Share

Gagal Move On

*****HAPPY_READING*****

"Chik, lo tolong bawa kopi ini buat Pak Devan, gue kebelet," kata Hito.

"Oke."

Chika membawa secangkir kopi di atas nampannya. Lalu dia berjalan ke ruangan Devan.

"Permisi, saya mau anterin kopi ini, Pak," ucap Chika sangat sopan sekali.

Devan melihat ke arah Chika, lalu menatap layar laptopnya lagi.

"Terus? Kamu ngapain masih disini?"

"Maaf, Pak."

Chika bergegas keluar setelah diusir dengan cara yang halus oleh Devan. Dia langsung menemui para pelanggan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.

Tap...Tap...Tap...

Langkahnya berbunyi karena dia memakai heels yang lumayan tinggi. Dia wanita berambut curly, tinggi dan putih. Langkahnya begitu elegant ketika dia berjalan. Tampak, karyawan lain langsung berdiri, ada yang menyapu, membersihkan meja dan lain-lain.

Ya! Perempuan itu adalah Chika Olasandra, pacarnya Devan.

Terlihat, Chika masuk ke dalam ruangan Devan untuk mengajak Devan jalan-jalan.

"Sayang, are you ok?" tanya Clara mengelus pipi Devan.

"Yes! I'm ok! Baby, I miss you so much," ucap Devan memeluk tubuh kekasihnya itu.

Devan sangat mencintai Clara, mereka berhubungan sudah berjalan 2 bulan ini. Devan dan Clara bertemu di suatu tempat, dimana Clara sedang bekerja. Clara adalah model terkenal di Jakarta pada saat itu.

"Aku mau beli tas ini," kata Clara memperlihatkan foto tas.

"Okey! Kamu beli sayang, aku transfer kamu 20 juta," ucap Devan dengan begitu mudahnya membuang uang hanya untuk keperluan yang sangat tidak penting.

"Thank you, sayang. I love youu," kata Clara memeluk Devan.

Mereka langsung pergi keluar untuk berjalan-jalan. Sudah 1 minggu mereka tidak bertemu, karena Clara sibuk menjadi foto model di luar negeri.

*

Jam sudah menunjukkan jam 15.00, itu artinya pekerjaan Chika di hari pertamanya sudah selesai. Chika langsung ke belakang dan mengambil tasnya untuk segera pulang.

"Ayo," ajak Anita.

Mereka berpamitan dan memberi semangat kepada Hito yang bekerja sampai malam hari.

"Hati-hati yaaa? Terutama lo, Chika," kata Hito dengan genit.

"Okey, To!" sahut Anita sinis.

Anita dan Chika langsung berjalan keluar dari Resto. Mereka membiasakan untuk berjalan kaki pada saat pergi dan pulang bekerja. Karena, lumayan juga untuk mengirit ongkos.

"Chika, kamu mau makan di rumahku?" tawar Anita.

"Makasih, Nit. Tapi, aku bisa kok nanti masak sendiri. Malah aku berharap kamu mau makan di rumahku, uppsss maksudnya kontrakanku," kata Chika nyengir.

Chika masih lupa kalau dia kini sudah tak mempunyai apa-apalagi. Semua hartanya sudah habis untuk membayar utang. Walau bagaimana pun, Chika harus ikhlas melepas semuanya. Chika tidak mau terlalu lama di dalam keterpurukan itu, dia akan membangun masa depan yang cerah dan bahagia.

Mereka sudah sampai di pertigaan jalan ke rumah Anita dan kontrakkan Chika.

"Byeee," kata Chika.

"Byeee, besok aku samper lagi," kata Anita.

"Kita janjian disini aja, Nit. Biar gak kejauhan," ucap Chika.

"Oke, nanti aku chat kamu yaaa."

"Siap."

Mereka pun berjalan ke rumah masing-masing. Di perjalanan, Chika mampir ke warung untuk membeli telur. Chika berusaha menghemat uangnya sampai bertemu dengan gajian pertamanya.

"Terima kasih, Bu."

"Sama-sama."

Chika langsung membuka pintunya, dia masuk. Lalu, dia ke kamar mandi untuk membersihkan semua keringat yang mengucur di badannya. Selesai mandi, Chika langsung masak telur dadar dan masak nasi. Kebetulan di kontrakkan itu sudah ada fasilitas kompor, wajan, dan magic com. Jadi, Chika tak perlu membeli lagi peralatan dapur itu.

****

Selesai mengantarkan Clara, Devan langsung pergi ke rumah. Dia sudah mempercayakan Managernya untuk mengelola Restonya sampai tutup nanti. Devan semaunya saja datang dan pergi ke Restonya.

"Devan!" 

Devan menoleh, lalu dia duduk di sofa ruang TV.

"Kamu ngeluarin uang lagi untuk perempuan itu?" tanya seorang wanita paruh baya.

"Apa sih Oma? Baru dateng udah diwawancara aja," kata.

"Devan, Oma sayang sama kamu. Tapi, untuk apa kamu ngeluarin uang sebanyak itu?" tanya Oma dengan nada emosi.

"Oma, Clara itu pacar aku, aku sayang sama dia. Aku akan kasih semuanya buat dia selama aku mampu."

"Devan, apa kamu gak pernah berfikir kalau nanti Clara akan ninggalin kamu? Apa Clara akan mengembalikan semuanya?" tanya Oma.

"Tapi, Clara gak akan pernah meninggalkan aku selamanya, Oma. Aku akan bersama Clara sampai mati," ucap Devan.

"Tapi, kamu memberinya sewajarnya saja, ini kamu sering mengeluarkan uang puluhan juta hanya demi dia," kata Oma.

"Udahlah, Oma. Aku mau mandi dulu," Devan berlalu meninggalkan Omanya.

Oma Tri, itu sebutan untuk Oma Devan dari Mamanya. Oma Tri sangat tidak suka dengan kelakuan cucunya yang berlebihan kepada kekasihnya itu. Oma selalu tau kalau Devan selalu memakai uang Resto, karena Restonya masih atas nama Omanya dan semua laporan akan terlapor jua kepada Oma-nya.

"Oma harus segera menyadarkan kamu, Devan. Clara itu bukan wanita yang baik! Baru pacaran sudah minta yang aneh-aneh, apalagi kalau nikah! Mungkin, kamu akan dimanfaatkan, lalu ditinggalkan!" ucap Oma dengan kesal.

****

Di malam hari, Chika melihat ke atap langit. Dia teringat lagi kenangan bersama kedua orang tuanya. Chika tak bisa memungkiri, kalau dia masih tak terima atas kepergian orang yang paling berarti dalam hidupnya.

Sejak kecil, Chika selalu dimanja oleh keduanya. Chika sangat hidup enak dan bisa dibilang sangat beruntung.

"Mi, Pi, kalian sedang apa disini? Kalian pasti liat Chika 'kan? Chika sekarang sendiri dan benar-benar sendiri tanpa siapa pun di samping Chika. Chika rindu dengan kalian, Chika gak mau harta kalian, Chika cuman mau Mami sama Papi ada disini untuk Chika," tuturnya meneteskan air mata yang entah berapa kali menetes lagi.

Untuk mencurahkan rasa rindunya, Chika membuka HP dan melihat video-video lama tentang kebersamaannya dengan orang tuanya. Di video itu, tampak sekali Chika dan orang tuanya sangat bahagia. Karena, pertama kali Chika ulang tahun dirayakan oleh orang tuanya.

"Ini semua gak akan bisa keulang lagi," kata Chika dalam hati.

Chika melihat semua kenangan foto dan video itu, sampai dia terlelap.

________

Pagi itu, Chika sudah rapi dan siap berangkat kerja. Lalu, dia menelpon Anita kalau dia sudah siap dan mau berjalan ke pertigaan untuk bertemu dengan Anita. Chika mengunci pintu dan dia langsung melangkahkan kakinya. Mereka pun bertemu dan langsung berangkat ke Resto.

"Chika, wajah kamu kenapa lesu? Pasti kamu kecapean 'kan kerjanya?" tanya Anita khawatir.

"Enggak kok, aku gapapa. Aku cuman rindu sama Mami Papi aku," kata Chika.

"Oh, kamu yang sabar yaaa? Aku akan temenin kamu disaat senang dan susah."

Chika tersenyum. Mereka langsung masuk ke dalam Resto dan bersiap-siap untuk membuka Resto.

Clara sudah berada di dalam Resto, menunggu Devan.

"Pagi, Bu," sapa Chika dan Anita.

Clara cuek tak menjawab.

"Hey! Lo, sini!" ucap Clara menunjuk ke arah Chika.

Chika berjalan dan menghampiri Clara.

"Iya, ada apa Bu?"

"Gue baru liat lo, apa lo baru disini?" tanya Clara dengan tatapan sinis.

"Iya, Bu saya baru disini."

Clara melihat penampilan Chika dari atas sampai bawah. Clara memang selalu sinis kepada siapa pun, termasuk orang baru.

"Kerja yang bener!" kata Clara lalu pergi meninggalkan Chika.

Chika mengelus dada. Dalam hatinya, "Pantas saja disebut nenek lampir, ternyata gitu amat kelakuannya."

Anita mengajak Chika ke belakang untuk berganti pakaian, Anita takut Clara masih memperhatikan Chika yang masih duduk di meja depan.

Tak lama kemudian, Devan datang disambut oleh Clara.

"Good morning, sayang!" kata Clara dengan suara manjanya.

"Hey, kamu udah disini sayang?"

"Tentu! Aku juga memperhatikan Resto ini, aku gak mau karyawan malas-malasan, apalagi sampai makan gaji buta!" ucapnya menyindir karyawan di Resto itu.

Mereka masuk ke dalam ruangan Devan.

"Ih, kok Pak Devan mau yaa punya pacar kayak gitu?" tanya Chika.

"Hmmm, gak tau juga. Padahal, banyak lho yang mau sama Pak Devan," kata Anita.

Chika disuruh mengantarkan teh hangat dan kopi ke dalam ruangan Devan. Padahal, Chika berharap bukan dia yang mengantarkan karena malas bertemu dengan Clara.

"Permisi," ucap Chika masuk ke dalam ruangan Devan.

Clara memandangi Chika dengan tatapan sinis dan mata tajam menyorotinya.

"Pak, Bu, ini kopi dan teh hangatnya," kata Chika menyimpan minuman di atas mejanya.

"Oke," kata Devan cuek.

"Ahhh! Apa-apaan ini!" ucap Clara menyemburkan teh hangatnya.

"Ma...maaf Bu, ke...kena...pa?" tanya Chika gugup.

"Rasanya sangat manis sekali! Kamu bisa kerja gak sih?! Hah?!" teriak Clara mendekati Chika.

"Bu...bukan saya yang membuatnya," kata Chika.

"Cepat ganti!" perintah Clara dengan nada tinggi.

Chika segera lari ke luar untuk membuat teh hangatnya lagi. Chika sangat sakit hati dibentak seperti itu, dari kecil dia tak pernah mendapatkan ucapan sekeras dan sekasar tadi.

"Aku harus kuat! Demi masa depanku," ucap Chika dalam hati.

Anita langsung nyamperin Chika. Dia membantu membuatkan Chika teh hangat yang sesuai dengan selera Clara.

"Udah, Chik. Biar aku yang anterin ini," kata Anita.

"Tapi..."

"Chika, udah kamu layanin pelanggan aja. Kamu gak akan dimarahin kok, aku akan ada buat kamu, Chik," kata Anita lalu pergi ke ruangan Devan.

Chika langsung menuju ke meja pelanggan untuk menawarkan menu, dia tak mau terlihat sedang santai oleh Clara. Dia tak mau kena semprot lagi.

Di dalam ruangan, Clara menemani Devan.

"Sayang, siang ini aku ada pemotretan. Kamu mau 'kan temenin aku?" tanya Clara.

"Boleh, sayang. Aku pasti akan selalu ada buat kamu, Baby," ucap Devan tersenyum.

"Sayang, kemarin temen aku baru aja beli dress yang baguuuus bangeeeettt. Aku mauuuuu," kata Clara mendekati Devan.

"Dress apa sayang? Bukannya dress kamu masih baru yaa?" tanya Devan pelan.

"Tapi, aku mau lagi. Aku ingin selalu tampil cantik di hadapan kamu sayang. Kamu mau 'kan? Cuman 25juta doang harganya kok," pinta Clara dengan wajah memelas.

Devan sempat berfikir ucapan Oma-nya di rumah. Tapi, di sisi lain Devan tak ingin kehilangan Clara. 

"Sayang, gimana?" tanya Clara tegas.

"Iya, boleh sayang. Nanti siang kita sekalian ke Mall, beli dress yang kamu mau," kata Devan langsung meng-iyakan permintaan pujaan hatinya itu.

Devan bukan hanya menjadi pemilik Resto, tapi dia mempunyai beberapa bisnis online yang sangat berkembang. Tak heran, jika uangnya tak akan pernah habis sampai 7 turunan, istilahnya. Devan memiliki peternakan sapi di desa. Dia selalu berkunjung sebulan sekali untuk melihatnya di daerah Jawa.

****

Pada saat jam istirahat, Chika sengaja pergi untuk menengok makam kedua orang tuanya. Dia sudah rindu dan ingin bertemu dengan mereka. 

"Mi, Pi, aku kangeeennn," ucap Chika memeluka makam kedua orang tuanya yang bergandengan. 

Air mata Chika kembali mengalir di pipinya. Chika mencurahkan semua isi hatinya disana.

"Mi, Pi, lihat! Sekarang Chika udah beranjak dewasa, Chika bisa nyari uang sendiri. Mami sama Papi pasti bangga. Maaf, Chika gak bisa kuliah, Mi, Pi. Karena, harta kalian sudah habis, Chika gak bisa jaga semuanya. Maafin Chika," katanya sambil menangis tersedu-sedu.

"Hapus air mata kamu," ucap seseorang menyodorkan sehelai tissue.

Chika mendongak.

"Chika, jangan nangis," ucap Anita.

"Nita? Darimana kamu tau kalau aku disini?"

"Aku sengaja ikutin kamu. Aku gak mau kamu sedih terus. Pasti Mami sama Papi kamu bangga disana melihat kamu bisa mandiri seperti sekarang. Sekarang, kamu lihat ke depan. Masa depan kamu masih panjang dan kamu harus bersemangat untuk meraih cita-cita kamu," kata Anita.

Chika berdiri dan langsung memeluk Anita. Kini, dia hanya mempunyai Anita yang sangat baik dan perhatian kepadanya. Chika sudah menganggap Anita seperti keluarganya, dia sangat terbuka kepada Anita, selalu bercerita dalam hal apapun. Chika mengucapkan terima kasih berkali-kali, karena Anita selalu ada disaat dia sedang senang maupun susah.

"Ayo, mending sekarang kita ke Resto lagi, jam istirahat udah abis. Nanti takut ada nenek lampir marah lagi," kata Anita.

"Hmmm, ayo," sahut Chika.

Mereka pun kembali ke Resto untuk menyelesaikan pekerjaannya. 

*

Selesai pemotrtan, Clara langsung mengajak Devan ke Mall. Dia ingin membeli dress yang baru saja launching. Clara memang terkenal sangat mewah dalam fashion. Tentu saja, seorang model harus selalu terlihat cantik di depan maupun di belakang kamera.

Sesampainya di Mall, mereka turun dan langsung memilah-milih dress yang dia cari.

"Ini dia, sayang. Pasti cantik 'kan kalau aku yang pake?" tanya Clara.

"Hmm, tentu sayang. Kamu terlihat anggun dan lebih cantik," kata Devan memujinya.

Tanpa basa-basi, Devan langsung membayar harga dress itu dengan kartu kreditnya.

"Terima kasih sayang, I love youuuu so much," ucap Clara mencium pipi Devan.

"Sama-sama sayang," kata Devan bahagia.

****

Di resto, semuanya heboh karena kedatangan Oma Tri yang sangat baik sekali. Oma Tri memang ramah sekali, beda sekali dengan Clara dan Devan. Oma Tri selalu menanyakan keadaan Resto. Tapi, semuanya tak pernah ada yang memberi tahu kalau Clara selalu membentak karyawan disana, tak ada yang berani mengadukannya.

"Hay, Oma," sapa Anita.

"Hay, Nita. Gimana keadaan kamu?" tanya Oma Tri terlihat begitu akrab dengan Anita.

"Alhamdulillah sehat, Oma sendiri apa kabarnya?" tanya Anita.

"Oma baik juga. Oh yaa? Ini siapa? Kok Oma baru liat?" tanya Oma memperhatikan Chika yang berdiri di samping Anita.

"Ohh iya, ini namanya Chika. Dia temen aku, Oma. Baru masuk kemarin," ucap Anita memperkenalkan Chika.

"Hay, Oma, aku Chika. Senang bertemu dengan Oma," kata Chika dengan ramah.

Tak lama kemudian, terlihat Devan dan Clara memasuki Resto. Mereka kaget dengan kehadiran Oma Tri yang sudah ada di dalam Resto. Oma menatap tajam ke arah mereka. 

"Oma? Kok gak ngasih tau aku dulu kalau mau kesini?" tanya Devan mendekati Oma.

"Ngapain ngasih tau kamu? Ini kan milik Oma, Oma bisa kapan saja kesini," kata Oma Tri melirik sinis ke arah Clara.

"Hey, Oma. Apa kabar? Lama kita tidak bertemu yaaa, Oma? Oma semakin awet muda deh," ucap Clara berusaha mengambil hati Omanya Devan.

"Saya baik kok."

Clara pun terlihat sangat ramah sekali di depan Oma Tri. Semua karyawan hanya diam melihat drama Clara yang so baik kepada Oma.

"Ayo, Oma ke ruangan aja," ajak Devan.

Mereka bertiga langsung masuk ke dalam ruangan Devan. Disana, Oma memeriksa semua pengeluaran dan pemasukan Resto.

"Berubah jadi malaikat deh," kata Hito.

"Kayak gak tau aja, dia dramanya sangat bagus," kata Anita.

"Tapi, gue yakin Oma Tri gak suka sama Clara. Lo liat kan tadi Oma biasa aja sama Clara?"

"Iya sih, tapi Clara pasti akan terus mendekati Oma agar bisa menerima dia," kata Anita.

"Hey, udah lah gosipnya. Ayo kita kerja lagi," kata Chika.

"Siap, Chika. Lo mau gue bantuin?" ucap Hito.

"Hehe, gak usah Hito, aku bisa kok sekarang," kata Chika.

"Ya elaaaah, kalau lo butuh bantuan. Tenang aja ada Anita yang siap membantu! Ya kan Nit?" tanya Hito terkekeh.

"Lah, kirain kamu To yang bakal bantuin Chika!" ucap Anita memutar kedua bola matanya.

"Hahaha, becanda. Chika, kalau lo butuh apa-apa, gue siap ada buat lo," ucap Hito menaikkan alisnya.

Chika tersenyum tipis, lalu dia pergi ke depan untuk melayani para pelanggan yang sudah banyak sekali.

*

"Devan, aku pulang yaa? Soalnya aku capek banget," kata Clara.

"Iya, tapi aku gak bisa anter kamu," kata Devan.

"Gapapa kok. Oh yaa, Oma aku pulang dulu yaa? See you next time, Oma," kata Clara tersenyum.

Oma hanya tersenyum tipis. Clara pun kesal karena diacuhkan oleh Oma. Tapi, Clara langsung pergi keluar.

"Devan? Oma tau, kamu baru aja mengeluarkan uang senilai 25juta kan? Untuk apa Devan?" tanya Oma.

"Oma, itu kan uang Devan. Jadi, terserah aku lah, Oma mau dipake apa," jawab Devan.

"Oma tau, pasti dia kan yang udah pake uang kamu?"

"Oma, aku akan nikah sama dia. Jadi, aku mau bahagiain Clara," kata Devan.

"Tapi, Oma tidak setuju kamu sama dia! Jangan hanya karena cantik, kamu jadi buta, Devan!" tegas Oma.

Devan terdiam.

"Apa kamu mau ikut Mama kamu ke Luar Negeri? Hidup bersama keluarga barunya disana?" tanya Oma.

"Jangan, Oma. Aku gak mau kesana, aku ingin sama Oma," kata Devan.

"Kamu bisa 'kan menolak permintaan aneh dari dia lagi? Oma tidak mau kamu hancur, kamu cucu satu-satunya yang Oma punya," kata Oma memeluk Devan.

"Iya, Oma," kata Devan.

Dari kecil, Devan ikut Omanya. Dia tak mau tinggal bersama Mamanya yang udah menikah lagi dengan orang Amerika. Devan memutuskan tetap di Indo bersama Oma. Papanya sudah meninggalkan mereka dari kecil. Bisa dibilang, Devan tak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Dari umur 5 tahun, dia hanya bersama Oma Tri yang selalu memberikan yang terbaik untuk Devan. Tapi, Devan masih berhubungan baik dengan Mamanya. Tapi, tidak dengan Papanya.

Kini, Devan bingung karena Oma-nya tidak suka dengan sikap Clara.

"Hmmm, aku harus yakinin Oma kalau Clara itu baik," kata Devan dalam hati.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status