Share

Bab 2

"Ma, kenapa Papa gak datang di hari ulang tahun Rissa?"

"Ma, siapa wanita dan anak yang bersama Papa?"

"Papa, jangan pergi!"

"Papa, jangan tinggalkan Rissa!"

"Aku mohon, Mas. Jangan tinggalkan kami. Bagaimana aku dan Larissa tanpa kamu?"

"Maaf, Rumi. Aku tidak bisa bersama kalian lagi."

"Tapi kenapa, Mas? Apa kamu lebih memilih perempuan itu daripada istri dan anakmu? Apa karena dia lebih cantik dan kaya hingga kamu tega mengkhianati aku?"

"Bukan karena itu, Arumi. Jujur saja dia adalah cinta pertamaku. Kini dia sudah bercerai dengan suaminya dan kami kembali dipertemukan. Aku tidak bisa menampik kalau aku masih mencintainya. Wanda tidak ingin menjadi yang kedua dan aku terpaksa harus meninggalkanmu. Sekali lagi maaf. Aku berjanji akan tetap menafkahi kalian meski kita sudah tidak bersama."

Larissa menghela napas berat dengan mata terpejam kala ingatannya kembali melayang ke kejadian tujuh tahun yang lalu. Ayahnya pergi meninggalkannya dan sang Mama demi wanita lain. Pramudya sama sekali tidak menghiraukan ketika sang istri bersimpuh dan memohon untuk tidak meninggalkan mereka.

Pria itu berjanji akan sering menemui Larissa dan tetap menafkahinya. Namun faktanya, jangankan menafkahi. Menemui Larissa satu bulan sekali saja tidak pernah. Pramudya benar-benar lepas tangan. Ia begitu terlena oleh kebahagiaan bersama keluarga barunya.

Pernah suatu hari Larissa menyaksikan sendiri sang Ayah begitu memanjakan anak dari istri barunya. Mereka merayakan ulang tahun sang anak begitu mewah. Berbanding terbalik ketika dirinya yang harus begadang hingga tengah malam menunggu kepulangan ayahnya dan berharap mendapatkan ucapan selamat. Faktanya, angannya hanya sia-sia. Pramudya tidak pernah kembali lagi ke rumah mereka hingga Larissa beranjak makin dewasa.

Larissa harus berjuang sendirian demi menghidupi dirinya dan sang Mama. Arumi yang menjadi lebih pendiam dan sering mengurung diri di kamar tidak lagi mempedulikan sang putri. Larissa rela bekerja apa saja sepulang dari sekolah agar dirinya dan sang Mama bisa makan. Hingga akhirnya keadaan Arumi bertambah parah. Wanita itu sering berteriak histeris dan mengamuk tidak jelas. Dokter menyarankan agar mamanya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa dan Larissa hanya bisa pasrah demi kesembuhan sang Mama. Beruntung Arumi mempunyai sahabat baik bernama Liliana. Wanita itulah yang membantu Larissa hingga menjadi sukses seperti sekarang ini.

"Mama apa kabar?"

Larissa menyapa sang Mama yang tengah duduk di kursi taman dengan pandangan kosong. Ia bersimpuh kemudian mengambil jemari Arumi untuk dikecupnya lama. Hari ini Larissa menyempatkan diri mengunjungi mamanya di rumah sakit. Istri dari Arjuna itu memang membuat jadwal khusus seminggu sekali untuk berkunjung dan memantau kondisi sang Mama di tengah-tengah kesibukannya sebagai pemilik sebuah klinik kecantikan.

Larissa harus pandai membagi waktu selain karena kesibukan di klinik dan mengurus Alkana, juga supaya Arjuna tidak mengetahui tempat yang ia datangi ini.

Ya, suaminya sama sekali tidak mengetahui tentang kondisi Arumi, pun dengan masa lalunya. Pernikahan paksa yang mereka jalani membuat Arjuna sama sekali tidak ingin mencari tahu tentang keluarga sang istri. Namun, hal tersebut justru menguntungkan untuk Larissa karena dengan begitu, rencananya untuk membalas dendam bisa berjalan mulus.

"Rissa kangen. Mama tahu? Cucu Mama sekarang sudah makin besar. Alkana sedang lucu-lucunya." Larissa tertawa lirih. Lelehan bening yang menerobos keluar ia biarkan membasahi pipinya. "Mama cepat sembuh, ya. Nanti kita tinggal sama-sama lagi. Rissa ... Rissa kangen masakan Mama. Kangen makan bareng Mama."

Ia tergugu. Kenangan indah bersama sang Mama satu per satu melintas dalam ingatannya.

"Mas Pram ...."

Tangis Larissa pecah mendengar sang Mama menyebut pria yang sudah menyakiti mereka. Begitu besar cinta Arumi kepada Pramudya hingga yang menempel dalam ingatannya hanya pria itu.

"Mama jangan menyebut nama dia lagi. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah membiarkan mereka bahagia di atas penderitaan kita. Aku janji suatu saat mereka akan berlutut di kaki Mama dan memohon ampun atas semua yang telah mereka lakukan," geram Larissa dengan mata berkilat penuh amarah.

Ya, Larissa tidak akan membiarkan orang-orang itu hidup tenang sedangkan mamanya terpuruk hingga bertahun-tahun. Ada harga yang harus dibayar oleh Pramudya dan keluarga barunya karena telah membuat seorang anak kehilangan kasih sayang ibunya.

🍁🍁🍁

"Malam, Bu. Bapak dan Den Alka sudah menunggu Ibu di meja makan."

Kepulangan Larissa disambut oleh Ningsih, asisten rumah tangga di rumahnya. Ia pulang agak larut karena setelah mengunjungi mamanya, Larissa harus ke Klinik memeriksa pembukuan yang beberapa hari ini terbengkalai.

"Bilang sama mereka saya mandi dulu ya, Mbak. Nanti saya ke sana."

"Baik, Bu."

Larissa membersihkan diri dengan cepat karena sudah tidak sabar ingin bertemu Alkana. Ibu satu anak itu memakai daster rumahan sebatas lutut dengan rambut yang dicepol asal sebelum akhirnya kembali keluar dan menuju meja makan. Benar saja, Arjuna dan putra mereka sudah menunggu di sana. Larissa langsung memeluk dan menciumi wajah putra kesayangannya dan mengabaikan wajah masam sang suami.

"Kita sudah membuat perjanjian untuk selalu menyempatkan makan malam bersama demi Alkana. Kenapa kamu mulai berani melanggarnya?"

Arjuna tidak tahan untuk bertanya. Larissa yang berpura-pura tidak membuat kesalahan membuatnya kesal. Tahukah wanita itu bahwa dia sampai rela membatalkan janji dengan Renata hanya demi tidak melanggar kesepakatan? Lalu, mengapa wanita itu justru tidak meminta maaf karena telah membuatnya dan Alkana menunggu cukup lama?"

"Tadi di Klinik rame banget."

Sudah. Hanya itu yang diucapkan Larissa sebagai pembelaan.

"Setidaknya kamu mengabariku."

Gerakan tangan Larissa terhenti. Makanan yang sudah di depan mulut urung ia masukkan setelah mendengar perkataan Arjuna yang terasa menggelikan di telinganya.

"Bukannya kamu melarangku untuk menghubungimu? Kamu lupa kalau tiap kali aku menelepon kamu tidak pernah mengangkatnya?" Dan ia tidak tahan untuk membalas ucapan suaminya.

"Itu karena aku sedang sibuk."

"Sibuk dengan selingkuhanmu."

"Jangan mengajak berdebat di depan Alkana. Bukankah kamu sendiri yang meminta agar kita bersikap biasa ketika di depannya?" Arjuna hampir membanting sendok yang ia pegang. Berbicara dengan Larissa selalu saja membuatnya marah karena wanita itu pandai memancing emosinya.

"Ya, aku minta maaf." Larissa malas berdebat dan memilih mengalah.

"Sudah selesai makannya? Kita ke kamar, yuk! Nanti Mama bacakan dongeng sebelum tidur."

Alkana mengangguk antusias. Mendengar sang Mama mendongeng sebelum tidur adalah kegiatan favorit bocah yang sebentar lagi akan berusia tiga tahun itu.

"Aku duluan," pamit Larissa, meninggalkan Arjuna yang masih menikmati makan malamnya.

Setelah kepergian sang istri dan putranya, pria itu mengambil ponsel yang sejak tadi ia biarkan bergetar tanpa mengangkatnya. Rentetan pesan dari sang kekasih membuat rasa kesal akibat ulah Larissa perlahan menghilang.

[ I Love Yuo ]

Tulisnya untuk sang kekasih sebelum mengakhiri perbincangan mereka lewat pesan. Saking asiknya berbalas chat dengan Renata, Arjuna tidak menyadari ternyata waktu makin beranjak malam. Meninggalkan meja makan, pria berusia dua puluh sembilan tahun itu bergegas menuju kamar yang beberapa tahun ini ia tempati sendirian.

Jika ada yang bertanya apakah ia dan Larissa tidur terpisah? Maka jawabannya adalah ya. Larissa lebih sering tidur bersama Alkana atau di kamar lain ketimbang dengan dirinya.

Akan tetapi, Arjuna tidak peduli. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan karena toh, ia dan Larissa tidak pernah berhubungan selayaknya suami istri, kecuali ketika ....

Ah, Arjuna enggan mengingatnya.

Melangkah melewati kamar sang putra, entah mengapa tiba-tiba saja ia ingin masuk ke sana. Meski sedikit ragu karena ia tahu Larissa berada di dalam, akhirnya ia memberanikan diri membuka pintu kamar Alkana.

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Istri dan putranya yang tengah tertidur lelap. Tak sadar, salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas melihat pemandangan yang baru malam ini ia lihat. Tidak bisa ia pungkiri, hatinya menghangat melihat pemandangan tersebut.

Setelah puas memandangi keduanya, Arjuna memutuskan untuk keluar dari kamar sang putra. Ia tidak ingin sampai Larissa mengetahui keberadaannya di sana. Namun, kakinya urung melangkah ketika suara lirih Larissa tiba-tiba terdengar.

"Papa ...."

"Jangan pergi, Pa."

"Jangan tinggalkan aku dan Mama."

Arjuna tertegun. Dipandanginya wajah sang istri yang terlihat gelisah dalam tidurnya. Keringat dingin membanjiri wajah Larissa yang masih terus meracau menyebutkan Papa.

Seketika Arjuna diliputi rasa penasaran. Apa yang terjadi di masa lalu sang istri yang selama ini tidak ia ketahui?

*

*

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status