Share

Chapter 6

Semua pegawai kembali ke tempatnya masing-masing, begitu juga dengan Yura dan Naemi. Suasana di kantor kembali seperti biasanya. Para pegawai sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Sedangkan Harry di ruangannya sedang memeriksa berbagai dokumen yang harus dipelajarinya. Dia dibantu dengan sekretarisnya Lee Dongsun. Namun, Harry yang pikirannya sedang fokus, tiba-tiba terganggu dengan bayangan Yura tadi pagi.

"Sebenarnya ada apa dengan diriku? Ini sungguh nggak benar. Kenapa wajah Yura tiba-tiba muncul di pikiranku?" batin Harry gelisah.

Dongsun yang melihat kegelisahan pada muka Harry segera menghampirinya. "Apa yang sedang kamu pikirkan Harry? Sepertinya kamu tidak fokus." Pertanyaan Dongsun sebagai sahabat bukan sebagai sekretarisnya.

"Entahlah, Dongsun. Sepertinya aku harus pergi ke psikiater. Aku merasa otakku sudah nggak beres," ucap Harry gelisah.

Dongsun yang mendengar penuturan Harry merasa khawatir dengan kondisi sahabatnya itu. "Apa kamu masih memikirkan Hwan Yeunji?" tanya Dongsun dengan serius.

"Bukan. Justru aku merasa bersalah, karena aku nggak bisa menjaga kesetiaanku padanya," jawab Harry menyesal.

"Tunggu dulu, apa maksudmu Harry? Tentu saja kamu harus melanjutkan hidupmu. Yeunji akan tambah sedih di atas sana kalau melihat kamu merutuki dirimu sendiri. Sudah saatnya kamu harus membuka lembaran baru. Jangan sampai ada gosip lagi kalau kamu suka dengan sesama pria." Nasehat Dongsun.

"Bisa-bisanya kamu menghiraukan gosip murahan itu. Awalnya, aku berpikiran untuk nggak bermain dengan yang namanya cinta lagi. Namun, aku terjerat dengan omonganku sendiri dan aku tidak bisa lari dari masalah ini. Aku akan dijodohkan Dongsun dan aku akan menikah dua minggu lagi ...." Harry terlihat frustasi.

Dongsun terdiam dan tiba-tiba. "Wahahaha ... itu sangat menarik." Dongsun tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Harry. "Apa calon istrimu cantik? Ayolah, kenalkan denganku!" Dongsun begitu antusias.

Harry hanya kesal dengan tanggapan sahabatnya. Bukannya menghibur justru malah mengejeknya. "Yaakk ... sama sekali nggak lucu Dongsun. Ini sungguh bencana bagiku. Aku sama sekali belum mengenal betul kepribadian wanita itu. Tapi, malah disuruh nikah cepat-cepat tanpa ada perkenalan lebih lama lagi. Bagaimana jika dia bukan wanita baik-baik? Yaa, meskipun dia putri dari sahabat lama papaku, tapi 'kan, bisa jadi kepribadian dia berbeda dengan orang tuanya." Segala omelan Harry ditujukan pada sahabatnya itu.

Dongsun yang tadinya tersenyum-senyum sendiri, kini dia terdiam melihat perubahan wajah Harry yang terlihat benar-benar menyedihkan. "Oke. Maaf Harry (ekspresi menyesal). Tapi, aku ingin tahu siapa calon istrimu itu? Siapa tahu aku mengenalnya ya, 'kan?" tambah Dongsun penasaran.

"Yang hanya kamu pikirkan tentang wajahnya saja. Sudahlah, nanti kamu juga akan mengetahuinya sendiri. Sudah sana pergi dari ruanganku! Kamu membuat moodku tambah buruk." Harry mengusir Dongsun.

"Hehehe ... okelah, kalau begitu. Aku keluar dulu, ya. Semoga pernikahanmu berjalan dengan lancar nanti, byeee ..." Pamit Dongsun yang menyebalkan menurut Harry.

***

Yura yang sedang sibuk dengan komputer di depannya tiba-tiba diganggu dengan kedatangan Naemi. "Yuraa ... ayo temani aku ke kantin! Aku sudah laper banget, nih," rengek Naemi pada Yura.

"Kamu pergi bersama yang lain saja, ya. Aku sedang malas, nih, ke kantin." Yura masih fokus berkutat dengan komputer di depannya.

"Yaahhh ... Apa kamu nggak lapar? Kenapa kamu nggak bosan melihat komputer sialan itu, sih?" tanya Naemi sedikit kesal.

"Aku nggak bosan sama sekali. Hanya saja aku lagi malas kemana-mana, Naemi," jawab Yura malas.

"Ya sudahlah kalau gitu. Aku pergi dulu, ya. Tapi kamu jangan sampai tidak makan apa-apa, nanti kamu bisa sakit. Sayangi, tuh, perut." Berbagai ocehan Naemi pada Yura.

"Ya, aku mengerti. Sudah sana cepat ke kantin!" jawab Yura tersenyum melihat tingkah sahabatnya ini yang begitu perhatian terhadap dirinya.

Saat ini Yura benar-benar sendiri di ruangannya, karena semua rekannya pergi untuk makan siang. Yura kembali mengerjakan laporan untuk persiapan meeting nanti bersama sang direktur barunya.

Namun tiba-tiba bayangan Harry muncul dalam pikirannya. "Ya Tuhaannn ... kenapa aku memikirkan penampilannya yang tampan tadi pagi? Ohh, tunggu dulu. Apa yang aku pikirkan barusan, tampan? Pria gila itu? Ohh, tidak mungkin. Otakku memang sudah tercemar dengan pria angkuh itu." Kesal Yura mengacak rambutnya frustasi.

"Apa kamu benar-benar sudah gila karena perjodohan ini?" ujar seseorang tiba-tiba. Yura terkejut dengan perkataan orang tersebut. Sontak dia langsung menolehkan kepalanya dan dia lebih terkejut lagi dengan siapa yang datang.

Harry yang melihat keterkejutan Yura hanya tersenyum simpul dan segera mendekatinya. "Apa yang kamu lakukan di sini? Apa yang kamu bilang tadi, aku gila? Yang benar saja. Justru kamu itu yang gila, tuan Harry Borison." Ucapan Yura begitu sinis pada pria yang ada di hadapannya sekarang.

"Tunggu dulu, apa yang kamu bilang barusan?" Tatapan nyalang Harry pada Yura.

"Dasar pria gila, pria angkuh, pria tak tau---." Belum sempat Yura melanjutkan perkataannya, tiba-tiba tangan Harry menarik pinggangnya yang membuat tubuhnya menabrak tubuh Harry.

"Katakan sekali lagi! Aku kurang jelas mendengarnya," ucap Harry tepat di wajah Yura. Sedangkan Yura terkejut dengan posisinya sekarang.

"Oh, Tuhan. Selamatkan aku dari pria gila ini," batin Yura. Tak mau kalah, akhirnya Yura menatap Harry dengan nyalang membuat mata mereka bertemu dengan begitu dekatnya.

Yura mengulangi perkataannya. "Dasar pria gila, pria ang---." Belum sempat Yura menyelesaikan perkataannya, Harry mencium bibir Yura secara tiba-tiba membuat wanita itu melototkan matanya terkejut dengan perlakuan Harry terhadapnya.

Harry yang merasakan tubuh Yura mulai menegang, segera melepaskan tautan bibirnya dengan bibir Yura. Kemudian, Harry mendekatkan dirinya pada telinga Yura.

"Dengar baik-baik! Jika kamu mengulanginya lagi, aku nggak akan segan-segan untuk menyumpal mulutmu seperti yang aku lakukan barusan. Apa kamu mengerti, Han Yura?" bisik Harry yang membuat deru napasnya menerpa wajah Yura yang membuat wanita itu semakin merasakan panas pada tubuhnya.

Harry yang melihat tidak ada respon dari Yura, segera melepaskan tangannya dari pinggang Yura dan meninggalkannya sendirian seolah-olah tidak ada sesuatu yang telah terjadi di antara mereka. Sedangkan Yura hanya terdiam saja, tubuhnya terasa kaku untuk digerakkan. "Apa yang telah terjadi barusan dan apa yang telah dia lakukan padaku?" Yura masih melongo tak percaya. "Ahh ... bagaimana ini? Dia telah mencuri my first kiss." Gerutu Yura merasa kesal dan memegang dadanya yang sedang bergemuruh hebat.

Jam istirahat telah selesai dan para pegawai kembali ke tempat kerja mereka masing-masing. Sedangkan Yura hanya menopangkan wajahnya pada meja. Fokusnya sudah terganggu oleh kejadian beberapa menit yang lalu. Naemi yang melihat wajah sahabatnya itu yang tiba-tiba kusut segera menghampirinya. "Heii, kamu kenapa? Wajahmu sudah nggak terlihat bersemangat lagi. Apa kamu mulai merasa lapar?" tanya Naemi khawatir.

"Ohh, nggak. Hanya saja aku marah pada seseorang. Rasanya, aku ingin menampar wajahnya dan menjambak rambutnya sampai botak supaya dia tahu diri," jawab Yura kesal.

"Siapa yang telah membuatmu marah, Yura? Biar aku yang menghajarnya." Naemi ikut kesal.

"Sudah, nggak perlu. Aku bisa mengatasinya sendiri. Lagian aku nggak mau kamu ikut terseret dalam masalahku." Yura menenangkan Naemi.

"Aku akan selalu membantumu jika kamu butuh bantuanku, Yura. Jadi, kalau ada apa-apa cerita padaku, ya?" ujar Naemi yang dibalas anggukan oleh Yura.

"Siap wanita cantik. Sudah sana kamu kembali ke tempat kerjamu!" perintah Yura.

"Oke sahabatku yang manis." Naemi langsung menuju ke tempat duduknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status