Share

Love You Mr. Arrogant
Love You Mr. Arrogant
Penulis: Fachra. L

Malam Pertama

Aroma lavender menyeruap sampai ke sudut ruangan. Aroma dari puluhan lilin yang tertata rapi, menggantikan cahaya lampu kamar. 

Taburan kelopak bunga, menumpuk hingga membentuk hati di lantai kamar mereka. Ranjang dengan sprei dominan warna putih pun sudah ditata sedemikian rupa. Lengkap dengan empat tiang sebagai penyangga kelambu putih, yang membungkus ranjang king size. 

"Siapa yang menyuruhmu tidur di situ?" 

Baru juga Fanya mendudukkan dirinya yang tergiur membelai kasur itu, suara bariton Regan membuatnya menegak seketika. 

'Ishh ... mulai lagi dia.'

Dan Fanya hanya membalasnya dengan senyum lebar. Menyahut bantal dan selimut dari dalam lemari. 

'Cih. Harusnya aku tau, kalau malamku akan berakhir di atas sofa.'

Ya, harusnya malam ini menjadi malam indah bagi pengantin baru. 

Harusnya malam ini mereka melewatinya dengan desahan. Napas terengah, dan keringat yang mengguyur tubuh mereka berdua.

'Hei, jangan bilang begitu! Aku juga tidak mau menghabiskan malam seperti itu.'

Oke, Fanya tidak ingin. Regan pun demikian. Lantas, bagaimana mereka bisa berada dalam satu kamar?

"Jangan menyusahkan aku. Urus dirimu sendiri."

Lagi-lagi, Fanya tidak menjawab. Hanya anggukan cepat dengan senyum tipis. 

"Kamu tidak bisu, 'kan?!"

"Tidak. Aku sudah mengangguk, 'kan?" 

"Aku pikir aku menikahi gadis bisu," ujar Regan lirih. 

Meladeni Regan seharian itu capek. Sudah menguras setengah dari tenanganya. Bisa-bisa, air kehidupannya pun ikut terkikis nanti.   

Gadis itu lebih memilih memasang earphone, dan menyebet ponselnya. Niat yang ingin memutar lagu, justru pandangannya teralih pada tranding topik hari ini. 

Apa lagi, kalau bukan berita perkawinannya dengan Regan Erlando. Seorang CEO dari perusahaan terbesar di negara ini, yang kekayaannya jika dijajar seolah tidak berujung. 

Erland Enterprises, dengan semua jajarannya yang menguasai setiap jengkal kota ini. 

'Bahkan napasku pun sudah berada di genggaman tangannya sekarang. Cih.'

Di atas altar itu dia berdiri dengan gaun putih yang terlihat sangat elegan dengan mahkota yang bertengger di atas kepalanya. 

Tangannya terulur, menyambut tangan Regan yang memintanya. Cincin berlian pun masuk ke jari manisnya dengan sempurna. Perjanjian pernikahan, terucap dengan lantang dari mulut Regan tanpa keraguan. 

'Dan sekarang aku ragu, pernikahan ini akan bertahan sampai matahari terbit.'

Come on, tidak secepat itu juga, Anya! 

Muak dengan apa yang ia lihat, gadis itu beralih ke sebuah aplikasi pemutar musik. Memasang volume keras-keras, dan mulai memejamkan mata. Sudah masuk pukul dua dini hari, masih ada beberapa jam untuk mengukir sungai.

"Hei, kemarilah!" 

Tidak ada jawaban. Telinga Fanya sudah tersumpal earphone sekarang.

Panggilan kedua, masih belum ada jawaban. Bahkan sampai panggilan ketiga, gadis itu masih tetap diam, dan tidak merespon apa pun. 

"Sepertinya aku harus memberikan sedikit pelajaran untukmu malam ini." Regan bergerak, melirik ke arah Fanya yang masih dalam mode sleeping beauty.  

Tangan kekar itu sudah gemas ingin membanting ponsel yang dipeluknya erat. Menikmati hentakan dari musik hard rock dari grup Linkin Park yang tersalur dari earphone. 

Entah apa yang dilakukan Regan, pria itu berbalik arah dan masuk ke dalam kamar mandi. Ada genangan air, di kedua telapak tangannya. 

Pastilah Fanya yang akan menjadi korbannya malam ini. Melihat tatapan jahil Regan, yang hanya terfokus ke arah gadis itu. 

Tidak main-main, Regan benar-benar mengguyurkan air itu tepat ke wajah Fanya tanpa ha hi hu. Membuat gadis itu gelagapan dan langsung menegakkan tubuh. 

"Apa, ini?!" 

"He, enak saja kamu tidur. Cepat kemari!"

'Aaa ... aku berjanji akan mengirimmu ke neraka, Tuan!'

"Iya, Tuan." Senyum saja, cari aman. Bisa-bisa Regan menyiramnya dengan air keras nanti.

"Pijat kakiku."

'What the ...?'

'Dia tidak bercanda, menyuruhku memijatnya di jam sekarang?'

"Jangan membuatku mengulang perkataanku!"

Fanya mengangguk, duduk di pinggiran kasur dengan mulai memijit kaki pria itu. Mengumpat apa pun dalam hatinya, meskipun kedua sudut bibirnya ia paksa untuk menyunggingkan senyum.

'Bertahan, bertahan, bertahan, besok masih hidup.' 

Begitu mantra yang selalu Fanya ucapkan sejak Atmaja memberikannya sebagai tumbal kekayaan. Bukan dalam keadaan bangkrut, hanya Atmaja yang serakah menginginkan lebih. 

Menghalalkan segala cara, agar anak sulungnya itu mendapat gelar Nyonya Erland. Hanya Fanya yang bisa ia gunakan sebagai umpan emas. Kakak tirinya, menolak mentah-mentah dengan alasan dia tidak ingin diperistri iblis bertopeng malaikat. 

"Bisa-bisa aku mati muda nanti. Apa lagi sampai berurusan dengan Kaisar. Bisa dikuliti aku," ujar Raisa beberapa hari yang lalu. 

Penolakan dari Raisa, langsung di-ijabah oleh kedua orangtuanya. Sedangkan Fanya yang menolaknya lebih halus, harus dihadapkan dengan pernyataan sang Ayah.

"Ayah sudah merawatmu selama ini, apa kamu tidak mau membalas budi?"

'Cih. Perkataan apa, itu. Bukankah memang anak adalah tanggung jawab orangtuanya.'

Dan sekarang, malam pertamanya harus ia habiskan dengan memijit kaki suaminya yang tanpa rasa bersalah, justru tertidur lebih dulu. 

"Argghh ...!" geramnya dengan mencekram kedua telapak tangannya sendiri. 

'Sial! Sekarang aku harus kehilangan satu jam jatah tidurku.'

Lelah berdiri seharian untuk menyambut tamu pesta pernikahannya, Fanya tertidur dengan cepat. Ditambah terapi memijit kaki Regan yang membuat rasa kantuknya datang lebih cepat dua kali lipat.

***

Kaisar sengaja datang lebih pagi hari ini. Mengingat ada beberapa berkas yang harus dipersiapkan untuk rapat dengan kolega asing siang ini. 

"Selamat pagi, Kai," sapa Akbar. Pria yang menguasai segala kebutuhan Regan. Menggerakkan semua pelayan beserta jajarannya. 

"Apa Tuan Muda sudah bangun?"

"Aku belum menerima perintah darinya."

Baru juga Akbar menutup mulutnya, suara panggilan telpon yang menggantung di dapur berdering. Pria yang berstatuskan suami akhir pekan saja itu bergegas ke arah dapur. 

"Kai, pergilah ke kamar Tuan Muda!" teriak Akbar setelah pria itu menutup sambungan.

"Hmmm."

Dengan langkah cepat, Kaisar menaiki tangga di mana kamar Regan terletak di tengah-tengah dua anak tangga yang saling berhubungan. 

Tok tok tok

"Masuk, Kai!" 

"Ada apa, Tuan?"

"Lihat, baru satu hari dia sudah seenaknya sendiri." Regan menunjuk ke arah Fanya yang masih menggulung seperti trenggiling di atas sofa. "Apa kamu belum mendidiknya?" 

"Saya sudah membekalinya dengan semua peraturan kemarin."

"Siram dia!" 

Kaisar tidak setega Regan. Dia memilih menyahut botol kecil dari meja rias. Menghampiri Fanya, dan menyemprotkan itu ke wajahnya.

"Emmm ...!" 

Tentu saja berhasil. Siapa yang tidak akan bangun jika disemprot seperti itu? 

Dan kelakuan Kaisar sudah seperti memandikan burung di dalam sangkar saking banyaknya semprotan. 

Oke, ralat. Regan dan Kaisar tidak ada bedanya.

"Hei, apa kamu tidak bisa membangunkan aku lebih manusiawi lagi?!" protes Fanya dengan mengusap wajahnya.

"Ini sudah lebih manusiawi, Nona. Tuan Muda justru menyuruh saya untuk menyiram anda. Dan saya sudah menggantinya dengan menyemprotkan ini." 

"Face mist! Cih. Baru kali ini aku dibangunkan dengan cara glowing." 

'Salah, ya. Aku pikir ini untuk membuat rambut kaku itu. Padahal aku berencana membuat wajahnya kaku tadi.'

"Apa anda lupa, dengan tugas anda?"

"Iya, iya, jangan mengingatkanku. Pergi sana!"

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
PiMary
Nyimak.....
goodnovel comment avatar
Yuzee Nadnad
Ngakak dong. Udah di siram gitu, tanya masih bisa ngelawak aja. Di bangunin dengan cara glowing ya Fan? 😂😂😂
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status