Share

Bab 1

 Seorang laki-laki berambut pirang melemparkan setumpuk uang di atas lantai pada sekumpulan preman dengan wajah datar. Rahangnya yang keras dan tatapannya yang dingin menyiratkan kesombongan dan sok berkuasanya.

"Kalian urus mayatnya. Buang kemana pun. Jangan sampai ada yang tahu. Aku membayar kalian mahal jadi lakukan sesuai perintahku. "

Sekelompok preman itu menurut seperti seekor anjing karena telah di suap dengan uang banyak.

"Seorang wanita dan anaknya berhasil melarikan diri, Tuan. Tapi jangan khawatir kami sedang mencarinya." Pria dengan perawakan menyeramkan itu seketika mendapatkan tamparan kuat dari tuannya.

"Apa kau bilang? Hei, dengar! Aku tidak mau namaku terseret. Jika kalian tidak menemukan anak itu dan ibunya, aku akan membuat kalian memakan kotoran hewan. Mengerti!" Seketika mereka mengangguk karena takut.

Bawahannya memunguti uang itu seakan tidak mau kehilangan, rela melakukan hal tidak manusiawi demi uang itu.

Setelah meninggalkan tempat itu Leon dan pengawalnya menjemput putrinya yang di berada di hotel bersama pengasuhnya. Seperti tidak terjadi apa pun Leon membawa anak perempuannya untuk makan malam di restoran mewah berbintang.

"Kim?"

Suara Leon menyadarkan gadis mungil itu. Ia tersenyum masam memandang ayahnya.

"Kau tidak senang, sayang?"

    "Kenapa kita tidak bersama Mommy?" Kim bertanya balik, membuat ayahnya terdiam memikirkan jawaban yang tepat untuk bisa diterima anak usia enam tahun ini.

        "Mommymu sedang hamil dan butuh banyak istirahat. Singapore adalah tempat yang nyaman untuk Mommymu," jawab Leon sambil mengelus rambut panjang Kim. Dengan terpaksa Leon membawa Kim ke dalam perjalanan jauhnya. Agar tak siapa pun tahu tujuan perjalanannya ke negara ini.

Kimberley gadis yang pemurung dan tidak banyak bicara. Pilihan yang tepat membawa Kim karena dia tidak banyak bicara.

"Tapi aku ingin bersama mommy. Aku bisa tidur dengan Mommy." Ucapan Kim kecil membuat Leon kewalahan.

 "Kim jangan merengek. Kau kan tahu mommy-mu sedang hamil, kau tidak bisa tinggal dengannya. Bersabarlah sebentar lagi adikmu lahir." Leon mengelus puncak kepala Kimberley.

Meskipun Leon memperlakukan Kim dengan sangat baik, tapi sebenarnya dia menginginkan anak laki-laki. Dan semoga saja kali ini istrinya melahirkan anak laki-laki. Dia sengaja tidak menanyakan jenis kelamin anaknya sampai Amber melahirkan.

 "Tapi aku tidak minta adik pada Mommy. Kenapa Mommy mengandung?" Tanya Kim dengan polosnya.

 Hampir saja Leon tertawa mendengar ucapan Kim. Kenapa mengandung? Sudah jelas itu karena Leon menanam benihnya pada istrinya.

"Kimberley dengar daddy. Kau akan punya adik dan tidak akan sendiri lagi, kau pasti suka jika adikmu sudah lahir." Leon menunduk menatap wajah mungil itu.

 Kim mendengus. "Tentu saja."

      "Dari nadamu tidak seperti itu," desis Leon. "Maafkan daddy harus membawamu Kim, karena kalau tidak kau akan mengganggu mommy-mu."

       "Aku tidak akan mengganggu mommy. "

   "Jangan menjawab terus Kim. Setelah kita makan kau akan tinggal di hotel bersama pengasuhnya. Aku akan mengantarmu setelah itu daddy harus pergi sebentar. Kau setuju?"

   Kim tidak mau mendengar suara pelan Ayahnya, ia melihat keluar jendela mobil. Hujan sangat deras membasahi bumi, ia mengeratkan boneka barbie dalam pelukannya.

  Sudah dua hari ia menemani ayahnya di Meksiko, ia tidak mengerti kenapa ayahnya melakukan perjalanan bisnis sejauh ini. Asalkan dibelikan boneka Barbie yang baru Kim akan menurut.

"Pakai sweatermu sayang di luar dingin sekali." Leon mengancing sweater berbulu tebal pada gadis mungil itu. Lalu menggenggam jemari Kim untuk keluar dari mobil di payungi supir.

Mata indah Kim menangkap sederet anak jalanan yang sedang menyemir sepatu. Mereka tampak sangat kasihan dan kumuh. Baju yang mereka pakai juga tidak layak lagi untuk dipakai. Hati kecil Kim tergerak, walaupun dia terbiasa dengan kawan-kawannya yang memakai baju bagus tak membuat Kim lupa akan teman-temannya yang malang.  Ibunya selalu mengajarkan hal baik padanya.

      "Daddy berikan uangmu padaku," pinta Kim saat sudah sampai di depan hotel. "Cepat, Dad!" karena terburu-buru Leon memberikan dompetnya pada Kim dan putrinya mengambil sesuka hatinya.

  "Cepat payungi dia dan bawa kembali setelah selesai," perintahnya pada pengasuh Kim. Leon memperhatikan anaknya dari tempatnya. Kim kecil memang sangat perasa, ia selalu kasihan melihat anak-anak kecil yang terlantar.

🌹🌹🌹

  Pria kecil dengan lengan baju yang robek mengusap keningnya yang berair, entah itu keringatnya yang bercucuran atau percikan air hujan. Punggung bajunya sudah basah tertimpa air  hujan. Ia tidak khawatir sekalipun bajunya akan kering di tubuhnya. Mata abu-abunya menyiratkan kesedihan, dia meringkuk diantara anak-anak jalanan sebayanya untuk berteduh.

 Sudah satu hari ini dari seperti anak hilang yang tidak tahu mau kemana. Saat tengah malam dia akan mengikuti anak jalanan yang menyemir sepatu untuk mencari tempat peristirahatan. Biasanya mereka akan bermalam di dekat jembatan Hidalgo. Tempat biasa para pengemis bermalam. Dia menoleh saat teman-temannya berbisik-bisik karena kedatangan seorang perempuan kecil yang sedang membagikan uang pada kepada penyemir sepatu.

   "Kau lihat? Dia anak kecil yang turun dari mobil mewah tadi." Seorang anak laki-laki di sampingnya menunjuk seorang perempuan kecil bersama wanita berseragam sedang membagikan uang.

 Harry tersenyum melihat gadis baik hati itu. Wajahnya cantik nan menggemaskan. Satu tangannya yang bergelang kemilau membagikan uang yang diberikan wanita dewasa di sampingnya.

      "Dia pasti sangat kaya raya," lanjut temannya. Betapa beruntungnya bisa terlahir dari keluarga kaya raya tanpa harus bersusah payah memikirkan makan untuk hari ini. Bisa mandi, ganti baju, dan istirahat di tempat tidur.

    Iri? Jelas saja. Bagi anak jalanan seperti mereka yang tidak punya tempat tinggal dan baju yang cukup, melihat anak yang lebih berkecukupan membuat mereka iri. Sulit bagi mereka konsetrasi pada semiran sepatu mereka karena Kim semakin mendekat.

  Harry membantu anak laki-laki di sampingnya untuk merapikan krim semir, sikat, dan lap ke dalam kotak. Hari ini karena hujan dia mendapatkan pemasukkan yang lumayan untuk  mengisi perut. Harry tertunduk malu saat gadis kecil itu mulai mendekat, bajunya sangat bau, wajahnya kusam, dan terlihat kotor. Nanti gadis itu merasa jijik padanya. Dia merasa cemas, hidungnya yang tajam mengendus permukaan sekitarnya. Entah kapan dia terakhir mandi. Rambutnya terlihat seperti sapu ijuk yang kusut.

Ah perduli apa.

"Siapa namamu?" Anak perempuan itu bertanya. Kim menyodorkan selembar uang pada Harry.

"Harry," gumam anak laki-laki itu. Senyum manis Kim membuat Harry menjadi malu-malu dan kikuk. Mungkin perbedaan usia mereka hanya dua atau tiga tahun.

  "Ini untukmu. Belilah makanan yang banyak agar kau tidak masuk angin. Mommy bilang jika kita kehujanan dengan perut kosong akan sakit," celoteh Kim dengan pelan dan malu-malu. Butuh keberanian untuk Kim bisa berkata panjang di depan orang.

      Tahu darimana dia perut mereka kosong? Kata-kata itu tidak berfungsi bagi mereka yanga anak jalanan. Lalu anak perempuan itu memegang tangan pengasuhnya hendak pergi. Anak-anak yang diberikan uang itu pun bergembira.

       "Daddyyyy!"

Suara teriakan keras, mengagetkan Harry. Matanya terkejut melihat gadis itu menangis dengan wajah ketakutan. Mata Harry beralih pada kedua laki-laki yang sudah berlari kencang dengan tubuh yang lebih dewasa darinya. Itu Muggle preman yang selalu meminta setoran pada anak-anak di sini.

 "Mereka menjabret gelang kami!" teriak  pengasuh Kim.

       Badan Harry jauh lebih kecil dari preman itu tapi tidak membuat Harry gentar untuk mengejar mereka. Anak-anak penyemir sepatu itu memang sering melawan Muggle dan genk-nya karena mengambil banyak bagian penghasilan mereka. Jadi mereka sudah khatam di pukul oleh preman itu.

      "Hei berhenti! Kembalikan barang itu!!"

       Dipikir Harry teriakkan seperti itu bisa menghentikan mereka, nyatanya tidak. Beberapa orang keluar dari tempat persembunyian untuk menghantam Harry. Mungkin mereka sudah mengincar gadis itu sejak turun dari mobil.

Tiga..

Empat orang.

    "Arghh!" Seseorang dengan tangan kekar menarik rambut Harry kuat lalu melempar tubuhnya ke aspal. Harry meringis seakan tulangnya sudah remuk. Kepalanya yang terhantam batu sudah mengalir darah.

     "Beraninya kau ikut campur, setan cilik!"

     "Pergilah ke neraka!"

      Harry meronta-ronta saat tubuhnya kembali diangkat dan merasakan pukulan kuat dibagian kepalanya. Wajahnya sudah dihiasi darah segar, pandangan Harry mulai kabur. Harry yang malang merasakan kesakitan yang amat sangat karena pukulan bertubi-tubi mereka.

        "Bunuh dia!" teriak salah satunya. Membuat temannya mencekik leher Harry dengan kuat.

        God, bawa aku ke surgaMu, batin Harry menutup matanya. Ia tidak bisa melawan, bergerak pun tidak bisa. Tubuhnya sudah dihimpit keempat laki-laki berbadan kekar itu.

         Hujan terus saja turun di Meksiko city. Air yang menggenang di tempat itu sudah bercampur dengan darah yang pekat. Tidak ada yang ia sesalkan karena tidak ada yang akan kehilangan dirinya. Tidak ada yang sedang menunggunya untuk pulang. Tidak ada yang mengenal dirinya.

    Sebelum kesadaran Harry benar-benar hilang, ia bisa mendengar suara tembakan di telinganya. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, semuanya tiba-tiba gelap gulita.

    

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status