Share

5 -Usaha Pertama

Pagi ini Hale masih bertekad kuat untuk membuat Meira mau menjual lukisanya padanya. Jadilah pagi-pagi seperti ini Hale sudah mengunjungi Meira di kontrakan sederhana Meira.

Darimana Hale tahu tempat tinggal  Meira? Ya tentu saja dari Seva.

"Beritahu aku dimana tempat tinggal Meira!"

"Hoam... Aku-"

"Nona Seva! Cepat beritahu! Kau membuang waktuku dengan acara menguapmu itu!"

"Tuan Hale??!"

"Hmm."

"Meira tinggal di jalan Gardenia nomor 7 tuan, rumah sederhana yang berada di depan panti jompo."

"Oke!" Hale langsung menutup panggilannya waktu itu.

Kira-kira seperti itulah bagaimana cara Hale bisa sampai di depan pintu rumah Meira pagi ini. Pagi ini? Iya betul... Ini masih jam lima pagi!

Hale berdiri dengan angkuhnya, ia mengamati sekitar rumah Meira. Rumah yang sederhana dengan banyak sekali bunga lily putih di pagar depan rumah.

"Cukup rapih..." gumam Hale saat menyadari jika rumah Meira terlihat nyaman ketika dipandang.

Ckelek

Pintu terbuka dengan Meira yang terkaget saat menyadari Hale berdiri tepat di balik pintunya. "Tuan?!" ucap Meira kaget.

Lagi dan lagi, Hale hanya memandang Meira dengan ekspresi datar miliknya. "Aku masih menjadi manusia dan bukan hantu! Berhenti menatapku seperti itu!" ucap Hale dengan sarkas.

Meira keluar dan menutup pintunya, kini dia dan Hale berhadapan. Hal yang membuat Meira binggung adalah, ini masih jam lima pagi dan Hale ada di depan pintu rumahnya, dengan setelan jas berwarna abu-abu yang terlihat mahal.

Meira meremas piyama lusuh miliknya, jujur saja, ia gugup. Bagaimana Hale bisa tahu dimana ia tinggal? Apa semalam Hale mengikutinya? Begitulah pikir Meira.

"Mengapa tuan ada disini?" tanya Meira memecah kesunyian.

"Dan tuan, darimana kau tahu alamatku? Apa kau-"

"Buang pikiran bodohmu itu! Aku tak menguntitmu saat malam kemarin! Aku tahu tempat tinggalmu dari Seva." ucap Hale seraya memasukan tangannya ke dalam saku miliknya.

"Oo... Dari kak Seva," ucap Meira dengan suara kecil.

Hale memandangi Meira yang masih mengenakan piyama dengan panjang selutut berwarna putih gading. Ahh, sedari kemarin rasanya Hale selalu melihat Meira dengan pakaian berwarna tak menarik itu. Apa Meira tak memiliki pakaian dengan warna lain? Pikir Hale.

"Aku ingin lukisanmu!" ucap Hale tanpa basa-basi.

Meira yang membaca gerak bibir Hale lagi-lagi dibuat kesal. "Tuan! Kau sudah meminta lukisanku tiga kali sejak kemarin," ucap Meira yang tanpa ia sadari terlihat seperti seorang gadis yang sedang merajuk.

Hale merasakan sudut bibirnya berkedut. Ada apa ini? Batin Hale. Mengapa ia ingin tertawa dengan melihat ekspresi wajah Meira barusan?

"Aku terobsesi pada lukisanmu!" ucap Hale langsung. Hale ini adalah tipe orang yang akan selalu terus terang dengan segala keinginannya. Seperti saat ini. Di depan Meira ia mengatakan hal yang sedikit ambigu.

"Hah?" tanya Meira dengan kaget. Apa ia tak salah membaca gerak bibir Hale kan tadi? Hale terobsesi pada lukisannya?

"Aku. Terobsesi. Pada. Lukisan. Yang. Kau. Buat." Hale mengucapkan semuanya dengan sangat jelas dan lugas.

Meira mengerjapkan matanya."Ada orang yang sampai terobsesi pada lukisanku?" gumam Meira tak percaya.

"Iya. Dan orang itu berdiri di hadapanmu saat ini, Nona Meira!" Hale mengangkat dagu Meira, sehingga kini Meira menatap Hale dan bukan lagi pada sepatu mengkilap yang Hale pakai. Sebabnya sedari tadi Meira hanya menatap ke arah sepatu mahal milik Hale.

"Tuan..." Meira melepaskan tangan Hale dari dagunya. Ia tak suka sentuhan intim. Apalagi dari pria. Tidak, bukan berarti Meira tak suka pria, hanya saja... Meira itu memilki sedikit trauma. Trauma apa? Ya, nanti akan ada di bab selanjutnya. Sabar saja ya.

"Jangan menyentuhku tiba-tiba..." gumam Meira sembari menunduk.

Hale diam. Ia tahu mungkin sedikit lancang menyentuh seorang gadis yang bahkan baru kau temui kemarin. Namun, Hale juga tak paham, tanganya secara reflek ingin menyentuh Meira.

"Ekhmm, maaf." ucap Hale singkat.

Meira mengangguk, dia kini menatap kembali Hale. "Apa tuan benar-benar menyukai lukisanku?" tanya Meira memastikan. Hale pun langsung mengangguk. Ia sangat amat menyukai lukisan Meira. Gaya yang Meira pakai di lukisannya kemarin membuat Hale terhipnotis.

"Aku tak akan menjual lukisanku, aku hanya akan memamerkannya disaat ada pameran seperti kemarin, lagipula, kemarin kau membeli lukisanku dengan harga yang sangat mahal tuan, aku sampai binggung mau kuapakan uang itu..." ucap Meira panjang lebar.

Hale masih mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir pink delima milik Meira. Ah, mengapa Hale memandangi bibir itu terus? 'Hei! Hale bangun! Dia itu hanya gadis tuli yang bukan tipeku!' batin Hale.

"Tapi syukurlah! Aku akhirnya menyumbangkan sebagian besar uang kemarin ke panti itu." ucap Meira dengan tawa kecil di akhir kalimatnya.

Hale dibuat tak percaya, gadis sejenis Meira ini masih ada? Gadis yang tak terobsesi pada uang? Dengan entengnya Meira menyumbangkan sebagian besar uangnya ke panti jompo? Hale sangat kaget saat mendengarnya.

'Meira itu gadis tuli yang sedikit berbeda...' batin Hale.

"Lalu? Kau tak akan menjual lukisanmu lagi? Begitu maksudmu?" tanya Hale.

"Tidak, bukan seperti itu tuan... Aku akan menjual saat ada yang tertarik pada lukisanku, aku akan menjualnya seperti kemarin, di sebuah acara pameran seni," ucap Meira.

Hale menghela nafasnya panjang. Apa usahanya membujuk, merayu, dan mengemis pada si gadis tuli itu sia-sia?!

"Lalu kapan?"

"Hah? Apanya tuan?" tanya Meira mengamati gerak bibir Hale.

"Pameran. Kapan kau mau menghadiri pameran lagi?"

Meira diam dan menggeleng, "aku tak tahu, sebelumnya kak Seva yang membujukku untuk mengikuti acara pameran kemarin. Sebelumnya aku tak pernah ikut pameran lukis apapun. Aku hanya melukis untuk kujadikan konten video YouTube milikku." ucap Meira jujur.

Hale mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah. Mungkin nanti siang kau akan mendapatkan undangan  pameran." ucap Hale dengan berbalik. Ia ingin pergi dari sana sebelum Meira menghentikannya.

"Tuan!" panggil Meira.

Hale berhenti dan menoleh kebelakang,"apa?" tanya Hale.

"Ini masih sangat pagi, dan kau, apa kau sudah sarapan? Aku akan memasak, mari sarapan disini..." ucap Meira dengan sangat ramah.

Hale merasakan dadanya berdegup kencang. Meira tersenyum kepadanya sambil menawari untuk sarapan bersama. 'Hale! Dia itu gadis tuli yang kebetulan lukisanya kau sukai! Kau hanya suka lukisanya, dan bukan pelukisnya!' batin Hale menyadarkan kembali dirinya.

"Aku tidak tertarik." ucap Hale spontan.

"Ini sebagai rasa terimakasih ku, kau sudah membeli lukisanku kemarin... Ayolah tuan, kumohon..."

"Ah, baiklah. Hanya kali ini. " gumam Hale.

"Iya... Hanya kali ini, tuan..." ucap Meira  yang selaku diakhiri dengan senyuman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status