"Rin, bisa gak sih, Taufik di depak aja dari kelas ini?"
Nana dan Rion kini sedang berada di perpustakaan. Nana ingin berdua dengan Sandy, karena sejujurnya, dia tak bisa berdua selain di sekolah. Dan dia terlalu malu untuk berkunjung ke rumah Sandy. Terlalu banyak orang yang lalu lalang di rumah tersebut.Dia ingin berdua dengan Sandy menggunakan alasan belajar bareng, tapi terlalu banyak orang yang mengelilinginya. Sandy seperti bunga dengan feromon kuat yang membuat para kumbang mencari dan mengerubunginya.Dan itu menjadi hal yang sangat menyiksa dan menyesakkan untuk Nana, sehingga selalu membuat dia menekuk wajahnya, sejak mereka menjalon hubungan, tak jarang pula Leon menegur Nana karena menekuk wajahnya ketika sedang mengambil gambar."Nana ku sayang, kamu punya banyak masalah akhir-akhir ini?" Rion mengusap kepala Nana penuh sayang.Karena inilah sehingga Rion selalu memilih tempat duduk paling pojok dan paling jauh d"Tapi aku tak seperti itu, Nana!" Sandy memotong kalimat Nana. Dia sendiri tak suka ada orang lain yang lebih dekat dengan Nana dibanding dirinya, karena Nana hanya miliknya seorang."Biarkan aku selesai bicara!" Nada suara Nana sedikit meninggi, membuat Sandy langsung bungkam."Baiklah, maafkan aku." Sandy memilih merilekskan tubuhnya."Aku tak mengapa jika kamu memilih bersikap serakah dengan diriku Sandy, aku pun tak masalah jika kamu memilih merahasiakan hubungan kita. Tapi jangan menyuruhku berhenti dengan kedekatanku bersama Rion ataupun Leon. Mereka lebih dulu ada bersamaku dibandingkan dirimu. Kita hanya pacaran. Jangan memaksaku memilih diantara kalian, karena pilihanku sudah jelas ada pada mereka. Kumohon, mengertilah Sandy. Karenamu juga sehingga hubungan kita menjadi rahasia seperti ini. Tidak kah kamu menyadari bagaimana aku juga begitu cemburu dengan sahabat-sahabatmu yang hampir semuanya perempuan? Mereka yang begitu
Rion berjalan keluar kelas dengan cukup riang, pasalnya hari ini Nana begitu penurut, walaupun masih menyembunyikan banyak hal.Melewati teman-temannya dengan wajah senang, yang membuat Leon yang melihatnya ketika berada di kantin menatapnya penuh tanya karena hal tersebut.Antrian cukup panjang di penjual es blender berbagai rasa tersebut, dan itu tak masalah bagi Rion."Tumben kau sebahagia ini?"Dan Rion hanya tersenyum cerah, melebihi teriknya matahari kala itu."Ya ampun, berhenti berteka teki seperti itu! Kembar bukan berarti aku bisa mengetahui isi otak dan hatimu!" Kali ini Leon dibuat jengkel oleh saudara kembarnya tersebut.Leon melepas kacamatanya yang berembun, mengelapnya, kemudian menaruhnya kembali di wajahnya."Terserah padamu saja, oh, dan bawakan aku es rasa bluberi yah. Aku tunggu di kelas!" Dia menyerah untuk bertanya walaupun dia sangat ingin tahu. Percuma saja, lagi pula pada akh
Bisa bersama selamanya dengan Sandy adalah obsesi terbesar Nana. Namun dia malah memilih merelakan impiannya?'Ada apa dengan Nana?' Leon bertanya-tanya dalam fikirannya."Sudahlah, jangan pusingi hal yang tidak perlu, semoga saja Rion lebih lama mengantri membeli minuman. Jadi, bisa mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi."Namun di detik berikutnya, Leon terbelalak karena dia langsung melihat Rion yang berjalan santai dengan tiga minuman dan beberapa snack di tangannya."Mati!" Leon menepuk keningnya cukup keras, membuat letak kacamatanya sedikit bergeser dari tempatnya.Leon langsung menghampirinya sebelum mencapai kelas IPA 1. Dia tak ingin saudara kembarnya itu sakit hati ataupun berfikir yang bukan-bukan."Rin, bluberiku mana?""Nih, aku udah pisahin, kali aja kamu mau minum lebih dulu, ehm, Nana ada dikelas kan?""Ada kok.""Ok, kalo begitu aku
"Nanti sore kerja kelompok yah?" Rion bertanya ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, berjalan kaki seperti biasanya."Iya, maaf Rin, kita malah pisah kelompok." Nana berbicara dengan nada sedih.Sudah beberapa kali dapat tugas kerja kelompok sejak naik ke kelas dua.Satu hal yang sangat Rion syukuri, Nana tak satu kelompok dengan Sandy. Dia tak bisa berfikir baik jika Nana bersama dengan Sandy."Jagain Nana ya Len?" Rion memegang bahu Leon dan menatap matanya. Yanh ditatap malah terlihat jijik."Pasti lah, kau kerja kelompok sama yang lain dengan santai aja, fokus. Dan jangan menatapku seperti itu, berasa mau aku pelintir aja wajah kamu itu." Kalimat Leon dijawab Rion dengan mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum lebar."Padahal pengen sama Rion." Nana terlihat merajuk dengan wajah sedih."Bergaul sama yang lain juga, Nana. Jangan hanya kami bertiga saja." Perintah Leon.Bukan t
"Nanti sore kerja kelompok yah?" Rion bertanya ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, berjalan kaki seperti biasanya."Iya, maaf Rin, kita malah pisah kelompok." Nana berbicara dengan nada sedih.Sudah beberapa kali dapat tugas kerja kelompok sejak naik ke kelas dua.Satu hal yang sangat Rion syukuri, Nana tak satu kelompok dengan Sandy. Dia tak bisa berfikir baik jika Nana bersama dengan Sandy."Jagain Nana ya Len?" Rion memegang bahu Leon dan menatap matanya. Yanh ditatap malah terlihat jijik."Pasti lah, kau kerja kelompok sama yang lain dengan santai aja, fokus. Dan jangan menatapku seperti itu, berasa mau aku pelintir aja wajah kamu itu." Kalimat Leon dijawab Rion dengan mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum lebar."Padahal pengen sama Rion." Nana terlihat merajuk dengan wajah sedih."Bergaul sama yang lain juga, Nana. Jangan hanya kami bertiga saja." Perintah Leon.Bukan t
"Aku disini melihat kalian semua sejak awal datang! Kau kira aku buta? Gita, belajarlah walau hanya dirumah Leon saja kamu belajar! Tak pernah ada yang salah dengan menambahkan sedikit ilmu dalam kepala! Aku tak membela Leon, tapi kenyataannya kita memang sedang kerja kelompok, dan aku setuju untuk mengisinya sedikit sebelum nanti hanya disuap saja melalui jawaban Sandy seorang." Ada sedikit nada amarah dalam kalimat Erwin, namun pada akhirnya dia berhasil menguasai dan membuat dirinya nampak tenang."Terserah kamu saja!" Gita memilih duduk bersandar dengan tangan di lipat, dia tak suka belajar, tak suka menulis terlalu banyak, karena kuku-kukunya yang sudah dipercantik sedemikian rupa akan cepat rapuh dan patah. Dan akhirnya malah terlihat bulukan."Berhenti menatap kukumu yang tak berguna itu! Cepat bantu kami menjawab!" Komentar perempuan yang sejak awal memprovokator Gita itu."Astaga, Lidia. Urus saja urusanmu!" Gita menatap Lidia de
"Aku masih belum mengerti dengan penjelasan Pak Adrian tadi." Nana mendesah dan membaringkan kepalanya di meja dengan lesu."Bagian mana sih?" Rion mengambil catatan yang sejak tadi diperhatikan Nana hungga membuat dia cukup depresi."Itu loh Rin, penjelasan dari contoh soal yang diberikan.""Nana, ke kantin yuk?"Ajakan Sandy yang tiba-tiba membuat Nana dan Rion menatapnya dengan pandangan tak percaya."Kamu juga termasuk dalam ajakan, Rion." Lanjut Sandy lagi.Nana dan Rion berpandangan dengan wajah terheran dan penuh tanya, membuat Sandy cukup heran dan cemburu dengan kedekatannya.Padahal harusnya dia menekan rasa cemburunya pada Rion. Karena peringatan Nana sebelumnya bahwa dia tak boleh membuat pilihan tentang dirinya ataupun Rion."Ya udah, kami ikut." Ucap Rion mewakili Nana juga.Perjalanan ketiganya yang melewati koridor hingga ke kantin membuat hampir seluruh mata me
"Nana, harusnya tadi kamu melihat bagaimana kecewanya Sandy setelah bermohon dengan sangat untuk mengetahui siapa yang buat. Bisa kamu bayangkan reaksinya jika dia tau kalau kamulah yang memasak bekal selama ini?" Ucap Rion dengan nada menggebu-gebu."Oh, ngomong tentang bekal, aku juga penasaran, memangnya seenak apa makanan yang kau buat?" Kini Leon yang sedang memilah foto berhenti dari kegiatan dan menatap keduanya yang sedang bermain game."Nana, kamu mau masak gak buat kita?" Tanya Rion"Tante?""Mama lagi keluar, malam baru balik. Kak Mary lagi liburan ama tunangannya." Leon menjawab dengan cepat, mendahului Rion yang ingin menjawab."Jadi gimana? Mau masak makan sore untuk kami?"Nana tersenyum dan meninggalkan keduanya, menuju dapur. Salah satu ruangan yang tak pernah dia injak, karena memang Nana hanya melenggang di sekitar kamar si kembar dan ruangan umum lainnya, dan sekali dua ka