Harry membuka matanya perlahan, sekelilingnya terlihat sangat tidak masuk akal dalam otaknya. Mungkin ia sudah mati dan reinkarnasi dengan sangat cepat. Ia pernah mendengar tentang reinkarnasi, bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain.
Meski Harry di tempatkan di kamar VIP. Itu tidak membuatnya nyaman, karena tidak satu pun yang ia kenal di ruang itu
"Kau sudah bangun, nak?"
Seorang laki-laki berpakaian rapi menyapanya. Dia Leon, ayah Kim wanita yang Harry tolong. Wajahnya sungguh tampan dan berwibawa tak heran jika Kim memiliki wajah secantik bidadari.
Harry mencoba mengingat kembali kejadian terakhir, kepalanya sakit namun ia ingat dengan preman-preman yang memukulnya. Harry menatap Leon yang sedang menatapnya dengan lembut, tersenyum padanya.
"Kondisinya sudah pulih, Tuan. Dia anak laki-laki yang kuat dan pemberani. Dia sembuh dengan cepat sangat luar biasa," ucap Dokter. Kedua perawat di sampingnya pun mengangguk tanda setuju.
Leon tersenyum, rasanya pasti bahagia memiliki anak laki-laki sekuat dan pemberani seperti Harry. Tiba-tiba dahinya mengerut.
"Kenapa dia tidak bersuara? Apakah pita suaranya ada gangguan?" tanya Leon mengingat di bagian leher anak itu ada bekas merah yang belum hilang. Anak itu sama sekali tidak bersuara dari hari pertama ia sadar.
"Tidak! Pita suaranya baik-baik saja. Tapi ada goresan dibagian tubuhnya, seperti bekas sayatan. Sepertinya anak ini telah mengalami hal yang mengerikan." Ucap dokter yang telah menangani Harry. Dari mata Harry terlihat jelas kegelisahan, nafasnya naik turun.
Leon tidak mau ambil pusing perkataan Dokter itu. Menurutnya wajar jika anak jalanan sering bertarung.
"Aku Leon Parker. Siapa namamu, nak? Jangan takut kau sudah di tempat yang aman." Leon mencoba menyentuh bahu anak itu, tapi Harry menghindar. Ia tidak suka di sentuh, oleh siapapun.
"Apa kau tahu keluarganya, Tuan? Agar kita bisa menghubungi keluarganya. Hampir dua Minggu ia koma, mungkin keluarganya sedang mencari."
Leon menghembuskan nafas mendengar ucapan Dokter itu. Entah kenapa ia merasa senang sekali bertemu anak ini dan tidak rela melepaskannya.
"Dimana keluargamu, Nak?"
Harry terdiam. Apa? batin Harry. Ia menatap Leon dengan bingung.
Tiba-tiba suara ponsel Leon berdering. Laki-laki itu berjalan menjauh dari Harry. Namun, suara Leon masih bisa Harry dengar. Kupingnya sangat tajam menangkap pembicaraan laki-laki itu, terlebih ia sangat penasaran dengan Mr. Leon Parker. Sepertinya semua yang bicara padanya sangat tunduk dan menghormati laki-laki itu.
"Thanks God anak kita lahir dengan selamat, tidak apa dia perempuan lagi."
"______________________"
"Sayang maafkan aku tidak bisa menemanimu. Ada urusan yang mendesak, tenang saja Kim bersamaku."
"_________________________"
"Aku menemukan seseorang, aku yakin kau akan menyukainya sama sepertiku."
"__________________________"
"Dia anak yang kuat. Aku ingin menjadikannya seorang Parker. Kita tidak hanya memiliki dua anak melainkan tiga anak." Leon tidak berfikir panjang, seorang anak layak diberi penghidupan yang lebih baik. Walaupun anak itu memiliki orang tua, Leon akan memintanya.
Dua hari kemudian setelah dokter menyatakan Harry bisa pulang dan benar-benar telah pulih. Leon menjemputnya bersama seorang laki-laki berjas hitam dengan perawakan dingin.
"Selamat pagi, Nak. Apa kau sudah siap untuk pulang?"
Leon menyapanya. Harry tetap membisu, namun terukir senyum di bibirnya. Terlihat malu-malu dan polos. Dan Leon amat senang dengan respon Harry.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Leon.
Perasaan Harry berkecamuk. Ia tahu laki-laki ini berniat baik padanya, dengan membawa dan merawatnya itu sudah lebih dari cukup.
"Ucapkan sesuatu padaku, apa pun itu."
Harry menatap Leon dan orang di belakangnya bergantian, sepertinya ia tidak salah mengartikan maksud laki-laki itu.
"Te-Terima kasih."
"Oh... Thanks God. Dia akhirnya bersuara." Leon mengucap syukur. Dia hampir memeluk Harry kalau saja ia tidak sadar wajah Harry masih tersirat ketakutan. Mereka masih asing untuk Harry.
"Harry sudah boleh pulang, Tuan."
Leon tampak senang mendengarnya. "Siapa namamu, Nak?" tanya Leon. Dia menggunakan bahasa yang bisa dimengerti Harry.
"Harry," suara Harry pelan.
"Harry?"
Harry mengangguk pelan.
"Berapa usiamu?"
Harry tidak menjawab.
"Dimana orangtuamu?"
Harry menggeleng.
"Kau tidak punya orangtua? Atau keluargamu yang lain?"
"Aku sudah mencari informasi tentang anak ini, Tuan. Sepertinya dia hanya anak yatim-piatu yang tidak memiliki tempat tinggal." Ethan memberitahu. Leon menoleh pada asistennya dan mengangguk pelan.
"Urusanku di sini sudah selesai, Nak. Aku harus kembali ke tempatku. Putriku baru lahir." Katanya pada Harry.
Harry menatap Leon dengan tatapan yang tidak bisa dijabarkan. Ia pun tidak tahu ingin berucap apa. Selama ia di sini Leon sendiri yang mengurus keperluannya dan memperhatikan kesehatannya.
"Harry?"
"Ya Tuan."
"Maafkan aku terlambat menolongmu. Aku melihatmu dipukuli oleh preman-preman itu dan bodyguardku tidak bergerak cepat. Hari itu hujan sangat deras, semua kesulitan mengejarmu. Yang kau kejar tidak lebih berharga dari nyawamu, Nak."
"Maafkan aku, Tuan."
"Tidak-tidak, bukan itu. Justru aku berterima kasih. Jangan merasa bersalah. Lain kali kau harus memikirkan nyawamu."
"Baik, Tuan."
Harry mendengar suara pintu terbuka, setelah itu suara langkah kaki menyusul ke arah mereka. Wajah mungil bak bidadari itu menatap Harry takut-takut. Mata biru-hijaunya dapat menghipnotis Harry dan membuatnya terpaku. Anak itu?
"Daddyy!"
Leon menoleh pada Putri kecilnya lalu menggendong Kim yang sangat ringan. Kedua tangan kecil Kim melingkar di leher Leon dan matanya menatap Harry, merasa bersalah.
"Apa dia baik-baik saja?" Tanya Kim. Harry tidak berkedip melihat ekspresi Kim. Baru kali ini ada yang perhatian padanya. "Aku ingin melihat dia. Setelah ini kita tidak akan bertemu dia lagi, bukan?" Ucap Kim dengan pelan.
Leon mencium pipi Kim dengan gemas, lalu mendekatkan Kim pada Harry.
"Hayoo, julurkan tanganmu dan perkenalkan namamu padanya," suruh Leon pada Kim. Harry yang tersenyum malah membuat Kim kecil salah tingkah.
"Aku malu, Dad." Kim memalingkan wajahnya kepelukan Leon.
"No! Lihat dia sudah melihatmu. Ucapkan terima kasih padanya." Leon menyentuh tangan Kim untuk bersalaman dengan Harry.
"Namaku Kimberley Cravell Parker," ucap wanita mungil itu. Dia memang pintar jika memperkenalkan namanya. Itu semua karena ajaran ibunya. Air matanya tiba-tiba jatuh begitu saja dengan terbata ia berucap. "Ma-Maaf."
Kimberley, nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Batin Harry. Dia tidak menyangka gadis kecil itu anak dari pria yang menolongnya. Barulah ia mengerti kenapa ia bisa berada di sini.
Belum sempat Harry membalas uluran tangan Kim, gadis kecil itu sudah berbalik kepelukan Leon dengan suara tangisan yang sendu. Harry tahu kenapa Kim menangis, gadis baik hati dan pemurah.
Leon menepuk bahu Kim pelan, memberikan ketenangan pada putrinya. Kim trauma dengan kejadian itu. Ia selalu bermimpi buruk setelah itu.
"Harry?"
"Ya, Tuan."
"Kau tidak mau memanggil aku Daddy? Sama seperti Kim memanggilku?"
Harry menatap bingung pada pria tampan yang berkharisma itu. Belum lagi mulutnya terbuka, Leon kembali berucap.
"Ikutlan dengan kami. Kau akan bertemu dengan Mommymu dan adikmu yang satu lagi," tambahnya.
"Maksudnya, Tuan."
"Aku akan memberikanmu kehidupan yang layak seperti anak lain seusiamu. Dan bonusnya kau memiliki Kim dan Emi untuk kau lindungi. Apakah kau mau menjaga dan menyayangi mereka seperti dirimu sendiri?"
Harry terdiam di tempatnya. Lidahnya kelu tidak bisa bicara sepatah katapun.
🌹🌹🌹
Skyhouse, Singapure.
Mobil Leon memasuki apartemen mewah miliknya, Skyhouse. Istrinya sendiri yang memberi nama apartemen ini. Mereka menjadikan Skyhouse sebagai rumah kedua mereka. Tempat untuk berlibur dan melarikan diri dari kesibukan karena pekerjaan mereka.
Leon Parker, pendiri perusahaan Royal Parker yang bermarkas di Amerika adalah perusahan tersukses di dunia. Royal Parker beroperasi dalam tiga segmen yaitu upstream, downstream, serta korporat yang memiliki pegawai 478.000 dan memiliki aset yang tidak akan habis hingga lima keturunannya mungkin lebih.
Sedangkan istrinya, Amber Fawson memiliki rumah produksi film terbesar yaitu CNET NETWORK, BBC Dragon adalah program talk show yang paling sukses meraup keuntungan keuntungan. Dropbox menjadi pusat kantor mereka yang mempermudah Mr & Mrs Parker mengelola bersama.
Sekaya itulah mereka.
"Jangan takut, ini rumah kita." Jemari Kim menggenggam telunjuk Harry yang terdiam. Setelah 18 jam perjalanan mereka yang melelahkan Kim masih sangat perhatian pada Harry. Untunglah mereka naik Legacy, pesawat pribadi Royal Parker yang tidak diragukan lagi.
"Nak, perkenalkan. Ini istriku dan sekarang kau bisa memanggilnya mommy." Leon sepertinya tidak sabar ingin menjadikan Harry anaknya.
"Hallo nak. Aku Amber, senang berkenalan denganmu."
Harry mengangguk ke arah wanita berambut hitam itu, ramah dan terlihat keibuan. Dia tidak menyangka ibu Kim secantik itu. Kini ia tahu darimana berasal rambut hitam Kim.
"Daddyy biar aku saja yang memperkenalkan keluargaku pada Harry," ucap Kim lalu semua yang ada di ruangan itu tertawa.
"Itu uncle Paul dia belum menikah. Adik Daddy. Say hai uncle Paul, Harry," kata Kim pada Harry. Kim tampaknya sangat bersemangat.
Harry mengangguk ke arah laki-laki berbadan tegap dan tampan itu. "Ha--Hai uncle Paul."
"Hai handsome boy. Aku uncle-mu sekarang." suara Paul lembut dan ramah.
"Dia tidak bicara banyak uncle, nanti aku akan mengajarinya supaya dia banyak bicara. Kata Daddy Harry belum terbiasa dengan kita," celotehan Kim.
Paul tertawa. "Apakah kau Kimberley Parker, sayang? Bicaramu banyak hari ini."
"Kau benar Paul aku terheran sedari dari," kata Ellysabet merasa takjub. Lalu wanita cantik berambut pirang itu menatap Harry yang terdiam. "Haiii bocah kecil. Selamat datang di keluarga Parker. Panggil aku aunty Elly. Aku istri uncle Paul."
Harry mengamati mereka satu-persatu dan juga ruangan besar tempat mereka berkumpul. Dia merasa seperti pergi ke surganya dunia, penuh gelak tawa dan kehangatan. Tempat ini sangat besar, mewah, dan wangi bercorak putih hingga ke langit-langit dengan lantai kayu bambu, berwarna coklat.
🌹🌹🌹
Leon memperhatikan Harry dan Kim yang sedang bermain di lantai. Paul membelikan Harry mainan dan Kim boneka Barbie yang cantik, mereka terlihat sangat dekat. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk keduanya saling mengenal.
Ia baru pertama kali melihat Kim bisa tertawa lepas dengan orang yang baru ia kenal. Dan Kim selalu memanggil Harry... Harry... Ingin diperhatikan. Tidak segan-segan Kim mencium dan memeluk Harry begitu juga sebaliknya.
"Kau sekarang memiliki seseorang yang tidak akan membuatmu sendirian Kim," gumam Leon menatapi kedua anaknya.
"Kau serius ingin mengadopsi Harry, sayang?" suara dari belakang itu berasal dari Amber. Lalu berdiri di sampingnya. Amber menatap Harry dengan perasaan aneh.
"Yang kuinginkan Harry bersama kita. Ikut dengan kita dan menjadi bagian dari kita." Kata-kata Leon tidak bisa dibantah. Sekali lagi Amber meyakinkan Leon.
"Elly bertanya padaku, apa kita yakin Harry anak baik-baik." Ucap Amber.
"Of course!" Leon dengan yakin. "Aku bisa melihat dari mata polosnya. Bagaimana ia memperlakukan Kim juga. Kau lihat sendiri Kim tidak pernah seperti itu pada orang lain."
"Aku juga menyukai Harry. Aku mendukungmu sayang." Amber mengecup bibir Leon lembut dan mengusap lengan suaminya. Pertama kali Leon mengatakan padanya bahwa ia sudah jatuh cinta pada anak laki-laki itu.
"Amber! Emi menangis sedari tadi." Elly baru saja keluar dari kamar menggendong bayi kecil. Harry dan Kim dengan cepat menoleh pada suara bayi itu lalu berlari mendekati mereka.
"Oh Emily sayang. Cup-cup." Amber mengambil alih Emi dan menimangnya. Harry baru pertama ini melihat adik bungsunya, ia sangat takjub melihat bayi yang ditimang Amber.
"Emily Rosella Parker, nama adik bungsumu," ucap Leon melihat mata Harry tak berkedip pada Emily.
Amber mendekatkan Emily pada Harry, matanya berbeda dengan Kim. Emily memiliki bola mata bulat berwarna biru, cantik sangat cantik. Harry mengelus pipi mungil itu.
"Harry... Harry!" Kim menarik ujung baju Harry karena tidak di dengarkan panggilannya. "Harry!" Ia mencari perhatian Harry.
Harry menunduk, melihat mata biru-hijau Kim. Indah dan bening. Bulu matanya panjang alami, Kim memiliki tahi lalat di atas bibir dan pipi kanannya. Harry menyukai itu.
"Ada apa Kim?"
"Kau tidak pernah mengelus pipiku seperti mengelus pipi Emi?" ucap Kim merajuk. Dan mereka tertawa mendengar penuturan Kim.
"Kim biarkan uncle Paul mengelusmu." Paul berjongkok pada keponakannya yang menggemaskan.
"No! Not uncle. Aku mau Harry."
"Harry kau harus melakukan permintaan Kim sebelum ia merajuk," ujar Amber dengan tawa bahagia.
"Mommy." Kim melipat tangannya ke dada.
Sesaat Harry menatap Leon dan Amber bergantian. Merasa belum yakin, bisakah orang kumuh seperti dia berdekatan dengan mereka.
"Aku tidak yakin Nyonya Minerva akan menerima Harry." Elly berbisik pada Amber.
Mereka melupakan ibu negara di keluarga mereka. Sepertinya akan sulit membawa anak jalanan ke dalam kediaman keluarga Parker.
Untuk membuat Harry di terima Minerva, ibu Leon. Amber memberikan les privat untuk Harry sebelum mereka pulang ke kediaman keluarga Parker.Kim dengan sabar menunggui Harry yang sedang belajar. Banyak hal yang mengejutkan Amber bahwa Harry dengan cepat mengikuti pelajaran yang diberikan padanya. Bahasanya pun sudah mulai dipahami.Kim yang menggemaskan menarik perhatian Harry yang masih sibuk menyelesaikan tugasnya. Badan mungil Kim berulang kali datang dan pergi melihat Harry tanpa berkata. Hanya terdengar hembusan kasar Kim. Mr Samuel tersenyum melihat kelakuan Kim. Sepertinya dia harus menyudahi classnya. Ia tahu Kim ingin bermain dengan Harry. "Hari ini cukup sampai di sini Harry. Kimn akan membenciku jika menahanmu terlalu lama." Mr Samuel membereskan peralatannya lalu tersenyum. "Kau anak yang pintar. Cepat menangkap apa yang kusampaikan." Ucapnya. Harry melebarkan senyumnya lalu melihat
Leon tersenyum saat membaca pesan di ponselnya. Anak buahnya telah melakukan apa yang di perintahkannya. Bahkan mereka mengirim foto rumah yang mereka bakar."Daddy... ""Diam dulu Kim!" Suara Leon tampak kesal. Kim mengganggunya saat ingin mengirim balasan pesan itu. Mereka yang duduk di meja itu kaget Leon membentak Kim."Kim? Diantara makanan ini mana yang paling enak?" Harry mencairkan suasana. Kim tidak sempat menangis, dia langsung girang karena Harry.Gadis kecil berambut hitam itu terus saja mengikuti langkah Harry kemanapun dan tak melepaskan telunjuk Harry untuk ia genggam. Sekali-kali ia berceloteh dan membuat Harry kesal lalu tertawa."Jangan masukkan lagi makananmu ke piringku, Kim!" Walaupun makanan terlihat enak tak membuat Harry kaget dengan makanan itu. Dia seperti sudah terbiasa dengan makanan lezat dan kehidupan orang kaya.Kadang Amber pun bingung. Harr
Pertama kalinya Harry menapakkan kakinya di kediaman keluarga Parker yang megah. Selama ini Nyonya Minerva melarang Harry yang bukan keluarga Parker untuk tinggal di sana. Tapi sekarang Leon rasa sudah waktunya Harry berkunjung ke rumah itu.Sore ini seluruh anggota keluarga sedang berkumpul, kecuali Kim dan Megang yang masih sibuk berlatih ballet di aula sekolah. "Selamat datang di Yellowstone, Nak" sapaan hangat dari Amber menyambut kedatangan Harry. "Bagaimana sekolahmu?" kata Amber lembut. "Masih terkendali, Mom." Harry tersenyum. Amber tidak tahu saja kelakuan Harry di kampus dan asrama. Pemberonta dan suka membuat masalah. Dia tidak peduli dengan peraturan.Amber terlihat riang karena kedatangan Harry, begitu juga Paul dan Elly. Kecuali Nyonya Minerva yang memasang wajah cemberut, membuat Harry merasa tidak diterima di rumah ini. Dia sudah me
Harry bermimpi buruk, tapi mimpi itu belum mengarah pada apa. Yang jelas dalam mimpi itu Harry terlihat ketakutan."Harry?"Harry tersentak. Matanya terbuka lebar dan nafasnya naik turun. Dia sedang duduk menunggu Kim hingga tertidur di sofa ruangan itu.Mimpi itu lagi!"Ada apa? Duduk saja kau bisa bermimpi." Ucap Kim melihat Harry memakai kemeja putih dan jas hitam mengkilap. Pria itu bersandar pada jok sofa mengambil nafas.Kim pergi mengambil gelas lalu menuangkan air putih untuk Harry. Di lantai dasar sudah sangat ramai. Alunan music terdengar hingga ke lantai paling atas. Langit-langit rumah itu sudah di decor dengan cantik."Ini minum." Harry menerima pemberian Kim. Matanya tampak terkagum melihat Kim memakai gaun yang cantik. Rasa ngantuknya begitu saja hilang."Kau jalan sambil tidur ya? Aku mencari dari tadi, ternyata di sini." Kim mengelap kerin
Setelah dua puluh menit akhirnya mereka sampai di tempat latihan balet Kim. Harry memberi saran supaya Kim mau bergabung dengan kawan-kawannya yang lain untuk berlatih balet. Tentu saja Kim menolak, namun setelah perdebatan panjang mereka Kim akhirnya setuju. Ya, dia butuh patner dan teman juga.Sebenarnya Kim punya teman, namanya Sandra Lee. Wanita campuran Asia yang menyukai balet juga. Dengan jarak 3 meter dari bangku mereka banyak yang memperhatikan Kim sedang bercakap-cakap dengan pemuda tampan dan keren. Kehadiran Harry menarik perhatian kaum hawa di tempat itu.Harry yang sedang asyik mengobrol dengan Kim tiba-tiba dihampiri Megan yang tersenyum pada Harry dan pemuda itu membalas senyumnya."Hai Harry. Aku kira kau tidak akan ke tempat seperti ini," Ucap Megan dengan senyum menggoda. Ia tersenyum senang memandang wajah Harry yang cerah."Waktuku kosong, tak apa menemani Kim." Jawab Harry.
Ini sudah waktunya pulang, semua sudah meninggalkan gedung. Tapi Harry dan Kim masih berdiri di dekat bangku yang bersender pada pohon besar. Angin bertium memainkan rambut Kim yang sebahu. Aroma rokok yang dihisap Harry bisa di hirup hidung Kim saat Harry berbicara terlalu dekat debgannya."Kalau kau tidak keberatan biar aku yang mmengajarimu nafas buatan." Harry menatap bibir Kim tak berkedip. Ibu jarinya merasakan kelembapan bibir Kim.Tubuh Harry menegang saat Kim membuka mulutnya. Mengecup ibu jari Harry seperti permen lolipop. Apakah karena rasa manis bekas rokok? Tapi Kim sudah mengelap tangannya.Kemudian Harry mengangkat tubuh Kim menempel di pohon besar itu. Kim tidak memberontak, bahkan terkesan seperti menertawakan sikap Harry."Kata Megan ciuman itu hanya berlaku pada wanita dan pria--" Kim terdiam Harry kan laki-laki? Alisnya naik ingin menolak. Tapi melihat bibir Harry yan
"Emmi, apa yang kau lakukan di sini?" Kim berjongkok di depan adiknya yang terlihat murung. Mata Emmi tertunduk melihat ke lantai."Ayo bangun, kita sarapan." Kim tersenyum mengelus rambut pirang adiknya. Ia menarik tangan Emmi tapi gadis kecil itu tidak bergerak, ia merasa Emmi menjadi pendiam. "Kenapa Emi?"Dari sisi lain Harry yang melihat Kim menarik-narik tangan Emi dipikirnya Kim mengganggu Emi. Harry bergegas menghampiri mereka."Kim? Kau mengganggu Emi lagi?" suara Harry dari belakang. Kim menoleh dengan raut kaget. Oh, ya Tuhan. Kim kenapa sekarang sangat malu di depan Harry. Kim mulia memperhatikan lekukan wajah Harry. Bagaimana bisa Harry memiliki wajah setampan Hardin Scott idolanya.Kim mengangkat bahunya gugup. "Aku tidak tau. Aku datang Emi sudah seperti ini."Harry menyentuh dahi Emmi, dingin seperti es. Wajah gadis itu pucat, tangannya gemetaran. Ma
"Harry, sampai kapan kau di sini?" Suara itu dari Nyonya Minerva yang menatap Harry dengan tatapan merendahkan. Seperti biasa. "Kau tidak ingin kembali ke asrama?""Ya GrandMa. Lusa aku akan kembali ke Asrama." Jawab Harry dengan sopan.Nyonya Minerva memperhatikan cara berpakaian Harry. Masih suka memakai celana jeans yang robek di lutut, jaket kulit hitam. "Harry? Apa kau tidak pernah berpikir Leon dan Amber orang yang sangat berpengaruh? Kau tidak bisa menunjukkan penampilan yang lebih baik dari pada seperti ini, seperti anak jalanan."Dengan tatapan dingin Nyonya Minerva memandang Harry. "Kau harusnya bersyukur dari pinggir jalan Leon mengambilmu. Jadi ubah cara berpakaianmu."Nyonya Minerva meninggi Harry yang masih berdiri tanpa ekpresi. Dia menenteng tas Hermes-nya berjalan angkuh. Di belakangnya Dolores mengikuti, dia sedikit melirik Harry dengan prihatin.