Share

Liburan

*****HAPPY_READING*****

Chika dan Devan sudah berada di salah satu tempat terindah disana, yaitu di sebuah taman.

"Mas, bagus yaa pemandangannya," kata Chika sambil menggandeng tangan Devan.

Mereka mencari tempat duduk untuk beristirahat sejenak.

"Emang kamu belum pernah kesini?"

"Hmmm, pernah. Tapi, itu udah lama banget sekitar 5 tahun yang lalu," jawab Chika.

Devan mulai mendengarkan cerita tentang Chika.

"Andai orang tua aku masih ada, mungkin aku gak akan sia-siakan waktu bersama mereka," kata Chika meneteskan air matanya.

Devan yang mendengarkan cerita Chika pun terharu, "Kasihan dia," gumamnya.

"Tapi, sekarang aku bersyukur karena dipertemukan dengan orang baik seperti Oma Tri dan kamu, Mas. Walau kamu belum mencintai aku, tapi gapapa, Mas. Aku tau kamu orang baik dan setia," kata Chika menatap kedua bola mata Devan, membuatnya salah tingkah.

"Apa sih?" ketus Devan.

"Hehe becanda, Mas," kata Chika tersenyum.

Mereka melanjutkan jalan-jalan disana. Chika sangat bahagia karena Devan mau diajak jalan-jalan, walaupun dia masih terlihat cuek, tapi Chika tidak peduli itu. Dia akan memperjuangkan cinta dan bahagianya.

"Mas, aku mau itu," tunjuk Chika.

"Apa?" 

"Itu, Mas."

Devan melihat ke arah yang ditunjuk Chika.

"Ya udah kamu beli, uang masih ada 'kan?" tanya Devan.

"Tapi, mau dibeliin sama kamu, Mas. Pleeeaaasseee," pinta Chika.

"Beli sendiri bisa 'kan?" 

"Gak bisa, aku pengen dibeliin sama kamu, Mas," rengek Chika sambil mengedip-ngedipkan matanya.

Devan jadi teringat dengan adiknya yang jauh disana. Wajahnya hampir sama dan bentuk tubuhnya pun mirip. 

"Mas, iya?" ucap Chika.

Akhirnya, Devan membelikan pop corn yang ada di sebrang jalan. Chika menunggu di bangku ayunan.

"Mas, Mas, aku tau perlahan kamu pasti bisa mencintai aku. Walau aku harus memohon, tapi gapapalah, aku memohon sama suamiku sendiri," kata Chika tersenyum memperhatikan Devan.

Devan berjalan dan menyodorkan dua buah pop corn, "Nih."

"Asyik, makasih yaa, Mas?" kata Chika bahagia.

HP Devan berdering, Chika melongo.

"Mas, bawa HP?"

"Jangan banyak tanya deh, kamu jangan berani aduin ke Oma!" tegas Devan ketika melihat layar HP-nya.

Devan menjauh dari Chika, meninggalkannya duduk sendirian.

"Pasti si Clara lagi! Baru aja ngerasain bahagia, udah gini lagi. Aku harus gimana lagi?" batin Chika.

Chika memakan pop cornnya agar dia tak terlalu galau memikirkan Devan yang sedang telponan.

Tak berapa lama, Devan kembali dan duduk di sebelah Chika.

"Jangan sampai kamu ngadu ke Oma lagi!" tegas Devan.

"Iya, Pak Boss," ledek Chika.

Devan melamun setelah mendapat telepon dari Clara.

"Mas, Clara ngomong apa?"

"Lancang kamu! Jangan suka kepo," ketus Devan.

"Ya, maaf. Kan aku istrimu, jadi aku penasaran dong," kata Chika sambil menyuapkan pop corn ke dalam mulutnya.

"Kamu gak berhak penasaran dengan hidup saya. Kamu tau 'kan? Saya tidak mencintai kamu!" kata Devan.

"Iya, aku tau Mas."

"Syukurlah kalau kamu sadar diri!" kata Devan.

Chika diam tak menjawab lagi. Dia tak mau memperpanjang perdebatan dengan suaminya yang keras kepala itu.

Selesai berjalan, mereka kembali lagi ke hotel untuk beristirahat.

****

Anita melihat Hito sedang melamun.

"To, lo kenapa sih?"

"Gapapa," jawab Hito.

"Lagi mikirin Chika sama Pak Devan yaa? Udah, lo jangan terlalu cemburu lah," ledek Anita.

"Siapa juga yang cemburu? Gue tuh cuman khawatir aja, takutnya Chika gak bahagia disana," kata Hito.

"Hmmm, iya juga sih. Apa Pak Devan disana memperlakukan Chika dengan baik? Tapi, gak mungkin juga Pak Devan berbuat jahat," kata Anita.

"Iya, tapi 'kan tetep aja gue khawatir. Apalagi Pak Devan terpaksa menuruti kemauan Oma, gue takut Chika kenapa-napa disana."

"Tenang aja, To. Nanti gue telpon Chika deh, biar kita tau keadaan dia disana seperti apa," kata Anita.

"Nanti lo kabarin gue yaa."

"Oke, To," kata Anita.

Mereka pun kembali untuk menyelesaikan pekerjaannya.

**

Hari sudah malam, Devan sedang berjalan di halaman depan hotel. Dia sangat jenuh atas semuanya.

"Ini semua gak adil buat saya!" ucapnya pelan.

HP-nya berdering, Devan segera mengangkatnya.

"Hallo, good night baby."

["Hallo, aku kangen banget tau."]

"Iya, sayang aku juga kangen. Aku jenuh banget nih."

["Besok pagi aku nyampe Bali. Kamu tunggu disana yaa?"]

"Dengan senang hati sayang, kita akan berlibur disini."

["Pokoknya aku mau belanja banyak!"]

"Belanja sesukamu, honey. I love you."

["Okay. Ya udah aku mau siapin dulu semua barangku."]

"Iya, sayang. Nice to meet you."

[Ya."]

Clara! Dia menutup teleponnya karena akan mengemasi barang-barang yang akan dia bawa. Dia menyusul atas kemauannya dan juga kemauan Devan. Mereka akan berlibur disana.

Chika tak sengaja mendengar percakapan Devan di telepon. Entah yang ke berapa kali, hatinya sangat hancur mendengar semua itu.

"Mas, Mas, aku udah berusaha untuk membuat semuanya indah. Tapi, hati kamu tetap buat dia," kata Chika meneteskan air mata.

Chika kembali ke kamar, karena dia tak mau ketauan oleh Devan.

"Tapi, aku tetep harus perjuangin suami aku demi Oma dan kebahagiaan kita semua!" kata Chika menyemangati dirinya sendiri.

_____

Keesokan harinya, Devan sudah tak berada di kamar. Chika sudah bisa menebak semuanya. Lalu, dia pun bangkit dan ke kamar mandi.

Chika memang wanita tegar dan kuat hatinya. Dia tak pernah menyerah untuk berjuang memiliki suaminya seutuhnya.

Selesai mandi, Chika merias dirinya agar tak kalah cantik dengan Clara. Chika hanya ingin Devan hanya menjadi miliknya, bukan milik wanita lain.

"Aku harus bisa menjaga sikap, aku harus santai dan aku harus ikutin semuanya. Tapi, aku gak akan pernah nyerah untuk semua ini," ucapnya sambil bercermin.

Tak berapa lama kemudian, Devan sudah kembali ke kamar hotel.

"Mas, darimana?"

Devan langsung keluar lagi, lalu Chika sengaja mengikutunya.

"Clara?" ucapnya kaget ketika melihat wanita itu sudah berada di depan matanya.

"Halo, Chika, apa kabar?" tanya Clara sambil tersenyum sinis.

Clara menghembuskan nafasnya, "Aku baik. O ya, kamu liburan juga?"

"Tentu dong. Dia pacar dan wanita yang akan tetap ada di hati aku selamanya," potong Devan.

"Ah, makasih sayangku," ucap Clara sengaja membuat cemburu Chika.

"Oh!" Chika segera kembali ke kamarnya. Dia tak ingin melihat pemandangan yang tak seharusnya ada di impian dia.

Chika menangis, "Sampai kapan Mas Devan akan seperti itu?"

Devan masuk ke dalam kamar dan mendekati Chika.

"Satu lagi! Kamu jangan berani aduin semua ini sama Oma, kalau kamu berani, aku bisa saja tinggalin kamu!" ancamnya.

"Tapi, Mas..."

"Kamu mau kan saya bahagia?"

"Iya, Mas."

"Kamu juga tau 'kan, kalau kebahagiaan saya cuman bersama Clara? Jadi, kamu jangan ceritain ini semua pada Oma!" bentak Devan.

"Baik, Mas."

Chika menyerah dengan keadaan itu. Dia tak ingin menyakiti siapa pun, termasuk Oma.

"Ya sudah, saya mau jalan dulu dengan Clara, pacarku," kata Devan lalu keluar.

Chika melihatnya sampai bayangannya hilang. Dia amat terpukul sekali melihat semua itu.

"Aku harus menjadi wanita kuat dan gak cengeng seperti ini," kata Chika mengelap air matanya.

Sementara, Devan dan Clara sedang berjalan ke sebuah Restaurant. Mereka sengaja untuk sarapan disana tanpa mengajak Chika.

"Sayang, kamu mau pesen apa?" tanya Devan.

"Hmmm, aku mau ini," tunjuk Clara pada buku menu.

Devan segera memanggil pelayan.

"Devan sayang," panggil Clara.

"Kenapa, sayang?"

"Kamu gak cinta 'kan sama perempuan itu?"

"Maksud kamu? Si Chika? Ya enggak mungkin dong sayang. Cinta aku tuh buat kamu doang," kata Devan menggenggam tangan Clara.

"Tapi, kenapa kamu gak ceraiin aja dia?"

"Hey, sayang, aku gak mungkin ceraiin dia, aku gak mau nyakitin Oma dan aku gak akan bisa hidup tanpa fasilitas dari Oma," kata Devan.

"Ya 'kan kamu bisa langsung nikahin aku nantinya," kata Clara.

"Iya, nanti aku fikirin semuanya. Lagian kasihan Oma, aku gak mau nyakitin Oma, sayang. Kamu ngerti 'kan maksud aku?" 

"Ya ya ya," jawab Clara.

Tak berapa lama, makanan pun sudah ada di depan mereka. Mereka segera memakannya.

*

Chika masih berada di dalam kamar. Dia tak ingin keluar dan melihat kebahagiaan suaminya dengan wanita lain.

Ting! Sebuah pesan singkat masuk ke dalam HP-nya.

di w******p

["Chik, kamu lagi ngapain? Kamu baik-baik aja 'kan?"]

"Iya, aku baik-baik aja kok, Nit. Gimana Resto?"

["Resto aman, ini juga ada Oma."]

"Oh, Oma ada disana? Salam yaa buat Oma."

["Pasti, Chik. Oma kamu pengen ngobrol sama kamu nih."]

"Aduh, maaf yaa Nit, bukannya aku gak mau. Aku mau ke toilet dulu nih."

["Oh, ya udah nanti kalau udah selesai,kamu langsung telepon aja, Oma pengen tau keadaan kamu sama Pak Devan."]

"Oke, siap."

Chika terpaksa berbohong untuk menutupi semuanya. Dia tak ingin Oma Tri kecewa dan tau kalau Devan lagi sama Clara.

"Maafin aku, Oma. Aku terpaksa berbohong, aku gak mau penyakit Oma kambuh," ucap Chika.

Chika mematikan HP-nya dan langsung mencari kegiatan lain.

"Hmmm, aku kunci ah pintunya. Aku mau liat tas Mas Devan, lagian aku 'kan istrinya, jadi gapapa lah yaa," kata Chika tersenyum, lalu dia berjalan dan mengunci pintu.

Chika mulai membuka tas Devan di atas meja. Dia melihat dan mengeluarkan ada beberapa fotonya bersama dengan Clara. Chika memperhatikan semua foto yang ada di tasnya.

"Lucu banget kamu, Mas," ucap Chika tersenyum ketika melihat foto Devan saat kecil.

"Oh, jadi ini Mama sama Papanya Mas Devan," kata Chika.

Tak hanya foto, banyak beberapa berkas di tas milik Devan. Chika penasaran dengan isi tas yang selalu dibawa oleh Devan kemana pun dia pergi.

"Ada surat?" ucap Chika melihat sepucuk surat di dalam amplop.

Chika membuka surat itu dan membacanya. Dia membaca dengan teliti, dari atas sampai selesai.

"Hmmm, jadi Mas Devan kangen banget sama keluarganya, kasihan banget sih Mas. Bahkan, di hari pernikahan kamu pun aku gak liat orang tua kamu. Tapi, kamu beruntung memiliki Oma yang sangat perhatian dan sayang sama kamu, Mas," ucap Chika dalam hati.

Tok...Tok...Tok...

Chika segera merapikan tas Devan kembali seperti sedia kala. Dia tak ingin ketahuan oleh Devan dan dimarahi lagi.

"Lama banget, lagi ngapain sih?"

"Maaf, Mas. Aku tadi ketiduran, hmmm," kata Chika berbohong.

"Masih pagi jangan tidur, gak bagus buat kesehatan!" ucap Devan.

"Iya, lagian kamu kan gak ngajak aku pergi Mas, jadi aku tidur aja," ucap Chika.

Chika pun merayu Devan dengan segala cara agar Devan mau membuka obrolan dengannya.

Ceklek! "Sayaaang," ucap Clara yang membuka pintu.

Devan menyambutnya dengan senyuman, "Mari, masuk baby," ucapnya.

Chika berjalan ke arah Clara, "Bisa sopan gak? Ini 'kan kamar aku sama Mas Devan!" ucapnya.

"Oh oh, takut," ledek Clara.

"Chika, jaga sikap kamu!" bentak Devan.

"Tapi, Mas, ini kamar kita, gak seharusnya dia masuk kesini," kata Chika.

"Kata siapa? Dia bebas mau kesini kapan pun, lagian kenapa sih kamu gak bisa terima kenyataan aja kalau Clara itu wanita yang aku sayang dan cintai," kata Devan.

"Tuh, denger! Aku ini wanita yang spesial di hatinya Devan, bukan kamu!" timpal Clara.

Chika mendekati Devan, "Mas, silahkan kamu mau bermesraan dengan dia! Tapi, aku minta satu hal sama kamu, kamu jangan bermesraan di depan aku, aku ini istri kamu," ucap Chika dengan halus.

"Tapi, sayang, aku maunya disini," ucap Clara merangkul tangan Devan, "Aku pengeeen banget berteman baik sama istri kamu, biar aku ajarin dia menjadi istri yang bener!" sindirnya.

"Gak usah ajarin aku!" ketus Chika tak mau kalah.

"Chika! Kamu jangan bersikap seperti itu," kata Devan.

Chika diam, lalu dia membelakangi mereka. Chika langsung rebahan di atas kasurnya dan menutupi wajahnya dengan selimut.

"Harusnya aku yang kamu bela, bukan perempuan itu, Mas!" ucap Chika menutup kedua telinganya dengan bantal.

Clara pun berusaha membuat Chika kesal dan cemburu.

"Sayang, nanti malem kita ke Caffe yuk?" ajak Clara.

"Apa sih yang enggak buat kamu, sayang? Ayo," ucap Devan.

"Makasih yaa, sayang, aku sayaaaang banget sama kamu," kata Clara melirik ke arah Chika.

"Aku juga sayang sama kamu," ucap Devan.

"Hmmm, nanti kalau kita udah nikah, aku pasti akan bisa bahagiain kamu," kata Clara.

"Tentu! Dan, kita akan bahagia selamanya, iya 'kan sayang?" ucap Devan.

Chika membuang bantalnya ke arah Clara dan Devan, mereka pun kaget.

"Apa-apaan sih, Chika?" bentak Devan.

"Maaf, Mas. Tadi aku denger kamu mau nikah sama dia? Aku gak akan sudi!" jawab Chika.

"Terserah saya! Lagian, kamu bukan wanita yang aku mau dan inginkan!"

"Tapi, aku akan berusaha membuat kamu membuka mata dan hati kamu, kalau aku adalah istri yang baik buat kamu," kata Chika.

"Sayang, kita ke luar aja yuk? Disini panas banget," ajak Clara.

"Iya, sayang. Kita duduk aja di depan sana," kata Devan.

Akhirnya Devan dan Clara keluar dari kamar dan meninggalkan Chika sendirian.

"Haduh, drama apalagi ini? Hmmm, lama-lama stress juga aku!" ucap Chika langsung mengunci pintunya.

Chika ingin bercerita kepada orang lain, tapi dia tak mau mengumbar aib rumah tangganya. Dia tak ingin nama Devan jelek di mata orang lain. Tapi, Chika juga butuh teman untuk sekedar curhat.

"Aku punya ide, curhat aja sama tembok lah, aku capek!" kata Chika langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur lagi dan tertidur lelap.

*

Hari sudah malam, menunjukkan pukul 21.00 WIB. Devan belum juga pulang, Chika pun khawatir.

"Mas Devan kemana sih? Jam segini belum pulang?" gumamnya.

Chika sudah menyiapkan makan malam untuknya dan juga Devan. Chika menunggu kedatangan suaminya, dia pun mengantuk dan akhirnya tertidur di atas meja.

Ceklek! Devan pulang dan melihat Chika sudah tertidur dengan posisi kepala di atas meja.

"Ngapain juga dia tidur disitu? Hmmm, sudahlah, saya capek dan ngantuk, seharian penuh saya bersama kekasih saya, Clara. Waktunya tidur," ucap Devan langsung membersihkan badannya dan tidur.

_____

Sudah 5 hari mereka berliburan, hari ini adalah hari ke-6 dan esok mereka harus kembali lagi ke rumah. Tapi, Chika merasa sedih karena Devan selalu pergi bersama Clara, bukan dengan dirinya.

"Bahkan, setiap malam aku nunggu Mas Devan, tapi dia gak peduli sama sekali," ucap Chika dalam hati.

Dia sarapan sendiri, karena Devan sudah pergi bersama Clara untuk sarapan di luar. Chika mencoba menikmati dan menelan pahitnya hidup sendiri.

"Tapi, bagaimana pun aku harus mempertahankan semuanya. Aku ingin seperti Mami dan Papi, sehidup semati," ucap Chika.

Selesai sarapan, Chika keluar untuk menghirup udara segar. Dia bosan di kamar terus. Walau tanpa Devan, Chika harus membiasakan diri untuk keluar walau tanpa Devan.

Chika menengok ke bawah, dia melihat Devan sedang berjalan menuju ke lantai atas dimana kamarnya berada.

Devan sudah berada di depan pintu, tapi Chika melihat ke atas langit seolah-olah tidak tau kalau Devan ada disana.

"Untuk menyapa aku aja, kamu gak mau, Mas," batin Chika melihat ke arah pintu kamarnya yang sudah ditutup.

Chika masuk ke kamarnya untuk mengetahui Devan.

"Eh, Mas, kok kamu ada disini? Kapan kamu kesini?" tanya Chika pura-pura.

"Ini 'kan kamar saya, saya bebas kapan saja masuk. Emang kalau saya keluar-masuk kamar ini harus izin sama kamu?" tanya Devan menatap tajam ke arah Chika.

"Ya, gapapa sih. Hmmm, oh yaa, Clara mana?"

"Buat apa nanya gitu?"

"Ya, enggak Mas. Biasanya jam segini kan dia ada disini, tumben sekarang gak nongol," ucap Chika.

Devan mendengus, "Udah deh, itu bukan urusan kamu!" 

"Iya iya iya deh, urusan aku tuh ngurus suami aku yaa?" kata Chika dengan nada manja.

"Gak usah, gak perlu repot-repot. Kamu urus aja diri kamu sendiri."

Chika tersenyum, "Aku kan perlu urus kamu juga agar kamu sadar kalau kamu udah nyakitin hati aku," kata Chika dalam hatinya.

HP Chika berdering, itu teleon dari Anita.

_di telepon_

"Hallo, Anita."

["Hallo, Chika. Ini Oma mau liat keadaan kamu."]

Anita mengalihkan mukanya dengan wajah Oma Tri.

["Chika, kamu baik-baik aja 'kan?"]

"Iya, Oma. Aku baik-baik aja kok."

["Devan memperlakukan kamu dengan baik 'kan?"]

"Iya, Oma. Aku bahagia banget Mas Devan mau ajak aku jalan-jalan dan keliling. Bahkan, setiap hari kita semakin romantis dan aku yakin Mas Devan perlahan mulai mencintai aku."

["Syukurlah. Oma bahagia dengernya, kalau Devan berbuat yang menyakiti kamu, lapor aja sama Oma."]

"Tenang aja, Oma. Aku gapapa kok, dan aku bahagiaaaaa banget."

["Iya, udah Oma masih banyak kerjaan nih, kamu sama Devan habiskan waktu kamu bersama yaa? Nanti Oma pengen liat foto liburan kalian berdua."]

"I...i...ya Oma."

Chika menutup teleponnya. 

"Dia bilang dia bahagia? Hmmmm, baguslah dia gak ngadu tentang Clara," batin Devan.

Chika melirik ke arah Devan yang sedang memperhatikannya.

"Mas, kenapa liatin aku?" tanya Chika.

"Enggak kok," Devan segera mengalihkan pandangannya.

"Tenang aja, Mas. Aku mencintai kamu dan gak mungkin aku ngadu ke Oma," kata Chika mendekati Devan.

"Baguslah."

"O yaa, Oma minta foto liburan kita disini. Gimana?"

"Apa perlu?" tanya Devan.

"Ya, apa salahnya kalau kita foto bareng? Lagian, aku gak mau Oma marahin kamu Mas, cuman foto berdua aja kok. Nanti siang kita jalan-jalan yaa Mas untuk terakhir kita disini?" pinta Chika mendekati wajah Devan.

"Saya pengen istirahat!"

"Tapi,Mas. Oma minta kita foto bareng di tempat-tempat indah. Aku 'kan bilangnya kalau Mas sering ajak aku jalan, yaa walaupun kenyataannya enggak. Tapi, please Mas mau yaa?"

"Iya, iya!"

Akhirnya Chika bersiap-siap untuk pergi bersama suaminya.

"Akhirnya, Mas Devan mau, setidaknya aku punya waktu bersama walaupun cuman sebentar," ucap Chika dalam hati.

Chika langsung merias wajahnya dengan make-up yang ia bawa. Chika ingin terlihat sempurna di depan suaminya itu. Dia tak ingin kalah cantik dengan Clara.

Setelah siap, Chika segera mengajak Devan.

Devan diam terpaku melihat penampilan Chika yang berbeda, "Dia cantik banget," batinnya.

Chika merasa Devan sangat memperhatikannya dan dia tersenyum.

"Semoga dengan ini kamu bisa membuka hati kamu, Mas," batin Chika.

"Ayo, Mas," Chika mengajak Devan dan langsung memesan taxy online.

Di dalam taxy, Chika memegang tangan Devan dengan erat. Lalu, dia ber-selfie dan mengabadikan moment itu.

"Mas, senyum dong," pinta Chika.

"Gak usah lah," kata Devan.

"Tapi, Mas, ih senyum kamu mahal amat. Kalau senyum 'kan kamu tambah ganteng," goda Chika tersenyum.

Supir pun tersenyum-senyum melihat kekonyolan yang diberikan Chika kepada Devan.

"Kalian suami istri yaa?" tanya Pak Supir.

"Iya, Pak," jawab Chika dengan cepat.

"Kalian pasangan serasi deh, ganteng dan cantik," puji Pak Supir.

"Oh, iya tentu Pak. Makasih, Pak. Doakan kita langgeng yaa, Pak?" ucap Chika terus memepet ke arah Devan.

"Iya, saya do'akan semoga kalian langgeng dan diberi kebahagiaan selamanya," ucap Supir.

"Aamiin," kata Chika.

Devan hanya diam tak berkata apapun.

"Mas, nanti di pantai pasti bagus banget yaa? Kita harus abadikan moment itu," kata Chika.

"Terserah kamu," ketus Devan.

Mereka telah sampai di Pantai yang terkenal indah di Bali. Mereka turun dan segera mengunjungi tempat wisata itu.

"Kenapa aku gak bisa nolak saat dia pegang tangan aku?" ucap Devan dalam hati.

Chika tersenyum bahagia karena dia bisa berjalan-jalan dengan suami tercintanya.

"Mas, disana bagus deh. Ayo, kita selfie lagi," ajak Chika menarik lengan Devan dengan manja.

Chika pun mengabadikan setiap momentnya.

Setelah lelah berfoto, mereka melanjutkan makan siang di pinggir pantai.

"Wah, ini bagus banget," ucap Chika dalam hati.

Devan melihat ke arah Pantai, "Asli, pemandangan disini bagus banget. Coba kalau ada Clara, pasti lebih seru lagi," batinnya.

Chika memilih foto untuk dijadikan status di sosial medianya. Dia ingin meng-upload foto bersama suami untuk pertama kalinya.

Makanan datang dan mereka segera melahapnya. Chika memperhatikan wajah Devan dan tersenyum.

"Walau terpaksa, aku sangat bahagia sekali, Mas," kata Chika dalam hati.

Devan merasa dia diperhatikan oleh Chika, "Kenapa sih?"

"Gapapa, Mas. Aku sangat bahagia sekali," jawab Chika.

"Bahagia? Kenapa?"

"Karena kamu, Mas. Pokoknya aku bahagia memiliki kamu," ucap Chika.

Devan terdiam, "Bahagia darimana? Jelas-jelas saya tak pernah mencintainya. Kenapa dia bisa bilang kalau dia bahagia sama saya? Ah, cewek aneh memang!" gumamnya.

*

Hari sudah malam, mereka segera kembali ke hotel untuk beristirahat. Chika sudah membersihkan badannya dan melihat Devan masih sibuk dengan HP-nya.

"Mas, makasih yaa untuk waktunya hari ini?"

"Ya!" jawabnya ketus.

Chika langsung naik ke atas tempat tidurnya. Tak lama kemudian, Devan pun tidur di samping Chika. 

"Hmmm, kamu kalau mau tidur harus nunggu aku tidur dulu. Aku mau peyuk ahhh," kata Chika memeluk tubuh Devan.

Devan pun merasa kalau dia sedang dipeluk oleh Chika, berkali-kali Devan melepaskan pelukannya. Tapi, Chika memeluknya erat sekali. Devan pun diam tak berkutik.

"Hmmm, gapapalah yaa, kan meluk suami sendiri," batin Chika sambil pura-pura tidur.

Mereka pun tertidur lelap hingga pagi hari.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status