Share

Episode 3

Bella masih menekuk wajahnya. sebelum mempersiapkan diri untuk pergi bekerja, Bella sempat mengompres matanya yang bengkak menggunakan sapu tangan kecil dibasuh dengan air hangat.

 

Gadis itu melewati Ayahnya yang sedang terduduk di ruang utama, sambil membaca berita yang tercetak di dalam koran. secangkir kopi dan beberapa butir biskuit menemani pria paruh baya yang biasa di sapa dengan sebutan Tuan Nick tersebut. bola matanya melirik kearah Bella singkat, kemudian berkata. "Jangan lupakan, sarapan." ucapnya santai, namun penuh perhatian.

 

"Aku tidak lapar," sahut Bella berjalan santai dengan ekspresi datar.

 

Brughkk...

Bella melempar kasar berkas hasil rancangan yang sudah ia kerjakan selama dua malam. memiliki bakat gambar yang terkembang kan membuat Bella akhirnya berhasil menduduki puncak kesuksesan. Di umur dua puluh empat tahun, Bella sudah memiliki butik terkenal dan berkembang di beberapa cabang.

 

Dari mulai brand lokal, sampai import Bella perjual belikan. tak sedikit pula, objek yang sudah Bella gambar berhasil gadis itu realisasikan menjadi sebuah pakaian lalu laris habis terjual di pasaran.

 

"Ahhhh..." Bella mengerang, mengacak rambutnya yang sudah berantakan.

 

Kekesalan Bella masih berlanjut, bukan kepada Felix. kali ini, Bella kesal pada dirinya sendiri lantaran ia kesulitan untuk melupakan bayang-bayang Felix yang terus mengintai dan menyiksanya selama semalaman.

 

***

 

"Astaga, Bella. Ini sudah jam sepuluh, tidakkah kau malu pada pegawai mu? kau ini bosnya." protes Rendi, asisten Bella yang sudah menemaninya selama satu tahun setengah.

 

"Jangan ganggu, aku. Rendi! urus saja pekerjaanmu sendiri, aku lelah," lirih Bella menjawab, kemudian menjatuhkan tubuh lemahnya di atas sofa.

 

"Ada apa? kau bertengkar lagi dengan, Felix?"

 

Bella tak menggubrisnya, gadis itu malah memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya.

 

"Bella, jawab aku. kenapa kau..." ucapan Rendi terhenti begitu ia melihat, jika Felix kini sudah berada di depan matanya. dengan membawa buket bunga mawar besar, berwarna putih dan merah muda. "Fe... Felix?" imbuh Rendi terbata, hingga langsung membuat Bella membuka matanya seketika.

 

"Kau..."

 

"Hay, Sayang." Sapa Felix kemudian memberikan bunga tersebut kepada Bella.

 

Ekspresi Felix benar-benar santai tanpa dosa. sejauh ini, Bella hanya mendiamkan Felix saja. Ia belum berterus terang, jika Bella sebenarnya sudah tahu segalanya.

 

"Kenapa kau disini?" tanya Bella spontan terkesiap.

 

Felix melirik kearah Rendi sejenak, dengan penuh keheranan Ia pun menjawab, "Pertanyaan mu aneh sekali, Aku biasa datang kesini. apa sekarang Aku sudah tidak di ijinkan lagi?"

 

Merasa hanya jadi pengganggu, Rendi pun berlalu meninggalkan pasangan tersebut yang terlihat sedang berperang dingin. Rendi memang sudah terbiasa, mulai dari hal manis sampai yang tidak menyenangkan sering kali pria itu saksikan.

 

"Bajingan, ia masih saja bersikap tenang. Rasanya aku ingin segera mencakar wajah tampannya yang selalu dirinya banggakan." batin Bella geram.

 

"Sayang, kenapa kau diam?" Felix langsung mendekati Bella, terduduk di sebelahnya. "Aku sangat merindukanmu," imbuh Felix memeluk sang empu.

 

Bella masih berkutat dengan rasa kesalnya, ia belum mengatakan apa-apa. membalas atau menolak pelukan Felix pun tidak Bella lakukan.

 

"Apa kau masih kesal, karena aku mengabaikan pesan dan panggilanmu?" Felix membelai wajah Bella, menyingkirkan anak rambut yang menutupi kecantikannya. "Sayang aku..."

 

"Hentikan!" Bella menahan wajah Felix yang terus mendekati dirinya, yang Bella yakini Felix akan mencuri sebuah ciuman darinya, "Pergi ke kantormu, sekarang! Aku masih banyak pekerjaan." titah Bella sambil menciptakan jarak dari Felix.

 

"Sayang kenapa kau..."

 

"Felix?"

 

Spontan Felix mengalihkan sorot matanya, setelah mendengar ada suara tak asing memanggil namanya.

 

"Kau disini? Apa dia kekasihmu?"

 

Sama halnya dengan Felix, Bella pun terperangah begitu melihat sesosok pria yang datang bersama wanita ke butik miliknya.

 

"Lisa kau..."

 

Bella langsung membulatkan matanya, mengalihkan pandangan kearah Felix begitu mendengar sang kekasih menyebutkan nama selingkuhannya.

 

"Hay," Lisa mengulurkan tangannya pada Bella, mengulas senyum ramah. "Aku Lisa. teman satu kampus dengan Felix, waktu di Melbourne."

 

Bella menatap tajam kearah Lisa dengan sorot mematikan, tanpa bicara ia bahkan mengabaikan tangan Lisa yang sedari tadi terus mengadah ingin di balas jabatannya.

 

"Untuk apa kau kemari?" tanya Bella dingin mengeratkan gigi.

 

Kemarahan Bella mampu Lucas baca, meskipun Lucas tahu jika Felix dan Lisa belum menyadari kegilaan mereka yang sudah di ketahui oleh Lucas dan juga Bella.

 

"Ah aku..." Lisa melingkarkan tangannya pada tangan Lucas, menempelkan pipinya pada otot lengan atas pria tersebut, "Aku mendapat rekomendasi jika butik ini cukup terkenal. itu sebabnya aku dan calon suamiku datang."

 

Haruskah Bella menahannya? pertanyaan itu terus mencecar Bella agar dapat segera memberikan reaksi di hadapan para pelaku perselingkuhan yang sukses menghancurkan hatinya. sebuah pilihan pun muncul, tetap diam dan berpura-pura tak tahu apapun. atau meluapkan segalanya, pada detik itu juga.

 

"Sayang, dia ingin membeli pakaianmu. kau tidak ingin melayaninya?" tanya Felix memucat, sedangkan Lisa dan Lucas sangat penasaran menunggu jawaban yang akan Bella berikan.

 

"Tahan dirimu, Bella. jangan ledakan amarahmu, sekarang." batin Lucas menatapnya dalam-dalam.

 

"Sikap Bella benar-benar aneh, apa dia sudah tahu jika aku ini adalah selingkuhan dari kekasihnya?" gumam Lisa bertanya-tanya.

 

"Euuu, sebenarnya kami berdua sedang bertengkar. Bella memang sangat irit bicara ketika sedang kesal padaku." terang Felix mencairkan suasana yang terasa tegang dan mencekam.

 

"Baiklah," Bella menghela nafas panjang, mencoba menekan kemarahannya agar tak meluap. "Rendi..." Bella memekik, memanggil nama sekretarisnya yang sedikit gemulai itu.

 

"Ada apa?" sahut Rendi menemui mereka.

 

"Temani, Nona ini. Berikan pelayanan terbaikmu, karena dia adalah orang yang sangat istimewa bagi kekasihku!" celetuk Bella menciptakan senyum nanar.

 

"Sayang apa mak...."

 

"Kalian kan teman satu kampus bukan? Apa aku salah?" Bella mengerjap, memutar bola matanya sejenak setelah memotong apa yang hendak Felix katakan, "Kau juga boleh menemaninya, kalian pasti rindu setelah sekian lama tidak bertemu." Bella mengalihkan sorot matanya kearah Lucas, "benarkan Tuan?"

 

"Euuu... itu... itu mungkin saja," Sahut Lucas terbata..

 

"Rendi, cepat suruh staf lain untuk mengambilkan minuman. Akan ada Felix yang menemani Nona ini,"

 

"Bella, tapi kau..."

 

"Masih ada rancangan yang harus aku kerjakan, nikmatilah waktumu. sementara Tuan ini bisa menunggu di sini, sambil menikmati kopi yang akan staf pegawai ku buatkan!" tegas Bella menyela, sambil menyeringai dengan nada bicara yang sedikit di tekan.

 

"Kau yakin sayang? apa kau tak akan marah jika aku berada dekat dengan wanita lain?" tanya Felix memastikan, mengelus bahu Bella perlahan.

 

"Pergi saja!" sahut Bella santai, menepis tangan Felix kasar.

 

Ucapan Felix terdengar sepeti Bella-lah yang terobsesi dan menggilai dirinya. hal itu Bella anggap sebagai sebuah tindakan pamer, sebab Felix selalu membanggakan ketampanannya dan berpikir jika Bella adalah gadis yang beruntung karena telah mendapatkan cintanya.

 

BERSAMBUNG...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status