Empusa itu menghindari tombak Claire dengan mudah kemudian terbang melayang-layang dengan rambutnya yang berapi-api.
“Jangan hanya diam saja!” seru Claire pada Leon.
Leon baru tersadar, ia kini mengangkat pedangnya. Sambil berteriak, Leon berlari lalu melompat tinggi. Dengan cepat ia menebas ke arah makhluk buruk rupa itu lalu mendarat di tanah. Sedetik kemudian, makhluk yang masih berada di udara itu terbelah dua lalu jatuh ke tanah. Darahnya yang hitam kehijauan memenuhi tanah di bawahnya.
Tak lama kemudian tubuh Empusa yang terbelah dua beserta ceceran darahnya berkedip-kedip dan menghilang. Kini bahaya yang tersisa hanyalah tatapan sadis dari Claire. Gadis itu menatapnya seakan ingin membunuhnya saat ini juga.
“C-Claire ...”
“Tutup mulut mesummu itu!” seru Claire sambil menghadap ke arah Leon sambil memegang tombaknya. Belum habis kemarahannya saat di level sebelumnya, kini Leon sudah membuatnya semakin jijik. Di mata Claire, Leon hanyalah lelaki mesum dan Claire sangat menyesal telah tidur dengannya di ranjang Adonis.
“Claire ... Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Leon sambil berjalan mundur saat Claire berjalan ke arahnya dengan tombak terhunus.
“Dasar bajingan mesum! Menjijikkan!” seru Claire kini tombaknya menyala bagai api seiring dengan kemarahan Claire.
“Claire dengarkan aku, ini tidak seperti yang terlihat,” jawab Leon. Meskipun ia kini Hercules, demi god terkuat di dunia, tapi ia tidak ingin membuang-buang nyawa dalam game yang semakin tidak terduga ini. Leon tidak ingin melawan Claire.
“Omong kosong! Kamu pria menjijikkan! Kamu meniduriku di saat pertama kita bertemu masalah itu tidak akan pernah aku lupakan!” seru Claire.
“Claire, aku memang bersalah padamu, tapi kamu harus mengerti ini demi kepentingan nyawa kita masing-masing. Aku tidak bermaksud memanfaatkanmu. Dan empusa tadi, mereka punya kekuatan untuk menarik mangsanya. Kamu mengerti, kan?” tanya Leon sambil terus berjalan mundur.
“Omong kosong!” seru Claire. Kini tombaknya sudah terhunus ke arah Leon. Leon segera menangkisnya dengan pedang. Bunyi berdentang diiringi cahaya terang seakan mengusir keheningan malam. Claire belum puas, ia menyerang lagi dengan penuh amarah. Matanya kini bersinar keemasan, seperti dewi Athena saat sedang marah.
“Claire! Hentikan!” seru Leon.
Namun, Claire tidak mendengarkan. Ia melayang ke udara sambil menghunuskan tombaknya ke arah Leon, sebuah gerakan yang mematikan. Leon menahan tombak Claire dengan pedangnya. Kekuatan Athena tidak bisa dipandang sebelah mata, kaki Leon tergeser ke belakang beberapa centimeter sementara Claire masih melayang di udara bercahaya bagai api.
“Claire! Kita tidak bisa menghabiskan nyawa kita dengan sia-sia seperti ini. Kita hanya punya tiga nyawa masing-masing!” seru Leon.
“Dan aku akan menghabiskan ketiga-tiganya saat ini juga!” seru Claire marah.
“Claire, tenanglah! Kalau aku mati, kamu sendirian di dalam game ini. Kamu tahu betapa berbahayanya game ini, kita perlu kerjasama tim,” kata Leon lagi.
Claire tidak menjawab, ia masih menghunuskan tombaknya ke arah Leon.
“Claire... pikirkanlah! Kita saling membutuhkan untuk bersama-sama keluar dari game ini!” seru Leon.
Mendengar kata-kata Leon, tiba-tiba tubuh Claire dan tombaknya berhenti bersinar. Perlahan-lahan tubuh Claire mendarat ke tanah. Ia menarik tombaknya ke sisinya.
“Ini belum selesai, Leon! Saat kita keluar nanti aku akan buat perhitungan,” jawab Claire. Harga dirinya sebagai seorang wanita terluka. Bagi Claire sekarang, Leon sama saja seperti kekasihnya yang sama-sama sampah. Semua laki-laki sama saja. Claire mendengus pelan lalu kembali ke arah gua. Ia lelah dan ingin sekali beristirahat.
Namun, tiba-tiba layar digital muncul di hadapan mereka. Claire menghembuskan napas kesal.
“Sekarang?” tanyanya sambil mengangkat sebelah tangan.
Time out. Proceed in six hours.
“Aneh. Game ini memberi kita waktu beristirahat,” kata Leon.
“Terserahlah, yang penting aku bisa tidur,” jawab Claire sambil berjalan cepat menuju gua.
Mereka berbaring berjauh-jauhan di dalam gua namun mata mereka masih terbuka lebar.
“Ada yang benar-benar janggal dalam permainan ini. Semuanya berubah. Bahkan ada waktu istirahat seolah dirancang untuk manusia seperti kita tersedot ke dalam permainan. Ini benar-benar aneh,” kata Leon akhirnya.
“Dari awal memang aneh. Tersedot ke dalam game, apa yang lebih aneh dari itu? Sudahlah lebih baik kita beristirahat. Hanya ada enam jam untuk beristirahat,” jawab Claire.
“Claire...” kata Leon.
“Apa lagi?” tanya Claire mulai kesal.
“Aku minta maaf,” jawab Leon. Mendengar itu, Claire terdiam.
“Aku benar-benar tidak bermaksud memanfaatkan tubuhmu atau apapun itu. Jika ada cara lain, aku pasti akan melakukannya, Claire. Seharusnya aku memberikanmu penjelasan dulu, maafkan aku,” kata Leon lagi. Claire hanya terdiam mendengarkan. Ia memutuskan untuk tidak menjawab, ia membalikkan tubuhnya membelakangi Leon. Ia menghembuskan napas diam-diam lalu mencoba memejamkan matanya. Mungkin Leon tidak seburuk yang ia bayangkan.
***
“Claire, bangun! Claire!” seru Leon sambil mengguncang tubuh Claire perlahan. Claire membuka matanya perlahan-lahan. Di depan gua mereka sudah muncul sebuah layar digital.
Proceed to the next level. Y/N?
Auto start in ten... nine...
Claire segera berdiri lalu berlari keluar dari gua. Leon mengikutinya. Mereka berdiri berdampingan di hadapan layar digital itu. Sesaat mereka berpandang-pandangan, seolah meyakinkan satu sama lain kalau mereka sudah siap menghadapi level selanjutnya. Hitungan mulai berhenti dan seketika dimensi di mana mereka berada berubah.
Level four. The Labirinth.
“Labirin... Aku paling tidak suka labirin,” kata Claire.
“Begitu juga dengan aku,” kata Leon.
Kini di hadapan mereka sudah terhampar taman hijau yang jelas-jelas merupakan sebuah labirin yang besar.
Choose your character!
Kini layar digital itu muncul di hadapan masing-masing mereka. Di hadapan Claire layar digital memunculkan beberapa karakter dewi.
Rekomendasi: Aphrodite.
“Jangan!” seru Leon saat melihat Claire hampir saja memilih Persefone.
“Kenapa?” tanya Claire.
“Rekomendasinya menyesatkan. Ini labirin, kita perlu kebijaksanaan Athena. Tetaplah menjadi Athena,” jawab Leon.
“Baiklah,” kata Claire. Ia kemudian memilih karakter Athena.
Rekomendasi: Ares.
“Ares yang pemarah dan tidak punya otak. Aku tidak akan memilihnya untuk memecahkan labirin,” kata Leon sambil mencari-cari karakter yang tersedia. Karakter Zeus masih terkunci. Belum bisa digunakan. Leon akhirnya menjatuhkan pilihan pada Apollo.
“Apollo, dewa cahaya, musik, pemanah, pengobatan, matahari, penyair, dan nubuat. Pilihan yang bagus,” kata Claire yang sudah memilih karakter Athena. Kebijaksanaan dan pengetahuan Athena mengalir dalam pikirannya sekarang.
“Dia pasti akan berguna,” kata Leon. Kini ia berubah mengenakan baju zirah berwarna emas dan membawa busur dan anak panah dari emas pula.
“Baiklah,” jawab Claire.
Start!
Setelah tulisan ‘Start’ menghilang, mereka diperhadapkan dengan labyrinth yang entah seluas apa. Kabut tipis melayang-layang di hadapan mereka. Sunyi sepi, tidak terdengar apapun di labyrinth berkabut itu.“Kurasa kita harus mulai sekarang, Claire,” kata Leon.“Kurasa begitu,” jawab Claire.Mereka kemudian melangkahkan kaki menuju pintu masuk labirin itu. Seketika terdengar bunyi berdetak, seperti bunyi jam. Claire dan Leon saling berpandangan.“Jangan bilang kita berpacu dengan waktu!” seru Claire.“Entahlah. Tidak ada game seperti ini seingatku, semuanya sudah berubah,” jawab Leon.Leon kemudian menjulurkan tangannya ke depan, mengeluarkan layar opsi miliknya. Layar itu terbuka, di bagian atasnya terlihat jelas angka dengan warna kuning yang berkedip sesuai dengan bunyi detakan jam itu. ‘23:59:40’ dan terus menurun.“Sial! Mereka hanya memberi kita waktu d
“Aphrodite bisa terbang,” bisik Claire ke telinga Leon. “Lalu?” tanya Leon bingung. Claire dengan cepat mengeluarkan layar digital dari tangannya, membuat suara yang menarik perhatian Minotaur itu. “Claire! Apa yang kamu lakukan?” tanya Leon panik. Minotaur itu berlari cepat dengan langkah-langkahnya yang berat berdebam di tanah. Napasnya yang terdengar mendengus itu terdengar semakin keras. Leon panik, sementara Claire malah memilih-milih tombol yang menampilkan gambar-gambar berbeda. Entah apa yang Claire cari. “Cepat, kita pergi sekarang, Claire!” seru Leon. Kini ia tidak repot-repot lagi untuk mengecilkan suaranya. Minotaur itu sudah tahu dimana mereka berada. Leon hampir saja menyeret Claire pergi dari situ, namun tiba-tiba Claire berseru dengan keras. “Ini dia!” seru Claire. Di saat yang sama, Minotaur itu terdengar di belakang mereka, tanduknya menyeruduk ke arah mereka. “Tukar karakter ke Aphrodite!” seru Claire. Dalam
Claire tidak bisa berhenti. Entah dirinya yang benar-benar menginginkan Leon, entah karakter Aphrodite yang membuatnya begini. Yang jelas, gairahnya tak terbendung lagi. Ia tahu akan menyesali ini setelahnya, tapi saat ini ia benar-benar tidak peduli. Medkipun otaknya menuruhnya berhenti, tapi Claire lebih mendengarkan nada tubuhnya yang menginginkan Leon.“C-Claire... Minotaur itu hmmm... Claire... hmmm...” Leon mencoba berbicara namun Claire terus melumat bibirnya dengan penuh gairah. Leon menyerah. Dalam tubuh Aresnya, Leon tidak bisa menolak Aphrodite. Meskipun ia tahu, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Leon memang menyukai Claire sejak pertama mereka bertemu. Untuk itu, Leon tidak merasa ragu. Gadis itu gadis pertama yang menggetarkan hati Leon selama sepuluh tahun terakhir ini.Hal berikutnya yang mereka tahu adalah mereka sudah melucuti pakaian masing-masing, bercumbu seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua. Leon mencumbui leher Claire de
“Aaaaahhh!” teriakan Claire sudah tidak karuan ketika mereka sudah hampir sampai ke tanah. Entah akan terasa sakit atau tidak, tapi yang jelas mereka akan kehilangan nyawa. Claire memejamkan matanya, bersiap menerima hantaman namun setelah menunggu beberapa detik, tidak terjadi apa-apa. Saat Claire membuka matanya, tepat di depan matanya adalah rumput hijau yang berjarak hanya sekitar lima centimeter saja.Claire menghela napas saat mengetahui bahwa mereka melayang lima centimeter di atas tanah. Gadis itu menengok ke arah Leon yang masih memeluk pinggangnya kuat-kuat. Pria itu masih memejamkan mata.“Buka matamu dan lepaskan aku,” kata Claire.Leon membuka matanya perlahan, lalu menghela napas lega. Di saat yang sama mereka langsung jatuh ke tanah begitu saja.“Leon!” protes Claire saat berusaha bangkit. Meskipun hanya berjarak lima centimeter saja, jatuh seperti tadi rasanya cukup sakit. Apalagi rerumputan seakan menus
“Kamu sangat cantik dan aku mencintaimu,” jawab Minotaur itu dengan mata bersinar keemasan.“Benar. Aku juga mencintaimu. Karena itu, biarkan aku dan temanku pergi ke tempat yang ditempa dengan api. Mungkin kamu tahu dimana itu?” tanya Claire lagi sambil tersenyum kikuk. Ia menaruh sebelah tangan di pinggang, berusaha terlihat seksi.“Tempat yang ditempa dengan api?” tanya Minotaur itu.“Iya, yang menyimpan benang merah milik Ariadne...?” Claire tidak yakin dengan nama yang ia sebutkan. Ia menoleh ke arah Leon yang dengan cepat mengangguk-angguk. Dalam legenda, Theseus berhasil keluar dari labirin Pulau Kreta dengan mengandalkan benang merah dari Ariadne yang jatuh cinta padanya.“Rasanya aku tahu tempat itu. Ada di bagian pusat dari labirin ini. Di sebelah sana, beberapa blok lagi. Ambil saja tikungan ke kanan. Ares pasti bisa menemukannya,” jawab Minotaur itu.“Seharusnya kamu kata
“Jadi, sebenarnya sudah berapa lama kamu terjebak di dalam sini?” tanya Claire sambil mengunyah ayam panggangnya.“Waktu di dalam sini rasanya tidak sama dengan di luar sana. Aku benar-benar tidak tahu. Mungkin beberapa minggu, atau beberapa bulan,” jawab Leon.“Pasti mengerikan,” sahut Claire lagi. Membayangkan berada di dalam sebuah game begitu lama.“Hal terakhir yang kuingat di luar sana adalah Donald Trump menjadi presiden. Jadi bagaimana selama beberapa bulan ini? Sudah ada kejadian apa semenjak pemerintahannya?” tanya Leon santai, mencoba memulai pembicaraan kasual.Namun, kata-kata Leon itu membuat Claire terperangah dan berhenti mengunyah sesaat. Matanya menatap Leon tanpa berkedip.“Kenapa?” tanya Leon. Pria itu bahkan menoleh ke belakang, mengira ada sesuatu di belakangnya, tapi tidak ada apa-apa di sana. Leon kembali menatap Claire dengan bingung. Claire menunduk sedikit lalu m
Tiba-tiba getaran di tanah itu berhenti. Claire dan Leon saling bertatapan, sebab tidak ada yang terjadi di sekitar mereka.“Tidak ada apa-apa?” tanya Claire.“Sepertinya begitu,” jawab Leon.Mereka menunggu beberapa menit lagi, tapi tetap saja tidak ada yang terjadi. Intuisi Claire mengatakan ada sesuatu yang ganjil, tapi atmosfir di sekeliling mereka mengatakan sebaliknya. Keadaan sangat tenang dan damai.“Kurasa sebaiknya kita memanfaatkan waktu untuk beristirahat sekarang, sebelum ada hal lain yang terjadi. Setelah tidur, kita selesaikan level ini,” ujar Leon.“Baiklah,” jawab Claire.Mereka berdua menghabiskan makanan terakhir yang ada di atas nampan dan seketika semua alat makan itu berkedip-kedip lalu menghilang. Claire dan Leon tidur berbaring bersebelahan di atas rumput. Rasanya lelah sekali, Claire langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh rerumputan yang lembut itu. Suasana yang h
“Shit!” seru Leon. Ia merogoh saku bajunya dengan panik dan mengeluarkan benang merah Ariadne. Tanpa pikir panjang ia menjatuhkannya ke tanah, berharap sesuatu terjadi, tapi ternyata tidak terjadi apa-apa.“Apakah kita harus mengikatkannya pada sesuatu?” tanya Claire.“Mari kita coba,” jawab Leon. Ia cepat-cepat mencari sesuatu untuk bisa mengikatkan ujung benang itu. Leon memutuskan untuk mengikatkannya pada ujung tanaman yang menjadi dinding labirin. Ia kemudian cepat-cepat menjatuhkan gulungannya ke bawah. Leon dan Claire berharap sesuatu terjadi sekarang, namun tetap saja tidak ada yang terjadi.“Waktunya tiga menit lagi! We are not gonna make it!” seru Claire panik.Sementara itu Ariadne hanya diam mematung, menunggu Leon dan Claire mencari cara untuk menggunakan benangnya. Leon dengan kesal memutuskan simpul yang tadi ia buat dengan benang itu lalu melemparkannya ke udara. Namun tiba-tiba, gulungan ben