Yura yang merasa diperhatikan menolehkan wajahnya. "Apa kamu lihat-lihat?" tanya Yura sinis kepada pegawai wanita itu.
"Dasar nggak sopan." Pegawai wanita itu mengomentari Yura.
Belum sempat Yura membalas perkataan pegawai itu, Harry sudah menyela. "Sudah cukup, sekarang kamu boleh keluar dari ruanganku." Tegas Harry kepada pegawai wanita itu sebelum terjadi pertengkaran di antara keduanya. Pegawai wanita itu langsung pergi dengan penuh kekesalan. Harry segera menutup pintu ruangannya dan duduk di hadapan Yura sambil bersedekap tangan.
"Jangan bertanya apa-apa kepadaku, karena aku lagi malas bicara. Aku hanya ingin mencari tempat yang tenang tanpa ada gangguan dari rekan-rekanku yang terus bergosip tentang hubunganku denganmu. Dan aku rasa tempat ini paling cocok untuk menyelesaikan dokumen-dokumen ini." Yura langsung membuka dokumen-dokumennya di depan Harry.
"Baiklah, tapi ini nggak gratis," jawab Harry menatap Yura.
"Oke, nggak masalah," uc
"Sudah-sudah itu urusan anak muda Jerry, kita tidak usah ikut campur. Sebaiknya kita membicarakan tentang pernikahan mereka saja," ujar tuan Han menenangkan sedikit perseteruan antara bapak dan anak yang memiliki sifat sama-sama keras kepala. "Baiklah kamu menang kali ini Harry (pura-pura sebal). Oke begini, berhubung pernikahan kalian diajukan dan kami sepakat lebih cepat akan lebih baik. Jadi, pernikahan kalian diadakan lusa depan. Kalian besok jam 02.00 siang berangkat ke Shanghai, China bersama Daniel juga. Sedangkan kami, habis ini langsung berangkat karena harus menyiapkan segala sesuatunya di sana. Persiapkan semua barang-barang kalian malam ini. Harry, tolong jaga Yura dan juga Daniel oke!" Jelas tuan Park Jerry yang membuat Harry dan Yura melongo atas penuturan orang tuanya. Namun, mereka tidak bisa mengelak apa pun karena mereka merasa percuma juga hal itu tidak akan berubah meskipun mereka mengajukan argumen. "Oh iya satu lagi, setelah kamu pulang dan meny
Keesokan harinya, Yura, Harry, dan juga Daniel sudah berada di bandara Incheon, Korea Selatan. Karena 15 menit lagi pesawat menuju Shanghai akan segera take of. Setelah beberapa jam mereka melakukan perjalanan, akhirnya pesawat landing juga di bandara Pudong, Shanghai. "Waahh, akhirnya kita sampai juga di Shanghai Harry." Histeris Yura sambil menggandeng tangan Harry, sedangkan Harry hanya tertawa melihat Yura yang mulai bersikap manja kepadanya. Daniel yang melihat kemanjaan Yura pada Harry hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kelakuan Nunna benar-benar menggelikan." Perkataan Daniel membuat Yura menoleh ke arahnya. "Bilang saja kalau kamu cemburu melihat kakakmu ini sudah mempunyai pasangan. Iya, 'kan?" ujar Yura. "Oh sorry ... aku sudah memiliki kekasih." Jawaban Daniel membuat Yura kesal. Sedangkan Harry hanya tersenyum melihat perdebatan antara kakak beradik itu. Mereka bertiga segera memasuki mobil yang telah dikirim oleh tuan Park dan m
Tiba-tiba Yura terlonjak (karena terkejut) ketika ada sebuah tangan menyentuh bahunya. "Apa kamu tidak bosan hanya membaca buku seperti ini?" tanya Harry berhasil membuat Yura semakin gugup. "Ahhh, tidak. Aku lebih suka membaca buku daripada melakukan hal lain." Yura mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. "Apa maksudmu melakukan hal lain?" tanya Harry menggoda dan mendekatkan dirinya ke arah Yura. "Ahhh, aku tahu kamu memikirkan melakukan malam pertama bersamaku iya kan?" lanjut Harry mendekat lagi ke arah Yura. "Apa yang kamu lakukan?" Yura semakin gugup melihat Harry yang semakin mendekat. "Bukankah tadi kamu bilang sedang memikirkan malam pertama denganku?" tanya Harry mencoba menggoda istrinya. "Tidaakk ... aku tidak pernah mengatakannya. Kamu saja yang langsung menyimpulkannya secara sepihak." Yura mencoba untuk tenang. Namun, Harry semakin mendekat ke arahnya. Seda
Mereka berdua saling kejar-kejaran di tepi pantai dengan gelak tawa yang tidak lepas dari keduanya. Yura yang terus menghindar dari Harry, tiba-tiba kakinya tersandung membuat tubuhnya oleng dan akhirnya ia terjatuh. Harry yang tidak jauh dari Yura langsung menghampirinya. "Kamu nggak apa-apa, 'kan, Yura?" tanya Harry khawatir. "Kakiku sakit Harry." Yura merengek manja pada Harry. Kemudian Harry mengulurkan tangannya membantu Yura untuk berdiri. "Harry ..." Panggil Yura sambil merentangkan kedua tangannya. Harry yang mengerti dengan maksud istrinya itu langsung memeluknya begitu hangat. "Kenapa kamu jadi manja begini?" tanya Harry sambil mengelus rambut Yura. "Kenapa? Lagian apa salahnya seorang istri bermanja-manjaan dengan suaminya. Aku ingin memelukmu saja. Soalnya sebentar lagi kita kembali ke Korea pasti kamu nanti akan sibuk begitu juga denganku. Apalagi kita harus bermain kucing-kucingan dengan orang-orang kantor karena mereka semua tidak tahu
Di aula yang terbilang sangat luas, di sana terdapat para pegawai yang sudah berkumpul menunggu kedatangan direktur besar. Susana yang tadinya begitu bising, kini berubah menjadi sunyi karena kedatangan direktur beserta pengawalnya. Yura melihat raut muka Harry yang sedikit kusut merasa khawatir dengan keadaan suaminya sekarang. Yura sama sekali tidak mengerti masalah apa yang sedang menimpa suaminya saat ini begitu juga dengan rencana Harry, karena memang Harry tidak ingin melibatkan Yura dengan masalahnya. Mata Yura tak henti-hentinya terus memandang Harry dari tempat di mana ia duduk sekarang yang tak jauh dari podium Harry, sehingga Harry juga bisa melihatnya. Harry berdiri di depan para pegawainya dan menyampaikan beberapa pesan. "Selamat siang semuanya, maaf beribu maaf karena saya telah membuat waktu kerja kalian terganggu. Saya mau mengumumkan suatu hal penting pada kalian semuanya. Besok saya akan pergi ke cabang perusahaan yang berada di Amerika, karena ada beberap
Handphone Harry bunyi. Ada sebuah pesan yang masuk. From : Istriku Suamiku, jangan cemburu ya.Tapi, wajahmu tadi sangat menggemaskan.Aku sudah merindukanmu, bagaimana ini?Ya sudahlah. Hati-hati ya, di sana. Miss you... Harry hanya tersenyum membaca pesan dari istrinya (Yura). Namun, Harry sengaja tidak membalas pesan dari Yura karena dia ingin sedikit menggodanya. Saat ini, dia sudah berada di tempat yang tidak ada orang yang tahu. Dia di sana bersama dengan Dongsun. Mereka berdua sudah merencanakannya matang-matang bahkan mereka sudah memasang beberapa cctv di setiap sudut kantor tanpa sepengetahuan para pegawainya. "Apa ada pergerakan yang mencurigakan Dongsun?" tanya Harry. "Untuk saat ini tidak ada Harry. Kita pantau saja," ujar Dongsun sambil melihat monitor yang dapat merekam setiap kejadian yang tertangkap di kamera. Bandara Incheon Myung
Yura segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Harry. Ruangan itu terlihat begitu rapi dan terasa sunyi. Yura berjalan mendekat ke meja kerja Harry. Di sana terdapat papan nama Harry yang terbuat dari marmer dan juga ada foto tampan Harry yang memakai setelan jas hitam dengan rambut yang dipangkas ke atas membuatnya terlihat begitu berwibawa. Yura terus memandangi foto suaminya itu. Tanpa sadar bening-bening kristal sudah bergelinang di wajahnya. Hatinya sekarang terasa begitu sakit, karena merindukan seorang Harry Borison. Di saat Yura masih menangis tersedu-tersedu, tiba-tiba ponselnya berbunyi. "Yoebseyo (hallo)?" jawab Yura tanpa melihat nama peneleponnya. "Hai princess! Kenapa kamu menangis di ruanganku? Apa kamu tahu? Itu membuat hatiku sakit," ucap orang di seberang sana. Yura begitu mengenali suara orang yang meneleponnya. Siapa lagi orang yang memanggil dirinya princes kalau bukan suaminya sendiri, Harry. Dia semakin menangis tidak bisa berk
Keesokan harinya, semua pegawai sedang bersiap-siap untuk meeting mingguan dengan direktur. Tapi berhubung direktur tidak ada, meeting di pimpin oleh wakil direktur. Semuanya sudah memasuki ruangan meeting begitu juga dengan tim pemasaran. "Yura, kau sudah siap, 'kan? Buat presentasinya?" tanya manajer Jo. " Ya. Aku sudah siap semuanya," jawab Yura begitu mantap. "Baguslah kalau begitu. Ayo kita menuju ruang meeting!" Mereka semua menunggu kedatangan wakil direktur. Tak lama kemudian, wakil direktur masuk ke dalam ruangan meeting yang disambut oleh semua orang di situ. Tapi anehnya, Myungso tidak duduk di kursi depan tempat di mana ia seharusnya memimpin meeting ini. Melainkan dia duduk di sebelah kursi para pegawai lainnya membuat semua orang bingung. Tak lama kemudian, tiba-tiba pintu ruangan terbuka lagi dan muncullah sosok direktur besar bersama sekretarisnya membuat semua orang kembali terkejut. Bagaimana bisa yang tadinya direktur