Share

Masih di Level Ini

Author: Cindy Chen
last update Last Updated: 2021-05-27 08:00:02

Empusa itu menghindari tombak Claire dengan mudah kemudian terbang melayang-layang dengan rambutnya yang berapi-api.

“Jangan hanya diam saja!” seru Claire pada Leon.

Leon baru tersadar, ia kini mengangkat pedangnya. Sambil berteriak, Leon berlari lalu melompat tinggi. Dengan cepat ia menebas ke arah makhluk buruk rupa itu lalu mendarat di tanah. Sedetik kemudian, makhluk yang masih berada di udara itu terbelah dua lalu jatuh ke tanah. Darahnya yang hitam kehijauan memenuhi tanah di bawahnya.

Tak lama kemudian tubuh Empusa yang terbelah dua beserta ceceran darahnya berkedip-kedip dan menghilang. Kini bahaya yang tersisa hanyalah tatapan sadis dari Claire. Gadis itu menatapnya seakan ingin membunuhnya saat ini juga.

“C-Claire ...”

“Tutup mulut mesummu itu!” seru Claire sambil menghadap ke arah Leon sambil memegang tombaknya. Belum habis kemarahannya saat di level sebelumnya, kini Leon sudah membuatnya semakin jijik. Di mata Claire, Leon hanyalah lelaki mesum dan Claire sangat menyesal telah tidur dengannya di ranjang Adonis.

“Claire ... Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Leon sambil berjalan mundur saat Claire berjalan ke arahnya dengan tombak terhunus.

“Dasar bajingan mesum! Menjijikkan!” seru Claire kini tombaknya menyala bagai api seiring dengan kemarahan Claire.

“Claire dengarkan aku, ini tidak seperti yang terlihat,” jawab Leon. Meskipun ia kini Hercules, demi god terkuat di dunia, tapi ia tidak ingin membuang-buang nyawa dalam game yang semakin tidak terduga ini. Leon tidak ingin melawan Claire.

“Omong kosong! Kamu pria menjijikkan! Kamu meniduriku di saat pertama kita bertemu masalah itu tidak akan pernah aku lupakan!” seru Claire.

“Claire, aku memang bersalah padamu, tapi kamu harus mengerti ini demi kepentingan nyawa kita masing-masing. Aku tidak bermaksud memanfaatkanmu. Dan empusa tadi, mereka punya kekuatan untuk menarik mangsanya. Kamu mengerti, kan?” tanya Leon sambil terus berjalan mundur.

“Omong kosong!” seru Claire. Kini tombaknya sudah terhunus ke arah Leon. Leon segera menangkisnya dengan pedang. Bunyi berdentang diiringi cahaya terang seakan mengusir keheningan malam. Claire belum puas, ia menyerang lagi dengan penuh amarah. Matanya kini bersinar keemasan, seperti dewi Athena saat sedang marah.

“Claire! Hentikan!” seru Leon.

Namun, Claire tidak mendengarkan. Ia melayang ke udara sambil menghunuskan tombaknya ke arah Leon, sebuah gerakan yang mematikan. Leon menahan tombak Claire dengan pedangnya. Kekuatan Athena tidak bisa dipandang sebelah mata, kaki Leon tergeser ke belakang beberapa centimeter sementara Claire masih melayang di udara bercahaya bagai api.

“Claire! Kita tidak bisa menghabiskan nyawa kita dengan sia-sia seperti ini. Kita hanya punya tiga nyawa masing-masing!” seru Leon.

“Dan aku akan menghabiskan ketiga-tiganya saat ini juga!” seru Claire marah.

“Claire, tenanglah! Kalau aku mati, kamu sendirian di dalam game ini. Kamu tahu betapa berbahayanya game ini, kita perlu kerjasama tim,” kata Leon lagi.

Claire tidak menjawab, ia masih menghunuskan tombaknya ke arah Leon.

“Claire... pikirkanlah! Kita saling membutuhkan untuk bersama-sama keluar dari game ini!” seru Leon.

Mendengar kata-kata Leon, tiba-tiba tubuh Claire dan tombaknya berhenti bersinar. Perlahan-lahan tubuh Claire mendarat ke tanah. Ia menarik tombaknya ke sisinya.

“Ini belum selesai, Leon! Saat kita keluar nanti aku akan buat perhitungan,” jawab Claire. Harga dirinya sebagai seorang wanita terluka. Bagi Claire sekarang, Leon sama saja seperti kekasihnya yang sama-sama sampah. Semua laki-laki sama saja. Claire mendengus pelan lalu kembali ke arah gua. Ia lelah dan ingin sekali beristirahat.

Namun, tiba-tiba layar digital muncul di hadapan mereka. Claire menghembuskan napas kesal.

“Sekarang?” tanyanya sambil mengangkat sebelah tangan.

Time out. Proceed in six hours.

“Aneh. Game ini memberi kita waktu beristirahat,” kata Leon.

“Terserahlah, yang penting aku bisa tidur,” jawab Claire sambil berjalan cepat menuju gua.

Mereka berbaring berjauh-jauhan di dalam gua namun mata mereka masih terbuka lebar.

“Ada yang benar-benar janggal dalam permainan ini. Semuanya berubah. Bahkan ada waktu istirahat seolah dirancang untuk manusia seperti kita tersedot ke dalam permainan. Ini benar-benar aneh,” kata Leon akhirnya.

“Dari awal memang aneh. Tersedot ke dalam game, apa yang lebih aneh dari itu? Sudahlah lebih baik kita beristirahat. Hanya ada enam jam untuk beristirahat,” jawab Claire.

“Claire...” kata Leon.

“Apa lagi?” tanya Claire mulai kesal.

“Aku minta maaf,” jawab Leon. Mendengar itu, Claire terdiam.

“Aku benar-benar tidak bermaksud memanfaatkan tubuhmu atau apapun itu. Jika ada cara lain, aku pasti akan melakukannya, Claire. Seharusnya aku memberikanmu penjelasan dulu, maafkan aku,” kata Leon lagi. Claire hanya terdiam mendengarkan. Ia memutuskan untuk tidak menjawab, ia membalikkan tubuhnya membelakangi Leon. Ia menghembuskan napas diam-diam lalu mencoba memejamkan matanya. Mungkin Leon tidak seburuk yang ia bayangkan.

***

“Claire, bangun! Claire!” seru Leon sambil mengguncang tubuh Claire perlahan. Claire membuka matanya perlahan-lahan. Di depan gua mereka sudah muncul sebuah layar digital.

Proceed to the next level. Y/N?

Auto start in ten... nine...

Claire segera berdiri lalu berlari keluar dari gua. Leon mengikutinya. Mereka berdiri berdampingan di hadapan layar digital itu. Sesaat mereka berpandang-pandangan, seolah meyakinkan satu sama lain kalau mereka sudah siap menghadapi level selanjutnya. Hitungan mulai berhenti dan seketika dimensi di mana mereka berada berubah.

Level four. The Labirinth.

“Labirin... Aku paling tidak suka labirin,” kata Claire.

“Begitu juga dengan aku,” kata Leon.

Kini di hadapan mereka sudah terhampar taman hijau yang jelas-jelas merupakan sebuah labirin yang besar.

Choose your character!

Kini layar digital itu muncul di hadapan masing-masing mereka. Di hadapan Claire layar digital memunculkan beberapa karakter dewi.

Rekomendasi: Aphrodite.

“Jangan!” seru Leon saat melihat Claire hampir saja memilih Persefone.

“Kenapa?” tanya Claire.

“Rekomendasinya menyesatkan. Ini labirin, kita perlu kebijaksanaan Athena. Tetaplah menjadi Athena,” jawab Leon.

“Baiklah,” kata Claire. Ia kemudian memilih karakter Athena.

Rekomendasi: Ares.

“Ares yang pemarah dan tidak punya otak. Aku tidak akan memilihnya untuk memecahkan labirin,” kata Leon sambil mencari-cari karakter yang tersedia. Karakter Zeus masih terkunci. Belum bisa digunakan. Leon akhirnya menjatuhkan pilihan pada Apollo.

“Apollo, dewa cahaya, musik, pemanah, pengobatan, matahari, penyair, dan nubuat. Pilihan yang bagus,” kata Claire yang sudah memilih karakter Athena. Kebijaksanaan dan pengetahuan Athena mengalir dalam pikirannya sekarang.

“Dia pasti akan berguna,” kata Leon. Kini ia berubah mengenakan baju zirah berwarna emas dan membawa busur dan anak panah dari emas pula.

“Baiklah,” jawab Claire.

Start!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Love in The Game (INDONESIA)   The End

    “Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj

  • Love in The Game (INDONESIA)   Chasing Boston

    Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber

  • Love in The Game (INDONESIA)   Nearly

    Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L

  • Love in The Game (INDONESIA)   Revealed

    Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L

  • Love in The Game (INDONESIA)   Saving Fox

    “Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.

  • Love in The Game (INDONESIA)   Hypnotized

    Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status