu yakin?" tanya Zinnia sembari menatap dirinya sendiri.
"Ya. Tenang saja. Pak Likin itu orang yang tidak akan membocorkan rahasia. Aku percaya padanya," ujar Rey meyakinkan.
"Baiklah." Zinnia lalu berjalan kembali dengan tubuh tingginya.
"Pak Likin. Pak Likin bisa tinggalin saya di sini. Nanti sore saya akan menghubungi Pak Likin buat jemput saya. Emmm. Dan untuk keberadaan serta apa yang saya lakukan, saya minta Pak Likin untuk tidak memberitahukan pada siapa pun, ya?" pinta Zinnia dengan sopan.
"Ba-baik, Pak," jawab pria berusia lima puluh tahunan itu sedikit ragu. Ia merasa ada yang aneh dengan majikannya itu.
Mobil itu pun meninggalkan kontrakan kecil milik Zinnia. Setelah tak terlihat lagi, Zinnia yang berada di dalam tubuh Rey langsung menarik lengan kecilnya dan menutup rapat pintu kontrakan itu. Zinnia menatap dirinya sendiri dari atas ke bawah dan kebalikannya."Kamu gak macem-macem, kan?" tanya Zinnia curiga."Ngapain juga macem-macem," balas Rey tanpa menatap kedua matanya sendiri. Zinnia hanya menaikkan kedua alisnya."Mana ponselku?" tagih Rey meminta ponselnya."Nih!" Zinnia memberikan ponsel itu pada sang pemilik asli. Gadis itu pun berjalan memasuki kamarnya untuk mengambil ponsel miliknya."Jadi, sekarang kamu harus mandi! Aku udah lakuin perintah kamu, kamu harus berangkat kerja gantiin aku hari ini!" ujar Zinnia saat ia sudah kembali ke ruang tamu. Rey masih sibuk dengan ponselnya."Dengerin gak sih?" sungut Zinnia kesal."Iya denger." Rey membalas tatapan kesal Zinnia. Mereka pun saling bertatapan."Jadi cepat mandi!
Di hari ke enam, gadis itu kembali bekerja di SJ Grup. Ia sudah kembali ke tubuhnya. Pada hari sebelumnya ia terpaksa sudah berani izin tidak bekerja. Padahal ia baru saja diterima di perusahaan besar itu.'Semoga aku gak dipecat sama Pak Direktur,' batin Zinnia penuh harap."Zin. Kamu udah sembuh? Kata Pak Ketua kamu sakit," tanya Desi tatkala gadis itu duduk di kursi kerjanya. Zinnia menatap seniornya dan tersenyum tipis. Ini semua gara-gara Rey yang membuat izin palsu untuknya."Sudah sembuh kok, Mbak Des," jawab Zinnia terpaksa berbohong."Syukur deh kalau udah sembuh. Tapi lain kali kalau gak parah-parah amat jangan izin ya! Nanti kamu bisa dipecat kalau sering izin," ucap Desi memperingatkan."Ba-baik, Mbak. Akan aku usahakan. Makasih ya, Mbak," tutur Zinnia sembari menganggukkan kepalanya.Gadis itu kini kembali berkutat dengan layar monitor pada meja kerjanya. Melanjutkan pekerjaannya yang tertunda di hari sebelumnya. Hingga seorang
"Mas Rey?" gumam Zinnia. Mata gadis itu membulat saking kagetnya.Tertulis di atas meja kerja itu sebuah nama dan jabatan pria yang beberapa hari ini membuatnya kesal. Reyner Eka Sukmajaya, seorang Direktur Utama di SJ Grup. Dan nama SJ Grup diambil dari nama belakang pria itu. Zinnia tersadar bahwa selama ini ia berlaku kurang ajar pada atasannya. Dan inilah mengapa ia tak dapat bertemu pria yang bertukar jiwa dengannya. Strata mereka jauh berbeda."Kamu pasti tahu kan kenapa manajer Dani memanggilmu?" tanya Rey dengan sengaja. Zinnia hanya terdiam. Ia masih syok dengan apa yang dilihatnya."Kamu dipecat karena tidak bekerja di hari keduamu," imbuh Rey dengan suara dinginnya yang berat. Memangnya salah siapa Zinnia jadi tak berangkat kerja, Rey?"Maaf, Mas. Eh, Pak. Tapi kan yang membuat izin kemarin Pak Reyner. Bukan saya. Jadi, secara teknis itu Pak Reyner yang tidak masuk kerja," ujar Zinnia mencoba membela diri. Sebenarnya ia sangat kesal. Akan tetap
Seperti yang telah diduga sebelumnya, pada hari Kamis itu Zinnia dan Rey kembali bertukar jiwa. Dengan terpaksa Zinnia harus berpura-pura menjadi direktur utama perusahaan SJ Grup. Perusahaan besar yang bergerak di bidang properti. Hari itu juga, saat Zinnia sedang bersiap berangkat ke kantor dari rumah mewah Rey, ia melihat sang pemilik SJ Grup secara langsung. Bahkan ia dapat duduk pada satu meja makan yang sama.Berbeda dengan Rey, sosok Haris Sukmajaya begitu berwibawa. Pria yang sudah berusia enam puluh tahun lebih itu masih terlihat segar bugar. Tampaknya Haris sudah merawat tubuhnya dengan baik.Suasana begitu sunyi saat semua orang menikmati makan paginya. Hanya terdengar suara sendok logam dan piring keramik yang saling beradu. Setelah selesai, Zinnia yang terjebak di dalam tubuh Rey hanya bisa diam. Ia tak ingin membuat kesalahan di depan mata pemilik perusahaan itu. Sekarang gadis itu baru tahu, tingkatan dirinya dan sang direktur utama sangatlah berbeda.
Reyner menatap tajam wajahnya sendiri. Zinnia pun membalas tatapannya itu dengan wajah kesal. Gadis itu mencoba untuk menahan amarahnya agar tak mencakar wajahnya sendiri."Dengar! Aku juga tak mau bertukar jiwa dengan karyawan biasa sepertimu. Dan asalkan kamu tahu, jika masalah ini sudah selesai aku akan langsung memecatmu," ancam Rey dengan sinisnya. Pria itu menarik dasi miliknya yang dipakai oleh Zinnia. Gadis itu hanya bisa terdiam mendengarkan ancaman direktur dingin itu.‘Memangnya kapan masalah ini akan selesai? Sok tahu banget nih si bos rese,' umpat Zinnia tentunya dalam hati. Bisa gawat jika ia mengutarakannya secara terang-terangan."Jadi, apa Pak Rey punya rencana?" tanya Zinnia mencoba memberanikan diri."Sampai saatnya tiba. Setidaknya kita akan mencari tahu bagaimana pun caranya," tegas Rey."Dan kita harus sepakat bahwa hal ini tak boleh diketahui oleh siapa pun. Aku tak mau mendapat kesulitan dan diremehkan oleh orang perus
Memasuki hari kedelapan, Zinnia kembali pada tubuh aslinya. Gadis itu bersiap untuk berangkat kerja. Dengan setelan kemeja berwarna biru muda serta rok panjang hingga ke betis menambah sempurna penampilannya. Tak lupa Zinnia memoleskan sedikit make up pada wajah manisnya. Ia sangat senang karena dapat memakai liptint yang baru saja dibeli. Jika ia adalah Rey, ia tak bisa mencobanya pada hari itu."Sip. Sekarang tinggal berangkat. Satu hari bersabar bersama bos sombong," gumam Zinnia di depan cermin kamarnya.Gadis itu kemudian mengambil tas kerja dan berjalan keluar kamar. Kemudian mengambil sepatu pantopel dan hendak berjalan keluar kontrakan sebelum ia mendengarkan sebuah ketukan pada pintunya. Siapa gerangan yang datang di pagi itu? Apakah Reyner sudah berbaik hati mau menjemputnya?"Permisi, Mbak. Apakah benar Mbak yang namanya Zinnia Shafira?" tanya seorang pria berkaos hitam dengan topi berwarna sama saat gadis itu membuka pintu kontrakan
"Ck. Jangan ngarep kamu akan dapat perlakuan baik dariku. Aku hanya tak ingin dirugikan dengan pertukaran kita. Setidaknya aku bisa bangun di atas kasur yang empuk dan tempat nyaman. Berterimakasihlah karena aku sudah mengasihimu," ucap Rey dengan angkuhnya. Membuat Zinnia menahan urat-urat kemarahannya."Baik, Pak Reyner," balas Zinnia mencoba bersabar sembari memasang senyuman yang ia paksakan."Cepetan masuk! Tuh barang-barangmu sudah datang," perintah Rey saat ia mendengar suara klakson mobil dari luar."Bawa barang-barangmu sekalian!" perintah Rey."Baik, Pak Reyner," balas Zinnia masih memasang senyuman paksa.'Tadi disuruh masuk, sekarang disuruh ambil barang di luar. Dasar direktur sableng,' rutuk Zinnia sembari berjalan menuju pintu gerbang.Benar saja barang-barangnya sudah dibawa dengan sebuah mobil box. Kelima orang yang tadi datang ke kontrakannya pun sudah mulai menurunkan barang-barangnya. Dengan segera Zinnia meminta kelima o
Hari itu merupakan hari ke sembilan setelah pertemuan pertama Rey dengan Zinnia. Pria itu kini sudah berada di kamar Zinnia. Ia melihat kaos dan celana panjang yang dipakai gadis itu sebagai kostum tidur. Ternyata gadis itu sudah mengantisipasi pertukaran jiwa mereka.Ketukan pintu pun terdengar. Membuat Rey harus memaksa dirinya membukakan pintu. Tampak di sana Zinnia yang berada di tubuhnya dengan wajah basah sehabis wudhu. Subuh itu pun masih petang. Zinnia hanya menatap dirinya sendiri. Kemudian berjalan masuk ke rumah kecil itu tanpa mempedulikan dengusan sang atasan. Gadis itu pun memasuki kamarnya dan mengambil mukena yang ia simpan di bawah meja kecil di dekat tempat tidur."Mau apa?" tanya Rey dengan suara wanita Zinnia."Mau sholat subuh lah. Memangnya Bapak gak pernah sholat," sungut Zinnia sembari memakai mukena putih bersih miliknya. Gadis itu kini bingung. Pasalnya, tubuh Rey terlalu tinggi dan mukena Zinnia terlalu kecil untuk tubuhnya sehingga ka