Share

6. Metamorfosis

Aku kembali ke masa kini. Kupandangi Pak Bob dan secarik post it itu bergantian. Hanya orang-orang dari SMANSA Petir yang memanggilku Gadis Hujan. Itu pun angkatan tertentu saja. Generasi Tiktok tentu tidak kenal seseorang dari sekolah mereka yang dipanggil demikian. Lama kutatap wajah calon bos baruku itu dari tempatku duduk dalam diam. Diam-diam aku berpikir jangan-jangan Pak Bob dulunya bersekolah di SMA yang sama denganku.

Aku ingat ada seorang kakak kelas yang bernama Bob juga ketika SMA dulu. Tetapi entah siapa nama lengkapnya. Jika melihat penampilannya, rasanya tidak ada mirip-miripnya dengan Pak Bob calon bos baruku itu.

Bob si kakak kelas berbadan tinggi kurus dengan rambut belah tengah yang terlihat konyol. Dan yang paling membuat orang risih adalah gigi majunya yang dipasang semacam kawat gigi yang keberadaannya justru makin mengundang orang untuk mengejek. Ya, seingatku Bob si kakak kelas adalah pecundang sekolah yang sering jadi sasaran risak bukan saja oleh berandal-berandal sekolah tetapi juga oleh siswa-siswa biasa.

Kutatap lagi Pak Bob calon bos baruku dalam-dalam. Kuperhatikan benar-benar wajahnya. Sesekali dia tertawa di tengah obrolannya dengan Bu Lauren hingga deretan giginya terlihat. Jika Pak Bob dan Bob si kakak kelas adalah orang yang sama, tidak kulihat jejak-jejak ketonggosan di giginya maupun aura culun pada wajahnya. Secanggih itukah teknologi yang mampu mengubah sosok kakak kelas yang culun itu?

Terpikir olehku untuk bertanya langsung kepada Pak Bob apakah dia pernah bersekolah di SMANSA Petir, tetapi tiba-tiba terlintas ide lain untuk mengetahui masa lalu orang ini. Kucari ponselku di dalam laci dan seketika kugulir media sosial paling digemari rakyat Indonesia. Semua orang menggunakan F******k bukan?

Kuketik nama ‘Bob Dylan’ di kolom pencarian. Beberapa akun muncul satu per satu dan seketika aku tenggelam dalam pencarian. Kukerahkan segenap kemampuan stalking-ku untuk mencari keberadaan kakak kelas yang culun itu.

***

Sekitar sepuluh menit kemudian aku mendongak. Ternyata bukan hanya katak dan serangga yang bisa bermetamorfosis, tetapi manusia juga bisa. Terutama manusia bernama Bob Dylan. Pada sebuah akun F******k bernama Bob Dylan Nugraha itu aku menemukan fakta bahwa si kakak kelas yang culun dan Pak Bob si calon bos baruku itu adalah orang yang sama.

Dengan lemas kusandarkan tubuhku ke punggung kursi dan kulepas kacamataku sejenak. Aku memijit-mijit kedua pelipis dengan kedua ibu jariku. Aku sungguh merasa lelah dengan serentetan kejadian tak mengenakkan hari ini. Aku rasa aku butuh kafein untuk menyegarkan pikiranku.

Dengan langkah sedikit sempoyongan aku berjalan menuju pantry. Orang-orang sudah bersiap untuk pulang mengingat dua puluh menit lagi bel pulang akan berbunyi.

“Mbak Am...” sapa Aini, salah seorang cleaning service menyapaku. Aku tak lagi menghiraukan panggilan ‘Am’ yang membuatku jengkel. “Sudah mau bel pulang kok mampir ke sini?”

Kuseret kursi dan duduk di depan Aini. “Kamu sendiri ngapain di sini? Bukannya siap-siap pulang atau beres-beresin sisa kerjaan, kek.”

“Hehe. Saya numpang ngaso bentar, Mbak. Lagian kerjaan saya sudah beres kok. Ini lagi keringin keringat.”

Aini mengeluarkan sesuatu dari tasnya yang ternyata adalah seperangkat alat make up. Sesaat kemudian dia sibuk membenarkan dandanannya di depan sepotong cermin lipat.

“Mau kemana, Ai? Mau pulang aja pake dandan segala.”

Aini berhenti menatap cermin dan beralih menatapku dengan malu-malu.

“Hehe. Ah, nggak , Mbak. Cuma mau mampir ke supermarket buat beli susu untuk bocil.”

“Gitu aja pake make up segala, ih.”

“Ye… Namanya juga usaha, Mbak. Kali aja ada berondong yang kepincut. Maklum, sudah lama sendiri. Hahahaha.” Tiba-tiba Aini meledak tertawa tak terkontrol.

“Eh, Aini,” aku mencoba untuk menghentikan tawanya. “Kira-kira kalau orang jelek bisa berubah jadi super ganteng nggak?”

“Ha? Maksud Mbak? Orang jelek berubah ganteng? Kayak si ono ya Mbak? Hahaha” Aini menunjuk Paiman si OB yang sedang cuci piring.

“Yee.. Bukan.” Aku melambaikan tangan di udara. “Kalau dia mah nggak bakalan bisa berubah. Udah takdir. Udah kutukan. Hahahaha.” Kini giliran aku yang meledak tertawa tak terkontrol.

“Hush!” kata Aini mengangetkanku. “Jangan gitu, Mbak. Nanti jodoh, lho. Hahahaha.”

Aku cemberut dan tampaknya itu cukup jitu untuk menghentikan tawa Aini yang sudah mirip dengan tawa Mak Lampir kesurupan Nyi Pelet.

“Serius, ah, Ai. Kembali ke pertanyaanku tadi.”

“Iya, Mbak. Gimana, gimana?”

“Aku kan punya temen cowok waktu SMA dulu. Dulu dia jelek banget. Tinggi, kurus, giginya tonggos, rambutnya belah tengah, pakai kacamata tebal. Tapi, setelah nggak ketemu bertahun-tahun, dia muncul tahu-tahu jadi ganteng. Kira-kira dia pake apa ya, Ai?”

Aini tampak berpikir keras sejenak. “Kalau mendengar dari cerita Mbak Asih, kayaknya temennya jelek banget, ya? Terus, berubah seberapa ganteng, Mbak?”

Kini giliran aku yang berpikir keras. Seperapa ganteng ya Pak Bob sekarang?

“Mmmm… Gantengnya kayak…”

“Jungkok?” potong Aini.

“Apa? Jongkok?”

“Haes, Mbak. Katrok amat sih. Jungkok, artis Korea.”

Aku cemberut lagi. Aku memang tak punya referensi artis Korea. Bukan penggemar K-Pop. Tetapi, aku cukup tahu kalau selebritis Korea Selatan itu memang bening-bening imut.

“Ya, kira-kira memang penampilannya sekarang seperti seleb Korea, lah.”

Aini mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu. “Kalau begitu, bisa jadi temen Mbak operasi plastik..”

“Ah, masak sih dia operasi plastik?” tanyaku lebih kepada diri sendiri.

“Lah, ya mana saya tahu, Mbak.” Aini memukul meja dengan sebelah tangannya. “Kan saya nggak tahu yang mana temennya Mbak.”

“Eits, santai dong Ai. Jangan emosi..”

Aini melengos dan sedetik kemudian menatapku dengan wajah berbinar-binar seperti teringat sesuatu yang membuatnya senang.

“Mbak, ada orang baru ya di kantor kita? Calon penggantinya Bu Lauren kan? Saya udah lihat orangnya. Guanteng, Mbak..” Aini menyodorkan dua ibu jarinya padaku.

“Iya…”

“Namanya siapa, Mbak?”

“Ye.. Kenalan aja sendiri.” Kataku acuh. “Eh, kalau orang kayak dia kira-kira operasi plastik nggak, ya?”

“Ha? Bos baru itu operasi plastik supaya ganteng? Ya nggak mungkin lah, Mbak. Ada-ada aja. Dia pasti udah ganteng dari lahir!”

Aku mengangguk-ngangguk sambil menyipitkan mata. Dalam hati aku bertanya-tanya bagaimana seandiainya Aini atau orang sekantor ini tahu bagaimana penampilan Pak Bob di masa lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status