Share

Luka Yang Dirindukan
Luka Yang Dirindukan
Penulis: Renti Sucia

Biang Gosip

"Dinginnya ...."

Ara berjalan keluar rumah sambil kedua tangannya memeluk diri merasakan angin dingin yang menusuk hingga tulang. Pagi-pagi sekali ia sudah pergi keluar rumah untuk membeli bahan makanan agar ia bisa membuat sarapan.

Wanita itu akan pergi ke warung serba ada yang letaknya tak jauh dari rumah. Jarak ke warung sudah dekat, bahkan terlihat warga lain juga sedang memilah-memilih sayuran di sana. Namun, tiba-tiba langkah Ara terhenti ketika ia melihat Nina si ratu gosip.

“Idih! Malas aku belanja ke sana kalau ada dia, bukannya belanja ujungnya malah denger dia gosipin orang, nyinyir, ih!” gumamnya sebal. Ara berbalik untuk pulang lagi.

Langkahnya lagi-lagi terhenti ketika indera pendengaran mendengar nama Fery—suami nya disebut. Entah salah dengar atau bagaimana, Ara menjadi penasaran dan ia nekad mengendap, lalu bersembunyi di balik tembok sebelah warung agar bisa mendengarkan gosipan Nina.

“Suamiku, kenapa di sebut-sebut sama si Nina?” gumamnya sembari menempelkan telinga di dinding agar terdengar jelas. Takutnya salah dengar, mungkin.

“Ah, masa sih pak Fery begitu? Mbak Nina salah lihat kali,” ucap seorang ibu-ibu.

Ara terperangah di tempat. 'Wah, kayaknya bener, mereka lagi gosipin Mas-ku,' batinnya. Ara geregetan sendiri meremas ujung cardigan yang dipakai.

“Ih, sumpah deh, kapan emangnya Saya bawa berita bohong? Itu tuh asli, real, kenyataan dan saya lihat dengan mata kepala sendiri, loh. Kemarin sore saya lihat Ria yang baru pindah ke sini turun dari mobil pak Fery, saling balas senyum lagi mereka berdua. Kan aneh, ya untuk orang yang baru saja kenal." Nina bercerita dengan penuh energi. Tanpa ia tahu istri dari lelaki yang ia gosipkan sedang mendengarkan di balik tembok.

Deg!

Ara kini malah ikut membayangkan. “Apa yang Mas Fery lakukan dengan wanita itu?“

Ara berimajinasi yang tidak-tidak. Pikirannya menggambarkan hal yang sangat jauh dari gosip yang diobrolkan. Ia gelisah dan sudah termakan dengan gosip yang bahkan belum jelas kebenarannya itu. Tangannya tak berhenti meremas cardigan yang dipakai, bahkan kini lebih kuat.

“Mbak, ngapain disitu?” Suara perempuan yang mendadak terdengar berhasil mengagetkan Ara bukan main.

“Ya, ampun, Vina! Ngagetin aja Kamu! Dikira siapa!” Ara menggerutu usai terperanjat kaget atas kedatangan Adik iparnya yang tiba-tiba itu.

“Mbak-nya kaget, ha ha ha.” Vina malah tertawa kencang. Membuat para grup gosip diam. Mereka saling lempar pandang, curiga jika ada orang di balik tembok

“Lagian, ngapain sih ngintip-ngintip gitu?” sambungnya keheranan melihat akan sikap Ara. Vina masih saja tak tahu waktu. Orang sedang nguping.

Ara menarik Vina berusaha membekap mulutnya. Namun, sayang seribu sayang, Nina dan kawan-kawan gosipnya sudah mengetahui jika Ara berada di sana.

“Eh, ada orangnya,” bisik salah seorang yang tak lama melengos kabur. Bahkan ibu itu tak jadi belanja.

“Mbak Ara, Maaf, saya cuma terbawa arus aja. Lagian saya enggak percaya lah, he he he," ucap salah seorang tetangga dekatnya seraya pergi.

Perlahan semua yang ada di warung pergi, meninggalkan Ara yang sudah nampak geram. Pagi-pagi suaminya sudah digosipkan. Siapa yang tak akan kesal?

Nina kini pura-pura sibuk memilah sayuran, tanpa wajah dosa wanita itu berniat kabur juga.

“Mau kemana kamu biang gosip?!” sentak Ara. Vina kaget mendengar kakak iparnya bicara dengan nada tinggi.

“Saya maksudnya?” tanya Nina seraya menunjuk diri.

“Memangnya di sini ada lagi tukang gosip macam kamu? Nggak ada, kan? Kamu tadi ngomong apa soal suamiku? Enggak ada bahan lain apa, sampe fitnah mas Fery? Dasar! tukang gosip!" teriak Ara penuh emosi.

Nina menganga mendengar Ara yang seperti ingin mempermalukannya. Harga dirinya terasa terluka. Ia pun merasa tertantang ingin lebih memojokkan Ara dengan terus mengungkit perihal Fery yang mengantar Ria.

“Lah, emang bener, tuh. Suami kamu ganjen, kemarin jalan sama si Ria. Janda muda yang cakep dan seksi itu. Jauh, lah sama kamu! Pantes ya, Fery nyeleweng juga!” Memang dari sananya kompor, kerjaannya manas-manasin orang lain terus.

‘Waduh, gawat! Bisa perang ini!’ batin Vina. Tanpa disadari, perempuan itu berlari pulang untuk memberitahukan insiden ini ke orang rumah.

“Emang mulut ember nggak bisa, ya diem sebentar aja?!” Ara melempar sayur kangkung tepat di wajah Nina. Sontak saja Nina marah dan membalasnya dengan melemparkan sawi yang sama-sama terpajang di depan warung.

Perang dunia yang Vina katakan pun akhirnya terjadi juga.

“Ya ampun, kalian!" teriak Bu Ati—pemilik warung, ia setengah lari keluar untuk menengahi keduanya yang kini saling jambak sambil mengumpat.

Saling Jambak di antara Ara dan Nina pun terus berlanjut. Mereka berdua melepaskan amarah masing-masing yang sudah tak tertahankan. Semakin kencang teriakan mereka, semakin kencang pula tangan-tangan itu saling tarik-menarik. Keduanta tidak mengindahkan Bu Ati yang berusaha mendamaikan dan memisahkan.

Warga pun berdatangan ingin tahu ada keributan apa di sana.

Bu Ati yang berusaha menengahi malah ikut terjambak. Ara dan Nina tidak menyadari bahwa itu adalah pemilik lahan warung, sehingga kini teriakan itu bertambah riuh.

Warga berbondong-bondong menonton dua perempuan yang sedang berkelahi itu. Sebagian berusaha ikut menengahi, tetapi tidak bisa. Sebagian lagi mencoba membantu Bu Ati.

Matahari di langit yang baru muncul sebagian di ufuk timur kini menyoroti keduanya yang tengah beradu fisik. Seolah sedang memerhatikan perkelahian antara dua perempuan yang kini penampilannya sudah semrawutan. Berantakan.

Kacau.

***

“Mama! Ma, gawat” Vina baru saja tiba, langsung menarik tangan ibunya.

“Eh, ada apa?”

“Udah, jelasinnya nanti! Sekarang ikut aja, Mbak Ara ....”

“Kenapa Ara?”

“Makanya ayo.” Vina menarik ibunya keluar.

***

Fery yang tengah joging santai sembari mendengarkan lagu yang dinyanyikan Jay Sean di kagetkan dengan tepukan seseorang di pundaknya. Ia pun menurunkan earphone, penasaran siapa yang mengganggu aktivitas paginya itu.

“Pak RT?” Ia cukup kaget ternyata Pak RT.

“Fer, istrimu!” Pak RT masih terengah-engah dengan posisi setengah jongkok.

“Ara?” tanya Fery heran akan Pak RT yang membahas istrinya. Pak RT yang masih mengatur napas hanya mengangguk.

“Kenapa dengan Ara, Pak RT? Coba napasnya pelan-pelan dulu, Sampe susah bicara gitu,” ucap Fery menyarankan.

“Ara sama si Nina ....”

“Iya, kenapa mereka?”

“Merek lagi ribut. Aduh, susah jelasinnya, mending kamu kesana. Cepat ke warung Bu Ati, sebelum terjadi perkelahian lebih parah!”

‘Ara ribut? Berkelahi?’ batinnya.

Fery sempat tidak percaya. Namun, Pak RT meyakinkan. Fery pun lari bergegas ke TKP.

***

“Ya ampun, Ara?!” Fery terkejut usai sampai dan melihat kondisi istrinya yang amat kacau.

Saat itu perkelahian sudah berhenti. Ara dan Nina sudah dipisahkan oleh warga setempat. Terlihat rambut acak-acakan, hidung berdarah, pelipisnya membiru. Bahkan pakaian yang dikenakan pun sedikit robek, begitupun dengan Nina. Sepertinya Nina bahkan lebih parah, terlihat dari wajahnya yang bengkak. Entah lah, Fery tidak tau kronologis kejadiannya.

Yang jelas laki-laki itu speechless.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Meilina07
biang gosip
goodnovel comment avatar
Meilina07
menarik ceritanya Thor, biang hidup Eny meresahkan dmn2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status