"Ma, kenapa Papa gak datang di hari ulang tahun Rissa?"
"Ma, siapa wanita dan anak yang bersama Papa?""Papa, jangan pergi!""Papa, jangan tinggalkan Rissa!""Aku mohon, Mas. Jangan tinggalkan kami. Bagaimana aku dan Larissa tanpa kamu?""Maaf, Rumi. Aku tidak bisa bersama kalian lagi.""Tapi kenapa, Mas? Apa kamu lebih memilih perempuan itu daripada istri dan anakmu? Apa karena dia lebih cantik dan kaya hingga kamu tega mengkhianati aku?""Bukan karena itu, Arumi. Jujur saja dia adalah cinta pertamaku. Kini dia sudah bercerai dengan suaminya dan kami kembali dipertemukan. Aku tidak bisa menampik kalau aku masih mencintainya. Wanda tidak ingin menjadi yang kedua dan aku terpaksa harus meninggalkanmu. Sekali lagi maaf. Aku berjanji akan tetap menafkahi kalian meski kita sudah tidak bersama."Larissa menghela napas berat dengan mata terpejam kala ingatannya kembali melayang ke kejadian tujuh tahun yang lalu. Ayahnya pergi meninggalkannya dan sang Mama demi wanita lain. Pramudya sama sekali tidak menghiraukan ketika sang istri bersimpuh dan memohon untuk tidak meninggalkan mereka.Pria itu berjanji akan sering menemui Larissa dan tetap menafkahinya. Namun faktanya, jangankan menafkahi. Menemui Larissa satu bulan sekali saja tidak pernah. Pramudya benar-benar lepas tangan. Ia begitu terlena oleh kebahagiaan bersama keluarga barunya.Pernah suatu hari Larissa menyaksikan sendiri sang Ayah begitu memanjakan anak dari istri barunya. Mereka merayakan ulang tahun sang anak begitu mewah. Berbanding terbalik ketika dirinya yang harus begadang hingga tengah malam menunggu kepulangan ayahnya dan berharap mendapatkan ucapan selamat. Faktanya, angannya hanya sia-sia. Pramudya tidak pernah kembali lagi ke rumah mereka hingga Larissa beranjak makin dewasa.Larissa harus berjuang sendirian demi menghidupi dirinya dan sang Mama. Arumi yang menjadi lebih pendiam dan sering mengurung diri di kamar tidak lagi mempedulikan sang putri. Larissa rela bekerja apa saja sepulang dari sekolah agar dirinya dan sang Mama bisa makan. Hingga akhirnya keadaan Arumi bertambah parah. Wanita itu sering berteriak histeris dan mengamuk tidak jelas. Dokter menyarankan agar mamanya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa dan Larissa hanya bisa pasrah demi kesembuhan sang Mama. Beruntung Arumi mempunyai sahabat baik bernama Liliana. Wanita itulah yang membantu Larissa hingga menjadi sukses seperti sekarang ini."Mama apa kabar?"Larissa menyapa sang Mama yang tengah duduk di kursi taman dengan pandangan kosong. Ia bersimpuh kemudian mengambil jemari Arumi untuk dikecupnya lama. Hari ini Larissa menyempatkan diri mengunjungi mamanya di rumah sakit. Istri dari Arjuna itu memang membuat jadwal khusus seminggu sekali untuk berkunjung dan memantau kondisi sang Mama di tengah-tengah kesibukannya sebagai pemilik sebuah klinik kecantikan.Larissa harus pandai membagi waktu selain karena kesibukan di klinik dan mengurus Alkana, juga supaya Arjuna tidak mengetahui tempat yang ia datangi ini.Ya, suaminya sama sekali tidak mengetahui tentang kondisi Arumi, pun dengan masa lalunya. Pernikahan paksa yang mereka jalani membuat Arjuna sama sekali tidak ingin mencari tahu tentang keluarga sang istri. Namun, hal tersebut justru menguntungkan untuk Larissa karena dengan begitu, rencananya untuk membalas dendam bisa berjalan mulus."Rissa kangen. Mama tahu? Cucu Mama sekarang sudah makin besar. Alkana sedang lucu-lucunya." Larissa tertawa lirih. Lelehan bening yang menerobos keluar ia biarkan membasahi pipinya. "Mama cepat sembuh, ya. Nanti kita tinggal sama-sama lagi. Rissa ... Rissa kangen masakan Mama. Kangen makan bareng Mama."Ia tergugu. Kenangan indah bersama sang Mama satu per satu melintas dalam ingatannya."Mas Pram ...."Tangis Larissa pecah mendengar sang Mama menyebut pria yang sudah menyakiti mereka. Begitu besar cinta Arumi kepada Pramudya hingga yang menempel dalam ingatannya hanya pria itu."Mama jangan menyebut nama dia lagi. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah membiarkan mereka bahagia di atas penderitaan kita. Aku janji suatu saat mereka akan berlutut di kaki Mama dan memohon ampun atas semua yang telah mereka lakukan," geram Larissa dengan mata berkilat penuh amarah.Ya, Larissa tidak akan membiarkan orang-orang itu hidup tenang sedangkan mamanya terpuruk hingga bertahun-tahun. Ada harga yang harus dibayar oleh Pramudya dan keluarga barunya karena telah membuat seorang anak kehilangan kasih sayang ibunya.🍁🍁🍁"Malam, Bu. Bapak dan Den Alka sudah menunggu Ibu di meja makan."Kepulangan Larissa disambut oleh Ningsih, asisten rumah tangga di rumahnya. Ia pulang agak larut karena setelah mengunjungi mamanya, Larissa harus ke Klinik memeriksa pembukuan yang beberapa hari ini terbengkalai."Bilang sama mereka saya mandi dulu ya, Mbak. Nanti saya ke sana.""Baik, Bu."Larissa membersihkan diri dengan cepat karena sudah tidak sabar ingin bertemu Alkana. Ibu satu anak itu memakai daster rumahan sebatas lutut dengan rambut yang dicepol asal sebelum akhirnya kembali keluar dan menuju meja makan. Benar saja, Arjuna dan putra mereka sudah menunggu di sana. Larissa langsung memeluk dan menciumi wajah putra kesayangannya dan mengabaikan wajah masam sang suami."Kita sudah membuat perjanjian untuk selalu menyempatkan makan malam bersama demi Alkana. Kenapa kamu mulai berani melanggarnya?"Arjuna tidak tahan untuk bertanya. Larissa yang berpura-pura tidak membuat kesalahan membuatnya kesal. Tahukah wanita itu bahwa dia sampai rela membatalkan janji dengan Renata hanya demi tidak melanggar kesepakatan? Lalu, mengapa wanita itu justru tidak meminta maaf karena telah membuatnya dan Alkana menunggu cukup lama?""Tadi di Klinik rame banget."Sudah. Hanya itu yang diucapkan Larissa sebagai pembelaan."Setidaknya kamu mengabariku."Gerakan tangan Larissa terhenti. Makanan yang sudah di depan mulut urung ia masukkan setelah mendengar perkataan Arjuna yang terasa menggelikan di telinganya."Bukannya kamu melarangku untuk menghubungimu? Kamu lupa kalau tiap kali aku menelepon kamu tidak pernah mengangkatnya?" Dan ia tidak tahan untuk membalas ucapan suaminya."Itu karena aku sedang sibuk.""Sibuk dengan selingkuhanmu.""Jangan mengajak berdebat di depan Alkana. Bukankah kamu sendiri yang meminta agar kita bersikap biasa ketika di depannya?" Arjuna hampir membanting sendok yang ia pegang. Berbicara dengan Larissa selalu saja membuatnya marah karena wanita itu pandai memancing emosinya."Ya, aku minta maaf." Larissa malas berdebat dan memilih mengalah."Sudah selesai makannya? Kita ke kamar, yuk! Nanti Mama bacakan dongeng sebelum tidur."Alkana mengangguk antusias. Mendengar sang Mama mendongeng sebelum tidur adalah kegiatan favorit bocah yang sebentar lagi akan berusia tiga tahun itu."Aku duluan," pamit Larissa, meninggalkan Arjuna yang masih menikmati makan malamnya.Setelah kepergian sang istri dan putranya, pria itu mengambil ponsel yang sejak tadi ia biarkan bergetar tanpa mengangkatnya. Rentetan pesan dari sang kekasih membuat rasa kesal akibat ulah Larissa perlahan menghilang.[ I Love Yuo ]Tulisnya untuk sang kekasih sebelum mengakhiri perbincangan mereka lewat pesan. Saking asiknya berbalas chat dengan Renata, Arjuna tidak menyadari ternyata waktu makin beranjak malam. Meninggalkan meja makan, pria berusia dua puluh sembilan tahun itu bergegas menuju kamar yang beberapa tahun ini ia tempati sendirian.Jika ada yang bertanya apakah ia dan Larissa tidur terpisah? Maka jawabannya adalah ya. Larissa lebih sering tidur bersama Alkana atau di kamar lain ketimbang dengan dirinya.Akan tetapi, Arjuna tidak peduli. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan karena toh, ia dan Larissa tidak pernah berhubungan selayaknya suami istri, kecuali ketika ....Ah, Arjuna enggan mengingatnya.Melangkah melewati kamar sang putra, entah mengapa tiba-tiba saja ia ingin masuk ke sana. Meski sedikit ragu karena ia tahu Larissa berada di dalam, akhirnya ia memberanikan diri membuka pintu kamar Alkana.Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Istri dan putranya yang tengah tertidur lelap. Tak sadar, salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas melihat pemandangan yang baru malam ini ia lihat. Tidak bisa ia pungkiri, hatinya menghangat melihat pemandangan tersebut.Setelah puas memandangi keduanya, Arjuna memutuskan untuk keluar dari kamar sang putra. Ia tidak ingin sampai Larissa mengetahui keberadaannya di sana. Namun, kakinya urung melangkah ketika suara lirih Larissa tiba-tiba terdengar."Papa ....""Jangan pergi, Pa.""Jangan tinggalkan aku dan Mama."Arjuna tertegun. Dipandanginya wajah sang istri yang terlihat gelisah dalam tidurnya. Keringat dingin membanjiri wajah Larissa yang masih terus meracau menyebutkan Papa.Seketika Arjuna diliputi rasa penasaran. Apa yang terjadi di masa lalu sang istri yang selama ini tidak ia ketahui?**Bersambung.Juna memijat pelipisnya yang terasa pening. Semalam ia tidak bisa tidur karena memikirkan Larissa yang terlihat berbeda dari biasanya. Sang istri terlihat rapuh. Tidak seperti Larissa yang ia kenal selama ini. Sebenarnya ada apa dengan istrinya? Apakah Larissa pernah mengalami sesuatu yang buruk di masa lalunya?Juna memang tidak pernah bertanya tentang keluarga sang Istri. Bahkan saat mereka menikah pun hanya ada tiga orang yang hadir dari pihak Larissa, termasuk wali hakim yang ditunjuk wanita itu.Ya, Juna baru menyadari ternyata Larissa menggunakan wali hakim saat mereka menikah. Bukan ayah kandung sang istri yang bahkan Juna tidak pernah melihatnya sekalipun. Menikah karena terpaksa ditambah kebenciannya kepada Larissa, membuat Juna tidak peduli akan asal usul keluarga wanita itu. Pun dengan keluarganya yang memang tidak pernah menyetujui pernikahan mereka sejak awal.Kedua orang tua Juna tentu menginginkan putra mereka menikah dengan Renata-- kekasih Arjuna yang berasal dari ke
Luka yang masih basah itu kembali disiram air garam. Larissa merasakan perihnya menusuk hingga ke tulang dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Pramudya. Pria itu masih terlihat bugar di usianya yang sudah berkepala lima. Berbeda jauh dengan mamanya yang terlihat lebih tua dari usia sesungguhnya. Tangan Larissa mengepal. Ini tidak adil bagi mamanya. Pramudya hidup senang dengan bergelimang harta dan didampingi istri yang cantik. Sedangkan Arumi, mamanya menjadi penghuni rumah sakit jiwa akibat ulah orang-orang tidak berperasaan seperti mereka. Lelehan bening yang menerobos keluar hingga mengalir di kedua pipinya ia biarkan. Toh tidak ada yang melihat karena ia sedang menyendiri di taman belakang rumahnya. Sisi rapuh seorang Larissa hanya akan terlihat saat ia sendirian. Sedangkan di hadapan banyak orang, ia akan menjelma menjadi wanita yang tegar dan tangguh, termasuk di hadapan Arjuna. Larissa berdiri sembari memandangi langit malam dengan cahaya bulan. Gaun tidur satin yang ia ken
"Sudah baikan, hmm?"Arjuna mengusap pipi sang kekasih. Tatapan iba ia layangkan ketika melihat Renata yang masih shock setelah kejadian di rumah orang tuanya. Sungguh, Juna tidak pernah menyangka Larissa akan berani bersikap seperti itu di hadapan papa dan mamanya. Ia pikir, Larissa bisa bersikap sopan, tetapi nyatanya malah memperkeruh keadaan. Juna menyesal telah membujuk mamanya untuk mengundang Larissa. Hal itu ia lakukan agar hubungan keduanya membaik. Entahlah, semenjak melihat kerapuhan Larissa malam itu, hatinya sedikit tersentuh. Ia ingin Larissa diterima dengan baik oleh keluarganya, meski pada kenyataannya ia sendiri sering mengabaikan sang istri. "Mas.""Ya?" Lamunan Arjuna buyar mendengar panggilan dari kekasihnya."Aku ... aku ingin pernikahan kita dipercepat. Aku ingin segera menjadi istrimu. Aku tidak mau selamanya hanya menjadi kekasih gelapmu," desak Renata. Kejadian di rumah Arjuna membuatnya merasa direndahkan oleh Larissa. Ia ingin statusnya diperjelas. Ia dan
Arjuna termenung di sofa kamar dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang ke kejadian tadi siang ketika ia memergoki Larissa dengan Pramudya. Arjuna mendengar jelas setiap percakapan mereka. Ia pun melihat tangis keduanya meski Larissa berusaha menutupinya. Sorot kebencian dari sang istri untuk Pramudya makin tergambar jelas. Menambah rasa penasaran tentang hubungan yang terjalin di antara keduanya. Pramudya adalah ayah kandung Larissa.Pengakuan yang meluncur dari mulut pria itu sangat mencengangkan baginya. Selama ini Larissa tidak pernah bercerita tentang keluarga wanita itu, ah ... lebih tepatnya Arjuna sendiri yang tidak pernah bertanya atau mencaritahu. Kebenciannya kepada sang istri telah membutakan hatinya hingga ia menutup mata tentang semua masa lalu wanita itu. Ia ingin menemui Larissa dan meminta penjelasan langsung dari istrinya karena tadi siang, wanita itu pergi begitu saja tanpa mempedulikan pertanyaan darinya. Justru Pramudya-lah yang bercerita bahwa pria itu aya
Larissa menghela napas lega. Akhirnya Wanda pergi dan urung membuat kekacauan lebih jauh di tempat usahanya. Walau bagaimanapun, ia takut pelanggannya merasa terganggu atas kejadian barusan. Meski tidak dipungkiri ada rasa senang karena secara tidak langsung, Wanda telah membenarkan gosip yang beredar tentang dirinya dan Renata, tetap saja Larissa harus menjaga kenyamanan para pelanggannya. Pria yang tadi menyelamatkannya dari tamparan Wanda masih berdiri seperti mencari seseorang. Larissa mendekat untuk mengucapkan terima kasih sekaligus menawarkan bantuan. "Terima kasih Anda sudah menolong saya. Apa ada yang bisa saya bantu?" tawarnya sopan. "Sama-sama. Saya hanya tidak suka ada kekerasan apalagi di tempat umum seperti ini. Saya sedang menunggu Mama yang minta dijemput," terangnya. "Kalau boleh tahu, siapa nama Mama Anda?""Mama saya--""Regan!"Perkataan pria itu terhenti ketika seorang wanita memanggil namanya. Keduanya sontak menoleh ke asal suara. "Itu Mama saya," tunjuknya
"Mamaku berakhir di rumah sakit jiwa!"Kalimat terakhir yang diucapkan Larissa sebelum wanita itu pergi, masih terngiang di telinga Arjuna. Sungguh, kenyataan paling mencengangkan dari semua fakta yang ia dengar dari mulut sang istri. Larissa menanggung bebannya sendirian.Larissa menyembunyikan lukanya dari setiap orang.Larissa membutuhkan dukungan dari seseorang dan ia sebagai suami tidak pernah peduli akan hal itu. Arjuna mendesah. Selama ini ia terlalu sibuk memupuk kebencian kepada istrinya tersebut hingga lupa untuk mencari tahu alasan Larissa menjebaknya. Ia masih ingat kala pagi itu terbangun di kamar hotel dengan seorang perempuan yang berbaring di sebelahnya. Keadaan mereka sama-sama polos. Cukup meyakinkan Arjuna bahwa semalam telah terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan. Arjuna mengira ia seperti itu karena pengaruh alkohol yang ia minum bersama teman-temannya. Awalnya Arjuna mengira Larissa adalah korban atas kekhilafan dirinya. Apalagi setelah melihat tangis wanita i
"Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas?"Arjuna menoleh. Pria itu paham jika Larissa terkesan curiga atas kehadirannya di tempat itu. Namun, ia mengabaikan pertanyaan sang istri dan kembali fokus pada ibu mertuanya yang tengah menatapnya bingung. "Maaf, saya baru sempat menjenguk Mama. Tapi saya janji akan sesering mungkin berkunjung ke sini bersama Larissa."Arumi menitikkan air mata. Dengan sigap Larissa menghapus lelehan bening itu di pipi sang Mama. "Mama kok nangis?"Arjuna memperhatikan sang istri yang kini berpindah duduk di samping mamanya. Menyaksikan bagaimana telatennya Larissa menenangkan sang mama dan membisikkan kata-kata penyemangat.Hati Arjuna menghangat saat melihat sisi lain dari istrinya. Larissa tidak seburuk yang ia pikirkan selama ini. Wanita itu begitu menyayangi mamanya meski sang mama belum bisa mengenali Larissa sepenuhnya. Hanya karena dendam dan rasa sakit yang membuat Larissa menjelma menjadi wanita tidak berperasaan. Melakukan segala cara demi membalas
Larissa mengabaikan keberadaan Arjuna yang entah kenapa tiba-tiba datang ke klinik miliknya. Pria itu bahkan berpura-pura bersikap manis padanya di depan Regan persis seperti orang yang tengah cemburu. Tidak. Larissa tidak ingin menjelaskan apa pun tentang Regan pada Arjuna. Toh, pertemuannya dengan putra Nyonya Marta tersebut memang hanya sebuah kebetulan. Mobil miliknya tiba-tiba mogok dan kebetulan Regan lewat di sana. Pria itu menawarkan bantuan dengan memberi tumpangan dan menelepon pihak bengkel untuk membawa mobil miliknya. Larissa tidak menolak karena memang ia harus segera tiba di klinik. Ada beberapa pembukuan yang harus ia selesaikan menjelang akhir bulan dan gajian para karyawannya. Larissa ingin pulang lebih awal agar bisa bermain dengan Alkana. Kegiatan yang akhir-akhir ini tidak sempat ia lakukan karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. "Kamu sudah kenal lama sama pria itu? Kelihatannya kalian akrab banget."Arjuna yang duduk di depan Larissa merasa gatal ingin bertan