Share

4 -Beri Aku Lukisanmu!

Langit sudah menggelap diatas sana. Dan bodohnya lagi adalah, Hale masih setia berada di luar kafe. Meira yang baru saja selesai dari pekerjaannya itu sedikit terkejut saat mengetahui jika Hale masih berada di kafe depan minimarket.

Meira dengan polosnya berjalan mendekati Hale yang kini sedang memandangi Meira secara terang terangan.

"Tuan? Kau masih disini?"

"Kau tak buta kan?" ucap Hale yang lagi-lagi terdengar sangat kasar.

Meira kini mencoba tersenyum, 'Tuhan belum mengambil mata ini, dan ya, kedua mataku sangat sehat tuan,' ucap Meira dengan senyumannya yang mampu membuat Hale keluar dari dunianya.

Ini pertama kalinya Hale melihat sedekat ini, melihat Meira yang tersenyum lebar dengan jarak yang begitu dekat. Hale mengedipkan matanya, ia mencoba mengontrol ekspresi wajahnya.

"Baiklah tuan, aku harus pulang. Disini lumayan sepi saat makan, terlebih minimarket sudah tutup, sebaiknya kau juga pulang. Banyak anak-anak berandal yang suka duduk disini saat malam.." ucap Meira panjang lebar.

Saat Meira ingin melangkahkan kakinya menjauh, Hale menahan lengan Meira. "Tunggu." Meira menoleh dan spontan langsung melepaskan tangan Hale pada lengannya.

"Aah? Maaf?" Hale mengucapkan maaf secara spontan.

"Iya, ada apa tuan?" tanya Meira.

"Ekhmm,"

Hale diam, ia binggung bagaimana cara membicarakanya pada Meira. Ia ingin lukisan buatan Meira lagi.

"Lukisanmu," ucap Hale dengan membuang wajahnya dari Meira.

Meira menanti kalimat Hale selanjutnya, apa yang akan Hale katakan? "Ada apa dengan lukisanku tuan? Apa lukisanku rusak? Apa lukisanku tak bagus?Apa lukisan-" Hale meletakan jemarinya di depan bibir Meira.

"Diamlah!" ucap Hale singkat.

Jantung Meira berdetak. Apa itu tadi? Mengapa sentuhan jemari Hale di bibirnya membuat Meira merasa detak jantungnya berdetak dua kali lebih cepat?

"Aku akan terus terang. Aku tak tahu bagaimana gadis tuli sepertimu mampu membuat lukisan seindah itu. Aku sangat tertarik dengan lukisanmu! Aku, aku ingin kau melukis lagi dan aku akan membelinya semahal apapun itu." ucap Hale dan Meira yang sangat serius mengamati bibir Hale dan membaca gerak bibir Hale.

Meira melonggo, ia masih meresapi apa yang baru saja Hale katakan. Apa tuan kaya itu menyukai lukisannya? Pikir Meira.

"Tuan-"

"Apa aku berbicara terlalu cepat? Aku bilang aku menginginkan lukisanmu lagi, berapapun itu akan kubayar." ucap Hale dengan pengucapan yang jelas dan pelan supaya Meira mampu membaca gerak bibirnya.

"Tuan menyukai lukisanku?" tanya Meira tak percaya. Pasalnya ia sudah sangat pesimis jika lukisanya itu buruk, tapi Hale? Dia terang-terangan mengatakan bahwa dia menyukai lukisan Meira.

"Hmm." Hale hanya berdehem singkat.

Meira tersenyum dengan sangat manis setelahnya, ia memandang Hale dengan mata berbinar-binar. "Terimaksih tuan! Aku bahagiaada yang menyukai lukisanku!" ucap Meira. Jujur saja bagi seorang pelukis pemula seperti Meira, sebuah pujian atas hasil karyanya begitu membuatnya senang. Sangat senang.

Hale lagi dan lagi dibuat terpana. Wajah Meira ternyata sangat cantik, tidak bukan cantik karena tempelan make up. Meira hanya cantik karena senyumannya. Hale memandangi Meira. Wajah tersenyum Meira yang tersinari cahaya keemasan dari lampu jalan.

"Tuan?"

"Tuan?"

"Ah? Iya?" Hale gelagapan. Ia tertangkap basah memandangi Meira.

"Kau tak apa? Ada sesuatu di wajahku?" tanya Meira, ia meraba wajahnya untuk mengecek apakah wajahnya baik-baik saja.

"Sudahlah! Kapan kau bisa memberikan lukisanmu padaku?" Tanya Hale angkuh.

"Aku tak bisa tuan. Aku butuh waktu yang cukup lama untuk melukis di atas kanvas. Aku juga sedang sibuk saat ini," tolak Meira.

"Berapapun akan kubayar!" ucap Hale ngotot.

Hale membuka dompetnya dan mengeluarkan uangnya, "lihat, bahkan aku bisa membayarmu hari ini juga!" Hale menunjukan uang dan kartu kreditnya.

Meira tersenyum simpul, "uang tuan sangat banyak ya...?" tanya Meira.

"Tuan, diluar sana masih banyak orang ya g membutuhkan uang, mereka tak sekaya tuan. Lebih baik tuan sumbangkan uang itu untuk mereka yang membutuhkan." ucap Meira tenang, dan selanjutnya ia pergi dari sana. Jujur, ia merasa sedikit kesal saat Hale membuka dompetnya dan memperlihatkan uangnya pada Meira. Hale pikir Meira itu adalah gadis bermata hijau yang akan selalu mau dibayar dengan uang? Tidak. Tentu tidak.

Dari belakang Hale meneriaki nama Meira. Tapi percuma. Bukankah sudah kukatakan. Meira itu tuli. Ia tak akan bisa mendengar sekeras apapun kau memanggilnya.

"Hei! Meira!"

"Gadis tuli! Hei!"

Saat Hale akan mengejar Meira, gadis itu sudah terlebih dahulu memasuki bus dan pergi dari sana.

"Dasar tak tahu diri! Aku menawarkan uangku ini?! Dan dia? Dia menceramahiku?! Demi Tuhan! Dasar gadis tuli sombong! Jika saja lukisanya tak menarik perhatianku, aku tak akan mau mengemis padanya!" racau Hale, sembari menendang-nendang batu disekitarnya.

"Sial! Aku hanya ingin lukisannya!" gumam Hale marah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status