Share

SEMANGAT

Author: Kitty
last update Huling Na-update: 2021-06-08 16:03:13

*****HAPPY_READING*****

Satu minggu kemudian, Chika sudah terbiasa tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Tapi, bukan berarti dia melupakan orang yang paling berarti dalam hidupnya itu. Chika selalu mendo'akan kedua orang tuanya.

Tok...Tok...Tok...

Chika segera berjalan dan membukakan pintu.

Terlihat 3 orang pria sudah berdiri di depan rumahnya. Chika terlihat heran dengan kedatangan orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Maaf, ada keperluan apa yaa?" tanya Chika dengan lembut.

"Saya akan menyita rumah ini! Karena, Bapak Beny tidak mampu membayar utangnya, sudah 3 bulan menunggak. Pak Beny sudah berjanji akan membayar hutang hari ini, tapi sama sekali tidak ada!" kata Pria yang satunya dengan nada keras.

"A...a...apa? Bapak mau sita rumah ini? Jangan, Pak! Saya mohon," pinta Chika lalu meneteskan air matanya.

"Tapi, maaf rumah ini akan disita. Dan, anda segera berkemas untuk pergi dari sini. Ini bukti utang Bapak kamu dan juga ini sertifikat rumah ini," kata Pria itu memperlihatkan perjanjian antara Papinya dengan orang yang meminjamkan uangnya.

Chika kaget dan sangat terpukul. Dia tidak tau lagi harus berbuat apa.

"Gak mungkin orang tua saya punya utang sebanyak ini," ucap Chika tak percaya.

"Sudah jelas ini bukti dan juga sertifikat rumah ini. Kami hanya menjalankan tugas. Dalam 24 jam rumah ini harus segera dikosongkan, kalau tidak kami akan mengusir dengan cara yang kasar!" tegas Pria itu lalu mereka pergi menaiki mobil.

Chika masuk ke dalam rumah dengan hati yang teriris. Satu per satu harta peninggalan orang tuanya harus hilang. Kini, Chika tidak tau harus kemana dia pergi.

"Aku gak tau lagi harus berbuat apa? Aku sudah kehilangan semuanya! Ya Tuhan, kenapa Engkau mengambil kebahagiaanku? Bahkan, rumah ini, rumah yang mempunyai banyak kenangan harus diambil juga? Apa salah aku? Kalau begini, lebih baik aku ikut bersama dengan kedua orang tuaku!" ucap Chika histeris.

Perlahan, Chika pergi ke kamar untuk membereskan pakaian dan juga barang yang dia miliki. Chika harus segera pergi dari rumahnya, yang kini telah disita oleh pihak tertentu.

"Mi, Pi, maafin Chika gak bisa menjaga rumah ini dengan baik," kata Chika dalam hati.

Saat membereskan bajunya di barisan lemari terakhir, Chika menemukan sebuah kalung. Chika mengangkat, lalu menciumnya. Itu adalah kado ulang tahunnya dari Almarhum kedua orang tuanya.

"Hanya ini yang aku punya sekarang, aku akan simpan ini untuk mengenang kalian, Mi, Pi. Aku akan menjaga ini," ucap Chika.

Setelah semuanya beres, Chika keluar dari rumah. Dia pun tak boleh membawa mobil milik orang tuanya, karena mobilnya pun disita oleh orang itu.

Di luar, terlihat Pak Udin yang akan menengoki Chika. Pak Udin sudah tidak bekerja lagi karena Chika tak akan mampu membayarnya.

"Pak Udin," sapa Chika saat keluar dari rumah.

"Non Chika baik-baik aja 'kan?"

"Iya, Pak."

"Non mau kemana?" tanya Pak Udin ketika melihat Chika membawa koper besar.

"Chika mau pergi, Pak. Rumah ini sudah disita," kata Chika.

"Non mau kemana?"

"Aku pun belum tau, Pak."

"Bapak turut berduka yaa, Non. Bapak gak bisa membantu apa-apa buat Non Chika," kata Pak Udin.

"Iya, gapapa kok Pak. Saya mungkin akan mencari kontrakan di sekitar sini," kata Chika.

Pak Udin ikut sedih atas nasib yang dialami oleh Chika. Sementara, Pak Udin tak bisa berbuat apapun, karena dia pun akan pulang ke kampung halamannya untuk mengurus peternakan disana.

"Bapak sekalian mau pamit pulang kampung, Non. Bapak minta maaf kalau Bapak selama disini ada salah sama Non dan juga keluarga," kata Pak Udin.

"Oh, iya Pak. Maafin juga Pak kalau Chika salah sama Bapak. Mungkin, suatu saat kita akan bertemu lagi yaa, Pak?"

"Aamiin, Non. Ya sudah, Bapak pamit."

"Iya, Pak."

Chika masih terdiam di teras rumahnya. Berat rasanya untuk meninggalkan rumah yang dia tinggali selama bertahun-tahun lamanya. Tapi, Chika harus melepasnya dengan terpaksa. 

"Bahkan, aku gak tau mau kemana lagi setelah ini," kata Chika dalam hati.

Lalu, Chika pergi untuk mencari kontrakan yang harganya terjangkau. Uang yang ia bawa pun tidak banyak, hanya cukup untuk beberapa waktu saja. Chika harus menghapus keinginannya untuk kuliah di Bandung.

"Impian aku untuk menjadi seorang Dokter akan pupus begitu saja, aku tak akan sanggup untuk membayar kuliah. Jangankan kuliah, mungkin makan juga harus diirit-irit," kata Chika melihat isi dompetnya.

Setelah berjalan cukup lama, Chika menemukan kontrakan.

"Ah, ini dia. Aku coba tanya deh," kata Chika ketika melihat sebuah tulisan dikontrakkan.

Chika menanyakan pemilik kontarakan tersebut.

"Kebetulan saya yang mempunya kontrakan ini," kata Ibu berhijab itu.

"Oh, kebetulan Bu. Aku mau ngontrak disini," kata Chika.

"Iya, silahkan. Ada yang kosong di sebelah sana, lengkap juga dengan kamar mandi di dalam," jelas Ibu Kontrakkan.

"Aku ambil, Bu. Perkenalkan aku Chika," ucap Chika menjulurkan tangannya.

"Oh, Chika, namanya cantik seperti orangnya. Apa kamu tidak mau melihat ke dalamnya terlebih dahulu?"

"Gak, Bu. Aku ambil langsung."

"Oh yaa, panggil saya Bu Inem."

"Oke, Bu. Aku langsung bayar dan tempatin sekarang yaa?" kata Chika.

"Silahkan. Semoga kamu betah. Rumah saya juga tidak jauh dari sini, di belakang kontrakan ini," kata Bu Inem.

Bu Inem mengantarkan Chika sampai di depan pintu. Lalu, dia menyerahkan kuncinya kepada Chika. Setelah Bu Inem pergi, Chika sudah membayarnya untuk satu bulan ini. Chika masuk ke dalam kontrakan itu.

"Aku harus mandiri mulai hari ini, aku harus memulai hidup aku yang baru," kata Chika dalam hati.

Kontrakan yang tak begitu luas kini akan menjadi saksi cerita baru Chika Aglia Lestari. Chika harus bisa merubah semuanya. Dulu, dia bisa tidur di ranjang dan kasur empuk, sekarang dia hanya bisa tidur di atas kasur busa biasa. Dulu, Chika hidup serba mewah bagai Bidadari. Tapi, kini semuanya seolah berubah dalam sekejap.

"Kini aku mengerti akan hidup ini. Harta bukan segalanya, harta tidak akan selalu abadi," kata Chika meratapi nasibnya yang sudah berubah 180 derajat.

Chika merapikan tempat kontrakannya itu. Dia merapikan baju, menyapu, mengepel dan membuat kontrakan itu senyaman mungkin agar dia betah.

"Lagian aku harus betah, kalau aku gak betah, emang aku mau kemana lagi?" tanya Chika bingung.

***

Chika ketiduran hingga sore hari. Dia terlalu capek mengerjakan semuanya sendiri. Biasanya, dia tak pernah secapek itu.

"Hoaaaammmm," Chika menggeliat.

HP-nya berdering sangat keras sekali. Lalu, dia mengangkat teleponnya.

_di telpon_

"Hallo."

["Chika kamu dimana?"]

"Anita? Hmmm, aku di rumah."

["Mana? Aku nyari kamu ke dalam kamu gak ada."]

"Astaga, aku lupa."

["Kamu dimana, Chik? Kamu gak di rumah, aku tau."]

"Iya, Nit. Yaudah sekarang aku share lokasi aku yaaa?"

["Oke, aku tunggu."]

Telepon dimatikan.

Chika langsung mengirim lokasinya kepada Anita. Dia lupa, kalau sekarang dia bukan lagi di rumahnya. Tapi, dia mengontrak di tempat yang sangat kecil.

Chika menunggu sahabatnya di luar kontrakkan. Dia pun mencoba untuk bersosialisasi dengan orang-orang disana.

"Anitaaaa," teriak Chika.

Anita menengok dan segera berjalan ke arah Chika.

"Chika? Ngapain kamu disini?"

"Ayo, masuk dulu," ajak Chika menarik lengan Anita.

Anita masuk dan dia melihat ke segala arah di dalam kontrakkan itu.

"Kamu ngapain disini? Jangan bilang..."

"Iya, aku ngontrak disini, Nit. Aku gak tau harus kemana lagi, satu-satunya jalan yaa aku nyari kontrakkan yang murah aja," kata Chika.

"Ya ampun, Chika! Kenapa kamu gak bilang ke aku? Kamu bisa tinggal di rumah aku," kata Anita sedikit marah.

"Maaf, Nita, aku gak bisa. Aku gak mau merepotkan kamu dan keluarga kamu. Aku sudah banyak merepotkan kamu," ucap Chika.

"Tapi, apa kamu akan sanggup tinggal disini, Chik?" tanya Anita melihat keadaan kontrakan itu.

"Anita, aku harus sanggup. Aku pasti akan bisa melewati semua ini, mungkin dengan cara ini, Tuhan sudah menyiapkan kebahagiaan aku di depan," kata Chika tersenyum.

Anita menangis dan memeluk tubuh Chika. Anita kenal dengan Chika, walaupun dia anak orang kaya, tapi dia tak pernah sombong kepada siapa pun. Anita bangga mempunyai sahabat seperti Chika. Dulu, Anita selalu dibantu oleh Chika. Bahkan, untuk bayar biaya sekolahnya, Chika selalu membantunya disaat dia tak punya uang. Oleh sebab itu, Anita sudah menganggap Chika bagian dari keluarganya. Anita merasakan kesedihan yang begitu dalam yang dialami oleh Chika.

"Tapi, aku bingung, Nit," kata Chika.

"Kenapa?"

"Aku gak bisa diem di kontrakkan terus. Aku mau kerja, apapun!" kata Chika.

"Kamu yakin mau kerja?" tanya Anita mengernyitkan dahi.

"Iya," Chika mengangguk, "Aku harus kerja lah, Nit. Kalau aku gak kerja, aku gak akan bisa makan dan bayar kontrakkan. Tapi, aku mau kerja kemana yaa? Aku cuman lulusan SMA."

"Hmmm, iya sih sulit juga kalau nyari kerjaan yang enak kalau cuman lulusan SMA?" kata Anita.

"Tapi, aku gak mau kerja enak, aku mau kerja apapun yang penting halal," ucap Chika.

Anita sangat kasihan dengan keadaan Chika. Dulu, Chika sangat dimanja oleh kedua orang tuanya dan diberikan fasilitas yang sangat layak untuk dia, tapi sekarang Chika harus mengalami nasib yang sangat buruk.

"Ada sih, Chik, lowongan pekerjaan," kata Anita.

"Dimana? Kerja apa, Nit? Aku mau dong," sahut Chika tersenyum.

"Kerjaannya cuman pelayan di restaurant. Apa kamu mau?"

"Mau banget! Aku mau, Nit. Aku udah siap!" kata Chika dengan semangat.

"Kamu satu pekerjaan sama aku, Chik. Gapapa kamu jadi pelayan restaurant?" tanya Anita.

"Anita, aku mau kerja apa aja yang penting halal dan juga bisa menghidupi aku sendiri," jawab Chika.

Anita akan mengajak Chika bekerja esok hari. Sudah pasti, Chika akan diterima, karena restaurant tempat ia bekerja sangat membutuhkan Waitress.

_______

Keesokan harinya, Chika sudah menunggu kedatangan Anita. Jarak rumah Anita ke kontrakkan Chika hanya 500 meter saja. Jadi, mereka tidak perlu naik kendaraan umum atau yang lainnya.

"Chikaaaa," panggil Anita.

Chika langsung keluar dan mengunci pintunya. Dia berjalan bersama Anita untuk melamar pekerjaan. Chika sangat bersemangat sekali untuk bekerja. Dia sudah siap dan sudah menerima semua kenyataan hidupnya. Kini, dia harus bisa bangkit lagi dari keterpurukan masa lalunya. Chika harus fokus untuk masa depannya. 

"Restaurant Seafood"

Terpampang jelas nama Restaurantnya. Lalu, mereka masuk ke dalam. Anita masuk ke dalam ruangan pemilik Restaurant itu untuk menemani Chika yang akan melamar pekerjaan disana.

"Pak," kata Anita dengan sopan.

"Ya?"

"Saya membawa temen saya untuk bekerja disini, Bapak bisa liat berkas lamarannya dulu," kata Anita.

"Ya, silahkan kamu pergi. Saya akan memeriksanya dan langsung meng-interview dia," perintah Pria pemilik Restaurant itu.

Anita keluar. Pria itu langsung memeriksa semua berkasnya.

Perasaan Chika tak karuan, dia deg-degan karena takut tidak diterima disana.

"Chika?"

"Iya, Pak?"

"Apa kamu sebelumnya pernah bekerja?"

"Belum, Pak. Ini baru pertama kali saya bekerja. Tapi, saya akan bekerja dengan sungguh-sungguh, karena saya harus menghidupi diri sendiri."

"Oh, baiklah. Saya terima kamu. Saya mau kamu bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak ada santai kecuali pada saat jam makan siang. Disini ada shift satu dan shift dua. Kamu bisa mengikuti shift sesuai jadwal yang diperintahkan oleh saya!" tegas Pria itu.

"Baik, Pak."

Chika langsung diperintahkan bekerja pada hari itu juga. Chika sangat senang dan bersemangat sekali. Dia tak ingin membuang kesempatan itu, dia akan bekerja keras demi masa depannya.

"Gimana?" tanya Anita.

"Aku diterima," jawab Chika dengan ceria.

"Syukurlah. Yaudah, ayo aku ajarin kamu yaa?" ajak Anita.

Anita mengajari cara menjadi pelayan terbaik di Restaurant itu. Chika pun langsung mempraktekkannya. Tanpa ragu lagi, Chika sudah bisa menjadi pelayan yang baik. Wajahnya yang ramah, senyumnya yang manis dan juga dia sangat bersikap sopan sekali kepada pengunjung Restaurant.

Tak terasa, hari pun sudah siang. Anita dan Chika beristirahat untuk makan siang bersama. Mereka makan siang di halaman belakang Restaurant.

"Kamu harus tau, Chik. Pak Devan itu sangat tegas, tapi dia tampan juga," kata Anita.

"Pak Devan? Siapa?"

"Itu lho, pemilik Resto ini," jawab Anita.

"Oh, yang interview aku 'kan?"

"Heem. Pak Devan sangat cuek kepada karyawannya, dia akan marah sekali kalau kita berbuat salah. Bahkan, tidak segan-segan dia akan memecat karyawan yang melawan perintah darinya," kata Anita.

"Waduh, serem juga yaa?"

"Iya, padahal wajahnya tampan sekali, tapi sayang kelakuannya tidak seperti wajahnya," kata Anita.

"Hmmm, iya sih jangan melihat luarnya aja," ucap Chika.

Saat mereka sedang berbincang-bincang, tiba-tiba seorang pria menghampiri mereka.

"Nit."

"Hey, baru dateng?"

"Iya, nih. Ini siapa?" tanyanya.

"Oh kenalin, ini sahabat aku namanya Chika," kata Anita.

"Oh iya, kenalin aku Hito," ucapnya.

Hito adalah partner kerja Anita, bisa dibilang mereka sangat dekat dan bersahabatan. Anita dan Hito bersahabatan pas masuk Resto, kebetulan mereka melamar kerja bareng. Hito juga mempunyai wajah yang sangat manis sekali.

"Gimana hari ini, Nit?" tanya Hito.

"Hari ini aman lah, To."

"Syukurlah, semoga nenek lampir itu gak dateng kesini deh. Gue berharap gak akan kesini lagi dia," kata Hito.

"Hah? Nenek lampir siapa?" tanya Chika.

"Jadi, gini Chika. Disini ada satu nenek lampir yang sangat dibenci oleh semua karyawan disini," kata Hito langsung so akrab.

"Ada-ada aja deh."

"Emang beneran. Coba tanya Anita," kata Hito dengan sedikit berbisik.

"Emang ada, Nit?"

Hito langsung menuju ke dalam Resto untuk mengganti pakaiannya.

"Ada, Chik. Si Hito emang rese, tapi semua karyawan disini sebal sama cewek itu, makanya disebut nenek lampir."

"Emang jahat yaa dia?"

"Dia itu pacarnya Pak Devan, tapi selalu ngatur pekerjaan kita. Kita duduk sedikit aja, dia langsung emosi dan marahin kita."

"Parah banget yaa? Kok Pak Devan mau yaa punya pacar seperti itu?" tanya Chika.

"Gak tau juga. Pokoknya kamu harus hati-hati kalau ada dia, nanti kena semprot lagi. Nama dia itu Clara Olasandra. Beda banget nama sama kelakuannya," ucap Anita.

"Hmmm, yaudahlah selama dia gak jahat, aku akan bersikap biasa aja," ucap Chika.

Mereka pun kembali ke dalam Resto untuk melanjutkan pekerjaannya hingga jam 3 sore.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Looking for Happines   Tiga Puluh

    *****HAPPY_READING*****Devan dan Rendy langsung keluar untuk mencari keberadaan Indah."Siapa yang berani nyentuh adik gue, akan berhadapan langsung sama gue!" teriak Devan.Rendy merasa bersalah, harusnya kemarin dia menjaga Indah sampai Oma Tri datang. Tapi, semuanya sudah terlanjur."Maafin gue Dev, kemarin gue buru-buru dan gak tau kalau Oma belum pulang," ucap Rendy."Sekarang kita cari kemana?" tanya Devan.Rendy menunduk dan memikirkan nasib Indah. "Kalau sampai dia kenapa-napa, gue pasti akan bersalah banget.""Sekarang kita fokus cari Indah," kata Devan.Mereka pun tak kehabisan akal, mereka langsung nyamperin ke rumah teman-teman Indah.***°POV Chika°"Hoaaammmm."Aku menggeliat dan bangun dari tidurku. Kehamilan pertama ini benar-benar membuatku lemas dan ingin tidur selalu. Tapi, aku harus tetap semangat dan berjalan-jalan di pagi hari. Kurang lebih dua bulan

  • Looking for Happines   Dua Puluh Sembilan

    *****HAPPY_READING*****Keesokan harinya, Chika dan Devan sudah duduk di ruang makan. Mereka menantikan kehadiran Indah dan juga pacarnya."Mas kenapa?""Gapapa sayang," jawab Chika.Terdengar sebuah mobil berhenti di depan rumah mereka. Chika dan Devan berjalan ke arah pintu utama.Ketika Chika membuka pintu, "Hah? Itu 'kan Rendy?""Ngapain dia kesini?" tanya Devan.Setelah Rendy keluar dari mobil, dia membukakan pintu. Lalu, keluarlah seorang perempuan yang begitu cantik di hadapan mereka. Perempuan itu sudah tak asing lagi, yaitu Indah."Jadi, ini?" tanya Devan mendekati mereka berdua.Keduanya hanya tersenyum melihat Devan."Waah kalau ini aku setuju banget," ucap Chika penuh bahagia."Kalau Kak Devan gimana?""Hmmm, setuju gak yaa?" goda Devan.Indah menyenggol tangan Devan, "Ih, Kak."Chika langsung mengajak mereka masuk untuk mengobrol-ngobrol lebih lanjut lagi. Bik

  • Looking for Happines   Dua Puluh Delapan

    *****HAPPY_READING*****Hari demi hari, bulan demi bulan telah berlalu. Kini, tepat tujuh bulan Chika mengandung buah hati Devan dan Chika."Nak, baik-baik di perut Mama yaa sayang," kata Chika mengelus perutnya yang sudah terlihat membesar.Devan masuk ke dalam kamar dan mendekati Chika.Cup!Sebuah kecupan mendarat di perut Chika. Seolah mengerti, sebuah tendangan kecil dari dalam perutnya terasa saat Devan memegang perut Chika."Anak Papa udah ngerti yaa," ucap Devan."Padahal tadi diem aja, eh pas ada Papanya langsung aktif," timpal Chika.Devan menggandeng Chika menuju ke lantai bawah untuk sekedar bersantai. Untuk usahanya, Chika sudah mempercayakan tokonya kepada karyawannya. Begitu pun dengan Devan, dia sudah jarang ke Resto karena fokus untuk menjaga Chika yang sedang mengandung. Oma pun melarang Devan untuk jauh dari Chika, apalagi semenjak Clara masih saja mengusik kehidupan rumah tangganya."Duuh,

  • Looking for Happines   Dua Puluh Tujuh

    *****HAPPY_READING*****Praang ... Buk !Suara kaca pecah akibat hantaman batu yang dilempar oleh Clara.Devan segera berlari ke arah kaca dan membuka pintu mobil."Auuuww," rintih Chika memegang kepalanya yang sudah bersimbah darah.Devan panik, dia terlihat khawatir sekali. Sementara Clara yang melihat kejadian itu, ia langsung pergi untuk melarikan diri."Sayang, kamu baik-baik aja 'kan?" tanya Devan."A—aku gapapa—"Seketika, Chika tak sadarkan diri. Devan segera membawanya ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang baik untuk istrinya.Tak jauh dari sana, Devan sudah menemukan sebuah rumah sakit. Dia langsung turun dan membopong tubuh istrinya itu. Darah mengalir tak henti-hentinya dari kepala Chika, tepatnya di kepala sebelah kiri."Sayang, kamu bertahan," ucap Devan.Devan segera masuk ke dalam, dia terus memanggil perawat untuk segera menanganinya."Bap

  • Looking for Happines   Dua Puluh Enam

    *****HAPPY_READING*****°POV Chika°Kini, aku memutuskan untuk kembali ke rumah Mas Devan. Aku bahagia karena Mas Devan sudah membuka hatinya untuk aku. Jadi, perjuangan dan pengorbananku selama ini telah dibayar oleh kebahagiaan."Chika, maafin aku yaa untuk semuanya," ucap Mas Devan."Iya Mas. Sebelum kamu minta maaf juga udah aku maafin kok," ucapku tersenyum bahagia.Aku tak mampu menyembunyikan kebahagiaanku ini. Aku tersenyum dan terus bersyukur karena Mas Devan sudah bisa membuka hatinya untuk aku.Mas Devan membuka pintu rumah."Chikaaaa," teriak Oma Tri menyambut kedatanganku dengan girang."Omaaa," balasku langsung memeluk Oma dengan bahagia.Indah ikut nemeluk, dan kami pun berpelukan bertiga seolah-olah sudah satu abad tidak bertemu. Aku sangat beruntung memiliki mereka dalam hidup aku."Devan gak berbuat aneh-aneh lagi 'kan?" tanya Oma menatap tajam Mas Devan."Enggak Oma.

  • Looking for Happines   Dua Puluh Lima

    *****HAPPY_READING*****Keesokan harinya, Devan sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia mencoba menghubungi handphone Chika, tapi tetap tak aktif.Indah sudah berada di meja makan, dia melihat Devan keluar dari kamarnya."Kak, sarapan dulu," ucap Indah."Nanti aja.""Tapi, Kak, jangan sampe peurt Kakak kosong.""Gapapa Ndah," ucap Devan."Aku ikut," kata Indah langsung bangkit dan mengikuti Kakaknya dari belakang.Lalu, mereka pergi ke toko milik Chika. Devan berharap, kalau Chika ada disana. Indah pun sama, dia ikut membantu Devan untuk kembali bersama Chika. Indah hanya ingin kebahagiaan Devan dan Chika."Menurut kamu, Oma akan maafin Kakak gak?" tanya Devan."Oma baik, pasti dia akan maafin Kakak. Oma hanya sedang emosi saja.""Baiklah, Kakak janji, Kakak akan mencintai dan membuat bahagia Chika, kamu dan Oma," ucap Devan membuat hati Indah lega dan senang.'Akhirnya, Kak Devan sudah menc

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status