"Jangankan untuk hidup, untuk bernafas pun kalian sangat tidak layak," ucapnya dengan penuh kepuasan saat melihat antek-antek musuhnya saling membunuh.
"Aku akan menghabisi kalian dari daun terlebih dahulu, setelah itu baru aku akan menuju akar," ucapnya lagi lalu pergi dari tempat itu setalah melihat mayat bergelimpangan.
*** Seorang pria berusia dua puluh enam tahun mengendarai mobil sportnya memecah hingar bingar malam Kota California, kota yang terkenal dengan penduduk terbanyak di AS, merupakan kota besar yang terletak di pesisir barat Amerika Serikat.Pria itu memarkirkan mobilnya dengan sempurna di garasi bawah tanah mansion milik orang tuanya, dia berjalan memasuki mansion sambil memainkan ponsel, dia tidak menyadari kalau ada seseorang yang sejak tadi menunggu kedatangannya.
"Dari mana saja kau, Darren Khalfani?" tanya seorang pria paruh baya bernama Jordhan Khalfani.
"Bukan urusanmu!" jawab Darren tajam.
"Menjadi urusanku karena kau tinggal di mansionku!" ucap Jordhan tak kalah sengitnya.
"Opa yang memaksaku untuk tinggal di sini, bukan keinginanku, aku sudah muak berada di sini, tinggal dengan orang picik sepertimu dan ...."
"DARREN, JAGA UCAPANMU, AKU INI AYAHMU!" suara bentakan Jordhan menggema di ruangan itu, membuat beberapa penghuni lainnya yang sudah terlelap menjadi terjaga kembali.
"Aku bukan anakmu, semenjak kau memperlakukan ibuku dengan sangat tidak pantas," ucap Darren tajam.
"Ada apalagi ini?" tanya Merlin, Ia langsung menghampiri Darren dan Jordhan yang sedang bersitegang.
"Cih ... pura-pura tidak tau, kau lah biang keladi dari semua kekacauan ini," jawab Darren lalu melangkahkan kakinya untuk pergi lagi.
"Darren, sekali lagi kau melangkahkan kaki dari mansion ini, maka selamanya kau tidak akan pernah bisa kembali lagi, jangan harap kau akan mendapatkan fasilitas lagi dariku," pekik Jordhan.
"Aku tidak peduli, aku tidak butuh uangmu, lagi pula sejak kapan aku memakai fasilitas yang kau berikan, aku menggunakan mobil hasil kerja kerasku, uang yang aku gunakan juga hasil kerja kerasku, kau ada di mana saat aku dan ibuku hidup terlunta-lunta karena perbuatan wanita ini, fasilitas apa yang aku gunakan? Apakah sekedar makan dan tidur aku juga harus membayar di sini? Baiklah aku akan membayarnya," ucap Darren lalu mengambil dompetnya, saat Darren akan mengeluarkan uang, seseorang menghentikannya.
"Tunggu Darren, kau tidak perlu membayar apapun, semua fasilitas ini milik Opa, bukan milik dia," ucap Aiden menunjuk kepada Jordhan.
"Sorry Opa, aku tidak ingin mereka terus mengatakan aku menggunakan fasilitas di mansion ini, aku juga harus pergi dari sini," ucap Darren, "dan ini uang untuk mengganti apa yang sudah aku gunakan selama di sini," ucap Darren lagi seraya melemparkan uang dollar yang sangat banyak kepada Jordhan, membuat Jordhan dan Merlin diam mematung.
"Kau mau ke mana? Jangan pergi, apa kau tega melihat Opa dan oma bersedih?" tanya Aiden.
"Aku akan sesekali mengunjungi kalian Opa, tapi tidak untuk tinggal di sini, atau Opa dan oma ingin ikut tinggal di rumahku?" tanya Darren.
"Tidak, Opa harus melindungi apa yang seharusnya menjadi milikmu, kalau Opa pergi dari sini, orang yang tidak tau malu akan sangat leluasa menjalankan rencananya," jawab Aiden.
"Baiklah Opa, jika Opa ingin bertemu denganku, Opa hubungi saja aku," ucap Darren lalu benar-benar pergi dari mansion.
"Kau sudah puas melihat cucuku pergi? Dasar wanita tidak tau malu," ucap Aiden sinis lalu kembali masuk ke kamarnya.
"Maaf karena kehadiranku, semuanya jadi seperti ini," ucap Merlin.
"Tidak perlu meminta maaf, memang dia anak yang kurang ajar," ucap Jordhan.
"Lebih baik kita istirahat, kau juga pasti sudah lelah," ucap Merlin lalu keduanya berlalu menuju kamar.
*** Darren melajukan mobilnya menuju ke apartemen miliknya yang ditinggali oleh Albert temannya.BRUK
CEKIIIT
Darren menghentikan mobilnya tiba-tiba karena melihat seseorang dengan sengaja menabrakkan diri ke mobilnya.
"SIAL!" umpat Darren, lalu turun dari mobilnya.
"Hei Nona, apa kau sudah gila? Kau sudah bosan hidup, huh?" tanya Darren nyalang.
"Biarkan aku mati!" racaunya, saat Darren mendekat ternyata wanita itu sedang mabuk, bau alkohol sangat menyengat dari mulutnya, lalu wanita itu tidak sadarkan diri.
"Bodoh, jika kau ingin mati jangan menyusahkan orang seperti ini," umpat Darren.
Darren pun menggendong wanita itu masuk ke mobilnya, tidak mungkin Darren meninggalkan wanita ini di tepi jalan, dia bisa jadi mangsa empuk untuk para pria yang selalu melakukan one night stand, apalagi postur tubuh wanita ini sangat menggoda.
"Sangat menyebalkan, baru saja aku mendapatkan keberuntungan, tapi harus mengalami dua kali kesialan," umpat Darren.
Tak berapa lama, Darren sampai di basement apartemen, dia segera menggendong wanita itu menuju unitnya.
"Ah sial, bagaimana caranya aku mengambil cardlock," maki Darren, tapi ternyata pintu tidak dikunci, saat tangan wanita itu tidak sengaja menyenggol pintu, pintu pun langsung sedikit terbuka, Darren menendang pintu agar terbuka lebih lebar lagi.
"ASTAGA!" pekik Darren.
"Kesialan apalagi ini!"
"Darren, kau?" tanya Albert dengan posisi yang sangat intim bersama dengan seorang wanita, lebih parahnya lagi mereka sedang tidak menggunakan sehelai benang pun.
"Mari, bermain bersama kami," ucap Albert dengan seringainya karena Darren juga menggendong seorang wanita.
"Dasar bajingan, aku tidak sudi milikku masuk ke mana saja," ucap Darren lalu masuk ke kamarnya.
"Dia siapa?" tanya wanita itu.
"Sahabatku, kita lanjutkan di kamar saja Baby," ucap Albert lalu menggendong wanitanya dengan posisi keintiman yang enggan mereka lepaskan.
Di dalam kamar Darren membaringkan wanita itu di atas ranjang.
"Merepotkan sekali!" ucap Darren.
"Brengsek kau Yuka, lebih baik kau mati saja, kau lebih memilih wanita jalang itu dari pada aku, dia itu sudah longgar, sedangkan aku masih sempit belum terjamah oleh siapapun," racaunya lagi.
"Hanya gara-gara putus cinta dia melakukan hal gila seperti ini," ucap Darren, cukup lama Darren diam menatap wanita yang sedang tertidur."Kau itu sangat cantik, tapi sayang kau bodoh," ucap Darren, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.
"Si bajingan itu, apakah masih bermain di luar atau tidak," ucap Darren, sebelum keluar kamar, dia mengintip dari balik pintu terlebih dahulu.
"Sedang apa kau?" tanya Albert, dia sudah menggunakan pakaian yang lengkap dengan rambut yang basah.
"Gila!" maki Darren.
"Kau temukan di mana jalang itu?" tanya Albert.
"Jaga ucapanmu, jika dia dengar bagaimana?"
"Kau jangan naif, di sini sulit mencari wanita baik-baik yang masih mempertahankan kesuciannya," jawab Albert.
"Sulit bukan berarti tidak mungkin," ucap Darren.
"Ya, terserah kau saja," ucap Albert dan keduanya berlalu menuju dapur.
"Di mana wanitamu?" tanya Darren.
"Sudah ku enyahkan," jawab Albert lalu meneguk air dingin yang baru saja ia tuangkan.
"Sampai kapan kau akan melakukan ONS seperti itu, kau tidak takut akan tertular penyakit?" tanya Darren.
"Kau berkata seperti itu, karena kau belum merasakan kenikmatannya," jawab Albert.
"Sinting, aku ini pria beristri, jadi aku sudah merasakannya," ucap Darren.
"Cih!" Albert memalingkan wajah dan mendecih, Ia lalu kembali menatap Darren lagi, "pria beristri, sampai kapan kau terus terbelenggu dengan masa lalu?"
Bersambung...
Darren kembali menatap Vallery yang tersenyum melihat bunga-bunga yang tumbuh dengan sangat cantik di sekitar danau. Tempat ini adalah tempat impian Liora, yang belum sempat Darren wujudkan, dan ini pertama kalinya Darren mengajak seorang wanita ke tempat ini. "Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Darren. "Yang mana?" tanya Vallery. "Kenapa kau tidak memikirkan dia lagi, bukankah kau sangat mencintai pria itu?" tanya Darren. "Itu karena aku mencintaimu," tapi nyatanya ungkapan itu hanya Vallery pendam dalam hatinya. Rasanya, Vallery ingin sekali meloloskan kalimat itu dari bibirnya, tapi Vallery tidak ingin merusak hubungan pernikahan Darren dengan Niela. "Haiish ... Kau sangat lambat, sudahlah aku tidak ingin mendengar lagi jawabanmu," ucap Darren lalu beranjak dari tempatnya. "Kau mau ke mana?" tanya Vallery. "Pulang," jawab Darren singkat. "Lalu aku bagaima
Troy nampak duduk dengan santai sambil menikmati kepulan asap rokok yang ia nyalakan, suara seorang pria yang mengemis memohon ampun kepadanya terdengar sangat merdu di telinga Troy. Dia sedang berada di suatu tempat, tempat yang selalu Troy gunakan untuk menyiksa musuh dan orang yang berkhianat kepadanya. "Kau menyiksa siapa lagi?" tanya Edward, dia teman Troy yang baru saja tiba dari Jerman. "Pria yang sudah membuat adikku menderita," jawab Troy. "Hmm ... sudah aku katakan, berikan adikmu padaku, aku akan membuat dia seperti ratu apapun yang dia minta aku pasti akan mengabulkannya," ucap Edward, memang sudah lama dia menyukai Vallery. "Cih ... aku pun mampu memberikan yang lebih dari pada apa yang kau berikan, adikku tidak membutuhkan uangmu," ucap Troy dengan pongahnya. "Ya terserah kau, satu hal yang harus kau tau, kalau aku benar-benar mencintai adikmu," ucap Edward. "Tuan, apa and
"Aku memang memiliki perasaan yang berbeda kepada wanita ini, perasaan yang sama saat aku bersama Liora, tapi aku tidak yakin dengan semua ini karena Liora selalu hadir di dalam pikiranku," ucap Darren dalam hatinya. Kyra kembali tersenyum melihat Vallery dan Darren yang sama-sama terdiam. "Kalian akan saling mencintai, sama seperti aku," ucap Kyra. "Astaga, perkembangan yang sangat bagus," pekik Grace yang baru saja datang ingin memeriksa keadaan Kyra. Tapi Grace mendapatkan kejutan melihat Kyra yang tersenyum dan mengatakan hal lain. "Grace!" ucap Darren, Kyra memiringkan kepalanya seraya terus memandangi wajah Darren, dia merasa tidak asing dengan wajah Darren. "Kau, Jo?" tanya Kyra lirih seraya menunjuk kepada Darren."Bukan Mom, aku Darren anakmu," jawab Darren. "Tidak, jangan bunuh anakku, mereka melenyapkan anakku, Jo!" pekik Kyra histeris. "Siapa yang mer
"Kau sudah jatuh cinta, Mr. Khalfani!" "Astaga!" Darren memekik karena terkejut merasa mendengar suara serupa bisikan."Lio," ucap Darren lirih."Liora sudah tidak ada, Darren," ucap Albert yang mendengar gumaman Darren. "Dia masih ada di dalam hidupku," ucap Darren, Albert hanya menghela nafas panjang mendengar ucapan Darren yang belum bisa lepas dari Liora. "Ada apa kau menghubungiku tadi?" tanya Albert. "Grace itu adik kandung ibuku," jawab Darren. "Sudah ku duga," ucap Albert. "Cari tau tentang dia," ucap Darren. "Sudah aku lakukan," ucap Albert. "Sejak kapan?" tanya Darren. "Sejak aku menduga hal itu," jawab Albert. "Ternyata kau cepat tanggap, aku kira kau hanya memikirkan ...." "Wanita!" sela Albert. Darren mengangkat bahunya. "Wanita membuatku selalu cerdas," ucap Albert dengan menyeringai.
Mata Darren memicing saat melihat wanita yang ada di foto itu, wajah wanita yang ada di sana sangat familiar untuk Darren. "Kau kenal dia?" tanya Aiden. "Sebentar," jawab Darren dengan tetap mengamati foto itu dengan seksama. "Haiish ... menebak siapa dia saja, kau sangat lambat, Darren," ucap Aiden gemas."Bukan seperti itu Opa, aku tidak yakin jika dia wanita yang aku maksud," ucap Darren. "Lalu menurutmu dia siapa?" tanya Aiden. "Dia Grace, dokter yang menangani mom di rumah sakit," jawab Darren, lalu Darren kembali menatap foto itu, mungkin saja dia salah melihat. "Astaga, ternyata kau sangat lambat berpikir Darren," ucap Aiden. "Ada apa, Opa?" tanya Darren. "Dia itu adik ibumu," jawab Aiden dengan gemas. "What? Mommy memiliki adik?" tanya Darren. "Ya, Opa baru mengetahui dua minggu yang lalu," jawab Aiden. "Pantas saja
Darren melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota di pagi hari yang masih belum terlalu padat, pandangannya memicing saat melihat wanita di halte menggunakan pakaian formal, dan membawa sesuatu di tangannya. "Tahan Darren, jangan berhenti di hadapan dia," ucap Darren. Darren berhasil melewati wanita itu, tapi baru beberapa meter Darren memundurkan kembali mobilnya dan berhenti tepat di hadapan wanita itu. "Ah sial ... kenapa kau tidak bisa diajak bekerja sama," umpat Darren. Lalu dia menurunkan kaca mobilnya. "Haish ... sepagi ini kenapa aku harus bertemu denganmu," umpat Vallery. "Diam bodoh, kau mau ke mana?" tanya Darren. "Mencari pekerjaan," jawab Vallery. "Masuklah!" perintah Darren. "Tidak mau, kau pasti akan meledekku," ucap Vallery. "Ya sudah jika kau tidak mau, sebenarnya aku bisa memberimu pekerjaan," ucap Darr
BRAAK Darren menutup pintu kamar Niela dengan sangat kencang, membuat Niela terkejut. "Dasar pria menyebalkan, kau tidak tau jika banyak wanita yang ingin memiliki tubuh langsing seperti aku," pekik Niela tapi Darren tidak mungkin akan mendengarnya. "Terima kasih, kau telah menyelamatkan aku," ucap Niela lalu mengunci pintu kamarnya karena takut Darren akan kembali dan benar-benar membuat Niela melayaninya.Setelah itu, Niela menutup jendela dan tirai, Niela baru merasakan sakit di sekujur tubuh karena perbuatan ayahnya. "Syukurlah, setidaknya aku tidak akan disiksa lagi oleh daddy," ucap Niela, lalu mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai terlelap.*** "Vallery," gumam Darren seraya menatap langit-langit kamarnya dengan kedua tangan yang menopang kepalanya. "Cantik," gumam Darren lagi, "astaga ... kenapa aku terus membayangkan wajah dia," uca
"Benar-benar wanita ular, ilmu apa yang dia gunakan hingga pria itu sangat mempercayainya, ingin sekali aku melmelenyapkannya sekarang juga. Tapi semuanya belum terbongkar," ucap Darren seraya melepas dasi dan jas yang ia gunakan. Setelah itu Darren masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya, banyak kejadian yang ia alami hari ini. Bertemu dengan Niela gadis lugu yang diam saja ketika dirinya dianiaya dan sekarang gadis itu tinggal seatap dengannya. Dirasa cukup segar, Darren segera menghentikan aktifitasnya di kamar mandi menuju walk in closet, setelah itu Darren duduk di tepi ranjang, tangannya terulur mengambil foto Liora yang terpajang di atas nakas. "Lio, gadis lugu itu mirip denganmu, tapi sayangnya dia sangat lemah tidak sepertimu yang berani," ucap Darren seraya membelai foto Liora. "Banyak janji yang belum sempat aku penuhi kepadamu, maafkan aku, Honey. Aku tidak akan menjadi pengecut lagi seperti dulu, aku aka
"Apa kalian sedang menyembunyikan sesuatu dari kami?" tanya Elma dengan pandangan yang memicing. "Ti ... Tidak, Oma," jawab Niela gugup. "Lalu kenapa kedua sudut bibirmu lebam?" tanya Elma. "A ... Aku terbentur Oma, ya terbentur." "Astaga ... Dasar bodoh, mana mungkin orang terbentur tepat di sudut bibir," ucap Darren lirih dengan gemas karena kebodohan Niela. "Kau yakin jika itu karena terbentur?" tanya Elma. "Oma, ini sudah waktunya minum obat, lebih baik kita pergi ke kamar, setelah itu Oma istirahat," ucap Niela mengalihkan pembicaraan. "Ya, kali ini kau selamat, Oma tau kalau kau mengalihkan pembicaraan," ucap Elma, lalu Niela mendorong kursi roda Elma menuju kamar. Darren juga memutar langkahnya menuju lift, untuk ke lantai tiga di mana kamarnya berada, tapi langkahnya dicegah oleh Aiden. "Ada apa lagi Opa? Aku sangat lelah hari ini," ucap Da