Share

Episode 3

Penulis: mys05
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-02 08:39:01

Bella masih menekuk wajahnya. sebelum mempersiapkan diri untuk pergi bekerja, Bella sempat mengompres matanya yang bengkak menggunakan sapu tangan kecil dibasuh dengan air hangat.

 

Gadis itu melewati Ayahnya yang sedang terduduk di ruang utama, sambil membaca berita yang tercetak di dalam koran. secangkir kopi dan beberapa butir biskuit menemani pria paruh baya yang biasa di sapa dengan sebutan Tuan Nick tersebut. bola matanya melirik kearah Bella singkat, kemudian berkata. "Jangan lupakan, sarapan." ucapnya santai, namun penuh perhatian.

 

"Aku tidak lapar," sahut Bella berjalan santai dengan ekspresi datar.

 

Brughkk...

Bella melempar kasar berkas hasil rancangan yang sudah ia kerjakan selama dua malam. memiliki bakat gambar yang terkembang kan membuat Bella akhirnya berhasil menduduki puncak kesuksesan. Di umur dua puluh empat tahun, Bella sudah memiliki butik terkenal dan berkembang di beberapa cabang.

 

Dari mulai brand lokal, sampai import Bella perjual belikan. tak sedikit pula, objek yang sudah Bella gambar berhasil gadis itu realisasikan menjadi sebuah pakaian lalu laris habis terjual di pasaran.

 

"Ahhhh..." Bella mengerang, mengacak rambutnya yang sudah berantakan.

 

Kekesalan Bella masih berlanjut, bukan kepada Felix. kali ini, Bella kesal pada dirinya sendiri lantaran ia kesulitan untuk melupakan bayang-bayang Felix yang terus mengintai dan menyiksanya selama semalaman.

 

***

 

"Astaga, Bella. Ini sudah jam sepuluh, tidakkah kau malu pada pegawai mu? kau ini bosnya." protes Rendi, asisten Bella yang sudah menemaninya selama satu tahun setengah.

 

"Jangan ganggu, aku. Rendi! urus saja pekerjaanmu sendiri, aku lelah," lirih Bella menjawab, kemudian menjatuhkan tubuh lemahnya di atas sofa.

 

"Ada apa? kau bertengkar lagi dengan, Felix?"

 

Bella tak menggubrisnya, gadis itu malah memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya.

 

"Bella, jawab aku. kenapa kau..." ucapan Rendi terhenti begitu ia melihat, jika Felix kini sudah berada di depan matanya. dengan membawa buket bunga mawar besar, berwarna putih dan merah muda. "Fe... Felix?" imbuh Rendi terbata, hingga langsung membuat Bella membuka matanya seketika.

 

"Kau..."

 

"Hay, Sayang." Sapa Felix kemudian memberikan bunga tersebut kepada Bella.

 

Ekspresi Felix benar-benar santai tanpa dosa. sejauh ini, Bella hanya mendiamkan Felix saja. Ia belum berterus terang, jika Bella sebenarnya sudah tahu segalanya.

 

"Kenapa kau disini?" tanya Bella spontan terkesiap.

 

Felix melirik kearah Rendi sejenak, dengan penuh keheranan Ia pun menjawab, "Pertanyaan mu aneh sekali, Aku biasa datang kesini. apa sekarang Aku sudah tidak di ijinkan lagi?"

 

Merasa hanya jadi pengganggu, Rendi pun berlalu meninggalkan pasangan tersebut yang terlihat sedang berperang dingin. Rendi memang sudah terbiasa, mulai dari hal manis sampai yang tidak menyenangkan sering kali pria itu saksikan.

 

"Bajingan, ia masih saja bersikap tenang. Rasanya aku ingin segera mencakar wajah tampannya yang selalu dirinya banggakan." batin Bella geram.

 

"Sayang, kenapa kau diam?" Felix langsung mendekati Bella, terduduk di sebelahnya. "Aku sangat merindukanmu," imbuh Felix memeluk sang empu.

 

Bella masih berkutat dengan rasa kesalnya, ia belum mengatakan apa-apa. membalas atau menolak pelukan Felix pun tidak Bella lakukan.

 

"Apa kau masih kesal, karena aku mengabaikan pesan dan panggilanmu?" Felix membelai wajah Bella, menyingkirkan anak rambut yang menutupi kecantikannya. "Sayang aku..."

 

"Hentikan!" Bella menahan wajah Felix yang terus mendekati dirinya, yang Bella yakini Felix akan mencuri sebuah ciuman darinya, "Pergi ke kantormu, sekarang! Aku masih banyak pekerjaan." titah Bella sambil menciptakan jarak dari Felix.

 

"Sayang kenapa kau..."

 

"Felix?"

 

Spontan Felix mengalihkan sorot matanya, setelah mendengar ada suara tak asing memanggil namanya.

 

"Kau disini? Apa dia kekasihmu?"

 

Sama halnya dengan Felix, Bella pun terperangah begitu melihat sesosok pria yang datang bersama wanita ke butik miliknya.

 

"Lisa kau..."

 

Bella langsung membulatkan matanya, mengalihkan pandangan kearah Felix begitu mendengar sang kekasih menyebutkan nama selingkuhannya.

 

"Hay," Lisa mengulurkan tangannya pada Bella, mengulas senyum ramah. "Aku Lisa. teman satu kampus dengan Felix, waktu di Melbourne."

 

Bella menatap tajam kearah Lisa dengan sorot mematikan, tanpa bicara ia bahkan mengabaikan tangan Lisa yang sedari tadi terus mengadah ingin di balas jabatannya.

 

"Untuk apa kau kemari?" tanya Bella dingin mengeratkan gigi.

 

Kemarahan Bella mampu Lucas baca, meskipun Lucas tahu jika Felix dan Lisa belum menyadari kegilaan mereka yang sudah di ketahui oleh Lucas dan juga Bella.

 

"Ah aku..." Lisa melingkarkan tangannya pada tangan Lucas, menempelkan pipinya pada otot lengan atas pria tersebut, "Aku mendapat rekomendasi jika butik ini cukup terkenal. itu sebabnya aku dan calon suamiku datang."

 

Haruskah Bella menahannya? pertanyaan itu terus mencecar Bella agar dapat segera memberikan reaksi di hadapan para pelaku perselingkuhan yang sukses menghancurkan hatinya. sebuah pilihan pun muncul, tetap diam dan berpura-pura tak tahu apapun. atau meluapkan segalanya, pada detik itu juga.

 

"Sayang, dia ingin membeli pakaianmu. kau tidak ingin melayaninya?" tanya Felix memucat, sedangkan Lisa dan Lucas sangat penasaran menunggu jawaban yang akan Bella berikan.

 

"Tahan dirimu, Bella. jangan ledakan amarahmu, sekarang." batin Lucas menatapnya dalam-dalam.

 

"Sikap Bella benar-benar aneh, apa dia sudah tahu jika aku ini adalah selingkuhan dari kekasihnya?" gumam Lisa bertanya-tanya.

 

"Euuu, sebenarnya kami berdua sedang bertengkar. Bella memang sangat irit bicara ketika sedang kesal padaku." terang Felix mencairkan suasana yang terasa tegang dan mencekam.

 

"Baiklah," Bella menghela nafas panjang, mencoba menekan kemarahannya agar tak meluap. "Rendi..." Bella memekik, memanggil nama sekretarisnya yang sedikit gemulai itu.

 

"Ada apa?" sahut Rendi menemui mereka.

 

"Temani, Nona ini. Berikan pelayanan terbaikmu, karena dia adalah orang yang sangat istimewa bagi kekasihku!" celetuk Bella menciptakan senyum nanar.

 

"Sayang apa mak...."

 

"Kalian kan teman satu kampus bukan? Apa aku salah?" Bella mengerjap, memutar bola matanya sejenak setelah memotong apa yang hendak Felix katakan, "Kau juga boleh menemaninya, kalian pasti rindu setelah sekian lama tidak bertemu." Bella mengalihkan sorot matanya kearah Lucas, "benarkan Tuan?"

 

"Euuu... itu... itu mungkin saja," Sahut Lucas terbata..

 

"Rendi, cepat suruh staf lain untuk mengambilkan minuman. Akan ada Felix yang menemani Nona ini,"

 

"Bella, tapi kau..."

 

"Masih ada rancangan yang harus aku kerjakan, nikmatilah waktumu. sementara Tuan ini bisa menunggu di sini, sambil menikmati kopi yang akan staf pegawai ku buatkan!" tegas Bella menyela, sambil menyeringai dengan nada bicara yang sedikit di tekan.

 

"Kau yakin sayang? apa kau tak akan marah jika aku berada dekat dengan wanita lain?" tanya Felix memastikan, mengelus bahu Bella perlahan.

 

"Pergi saja!" sahut Bella santai, menepis tangan Felix kasar.

 

Ucapan Felix terdengar sepeti Bella-lah yang terobsesi dan menggilai dirinya. hal itu Bella anggap sebagai sebuah tindakan pamer, sebab Felix selalu membanggakan ketampanannya dan berpikir jika Bella adalah gadis yang beruntung karena telah mendapatkan cintanya.

 

BERSAMBUNG...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Love Shadows   Episode 69

    Lucas berlari menerobos pintu utama kediaman keluarga Bella. Pria itu terlihat sangat pucat, wajahnya mengatakan jika ia sedang tidak baik-baik saja. Lucas juga mengabaikan Nick yang sedang bersantai di ruang keluarga. Parahnya, sepertinya Lucas sama sekali tidak menyadari jika di sana terdapat sang Ayah Mertua."Lucas, kau..." Belum sempat Nick menyelesaikan ucapannya. Akan tetapi, langkah pria itu sudah sangat jauh dari pandangan matanya.Sampai detik ini, Nick sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiga puluh menit berlalu, Rina sebelumnya sempat mengatakan padanya jika sang istri hendak membawakan rupa-rupa minuman hangat beserta cemilan untuk di suguhkan pada putri tercintanya."Bella..." Pintu terdorong kasar dari luar. Suara hentakannya sanggup membuat kedua orang yang berada di dalam ruangan cukup terkejut.Rina melirik ke ambang pintu, bersamaan dengan Bella yang saat itu la

  • Love Shadows   Episode 67

    Aneh, itulah yang sedang Luna rasakan. begitu banyak kiriman yang ia dapatkan, mulai dari bunga, kue, sampai manisan hingga perhiasan. dengan nama Maria sebagai pengirimnya.Berulang kali Luna memastikan, ia bertanya, benarkah paket tersebut Maria kirimkan untuknya. Lalu jika iya, apa maksud dan tujuan wanita paruh baya tersebut.Kali ini Luna kesulitan untuk membaca apa yang lawannya rencanakan. Maria sendiri juga tidak pernah datang, kenapa kiriman tersebut harus diberikan oleh campur tangan kurir? Kenapa tidak dia sendiri saja yang mendatangi Luna dan memberikan paket tersebut secara langsung padanya?Sungguh, Luna benar-benar khawatir. tidak biasanya, Maria berbuat baik dan perhatian sampai harus repot-repot mengirimkan sesuatu kepadanya. Apalagi benda tersebut terbilang cukup berharga dan ada nilainya."Kiriman lagi, Nyonya?" tanya Bibi Chan penasaran menghampiri."Iya, aku

  • Love Shadows   Episode 66

    Seminggu berlalu, Devan masih belum mendapatkan keinginan atas apa yang sudah Riana janjikan. gadis itu justru bertingkah seolah bak ratu, pekerjaannya hanya memainkan ponsel dan mendorong-dorong kursi roda milik Devan. Dengan ancaman yang ia jadikan senjata, Riana mampu hidup layak tanpa harus bersusah payah bekerja."Hey, kapan kau akan menepati janji mu?" tanya Devan dingin dengan mata memincing.Riana melirik ke sumber suara, dimana saat itu Devan sedang berada tepat di hadapannya. "Eummm, sekarang!" sahut Riana santai, setelah sebelumnya Riana memastikan waktu dan kondisi yang ia rasa sudah cukup memungkinkan.Riana bukannya tak ingin menepati janji, hanya saja. jika hal itu ia lakukan saat Maria dan Marco sedang berada di rumah. tentu yang akan Devan dan Riana hadapi hanyalah penolakan.Mungkin sekarang waktunya sudah tepat. saat keadaan rumah benar-benar sepi, dan hanya menyisakan Riana dan De

  • Love Shadows   Episode 65

    Alvin tentu tidak bisa menunggu lagi. tanpa berpikir panjang, ia langsung meninggalkan Luna begitu saja dan memilih untuk meminta pertanggung jawaban dari Marco dan Maria. Sumpah demi apapun, Alvin kini sudah benar-benar berubah. hidup dan matinya sudah Alvin serahkan pada Luna. jikapun harus memilih, Alvin lebih baik kehilangan segalanya dari pada harus berpisah dengan istrinya. Tidak perduli apa tanggapan orang lain yang akan Alvin dapatkan. pria itu sudah membulatkan tekadnya untuk menjebloskan ibunya ke dalam penjara. atas tuntutan percobaan pembunuhan. Padahal, Alvin sama sekali tak memiliki bukti apapun. Namun, kemarahannya sukses membuat pria itu kehilangan akal. untuk bertindak tanpa memikirkan dampak dan akibat. Bruak... Alvin mendorong kasar pintu utama kediaman keluarganya. langkah Alvin tak terkontrol, apapun yang Alvin lihat langsung Alvin lemparkan hingga sukses membuat kekacaua

  • Love Shadows   Episode 64

    Bencana, Alvin justru merasa jika nasihat ibunya sukses membuat pria itu merasa beban hidupnya bertambah. Bagaimana tidak? Mengontrol pikirannya agar segera melupakan Laura saja Alvin tak bisa. sekarang, Maria justru semakin menekan Alvin agar pria tersebut memanjakan Luna dan menghujaninya dengan penuh cinta. Ditambah permintaan untuk memiliki keturunan. Sudah cukup Alvin menuruti keinginan mereka yang semakin membuat pria itu merasa gila.Ayolah, Alvin tidak mungkin bisa melakukannya saat bayang-bayang Laura justru terus saja menghantuinya. Ini memang bukanlah pertama kali bagi Alvin. yang berarti, Luna bukanlah gadis satu-satunya yang akan pria itu tiduri. Namun, setiap kali melakukannya. Alvin justru melandasi hal tersebut dengan rasa ketertarikan. Ia hanya bisa memenuhi hal itu dengan adanya perasaan. Dalam kata lain, perasaan yang bisa di artikan atau di sebut cinta."Bibi Chan..." Luna memanggil wanita paruh baya tersebut, saat Bibi C

  • Love Shadows   Episode 63

    Bencana, Alvin justru merasa jika nasihat ibunya sukses membuat pria itu merasa beban hidupnya bertambah. Bagaimana tidak? Mengontrol pikirannya agar segera melupakan Laura saja Alvin tak bisa. sekarang, Maria justru semakin menekan Alvin agar pria tersebut memanjakan Luna dan menghujaninya dengan penuh cinta. Ditambah permintaan untuk memiliki keturunan. Sudah cukup Alvin menuruti keinginan mereka yang semakin membuat pria itu merasa gila.Ayolah, Alvin tidak mungkin bisa melakukannya saat bayang-bayang Laura justru terus saja menghantuinya. Ini memang bukanlah pertama kali bagi Alvin. yang berarti, Luna bukanlah gadis satu-satunya yang akan pria itu tiduri. Namun, setiap kali melakukannya. Alvin justru melandasi hal tersebut dengan rasa ketertarikan. Ia hanya bisa memenuhi hal itu dengan adanya perasaan. Dalam kata lain, perasaan yang bisa di artikan atau di sebut cinta."Bibi Chan..." Luna memanggil wanita paruh baya tersebut, saat Bibi C

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status