Home / Rumah Tangga / Luka Yang Tak Pernah Selesai / BAB 12 – RAHASIA YANG MULAI RETAK

Share

BAB 12 – RAHASIA YANG MULAI RETAK

Author: Adeliaraaa
last update Last Updated: 2025-10-17 19:00:55

Pagi itu, kantor terasa berbeda. Udara dingin dari pendingin ruangan seolah menusuk sampai ke tulang.

Nira datang lebih awal, berharap bisa bekerja dengan tenang sebelum Raka muncul. Tapi bahkan tanpa melihatnya, bayangan laki-laki itu masih melekat di kepalanya.

Ia menyalakan komputer, membuka berkas laporan, mencoba fokus. Tapi pikirannya malah melayang pada malam sebelumnya — tatapan Raka, nada suaranya, dan kata-kata yang sulit dilupakan.

> “Jangan buat aku berharap lagi.”

Kalimat itu berulang di kepalanya, seperti gema yang tak mau hilang.

Nira mengusap wajah, berusaha mengalihkan perhatian. Tapi seberapa keras pun ia mencoba, hatinya tetap gelisah.

Ia tahu, cepat atau lambat, Raka akan menuntut penjelasan.

Dan ia juga tahu, saat itu tiba, tak ada lagi tempat untuk bersembunyi.

---

Suara langkah kaki membuatnya tersentak.

Ia menegakkan tubuh, mencoba terlihat sibuk. Tapi begitu sosok tinggi itu melangkah masuk ke ruangan, napasnya seketika tertahan.

Raka.

Dengan kemeja putih dan dasi hitam, ia tampak dingin dan berwibawa seperti biasa. Tapi ada sesuatu di matanya pagi ini — lebih tajam, lebih penuh tanya.

Ia berhenti tepat di samping meja Nira.

> “Datang lebih pagi,” katanya singkat.

> “Iya, Pak. Saya mau beresin laporan.”

> “Bagus.”

Raka melirik layar komputer Nira sekilas, lalu menatapnya langsung.

“Tapi jangan kerja terus. Sesekali istirahat juga.”

Nada itu lembut, tapi justru membuat dada Nira bergetar.

Ia menunduk. “Baik, Pak.”

Raka berjalan pergi tanpa menambahkan apa-apa, tapi Nira tahu — laki-laki itu belum benar-benar pergi dari pikirannya. Ia bisa merasakan tatapan Raka di sepanjang hari, meski mereka tidak berbicara.

---

Menjelang siang, Nira ke pantry untuk membuat kopi. Tangannya gemetar saat menuang air panas ke cangkir.

Tiba-tiba suara lembut dari belakang membuatnya menoleh.

> “Masih suka kopi hitam, Kak?”

Nira terdiam. Di hadapannya berdiri Lira — adiknya, dengan wajah yang sama tapi lebih muda.

> “Lira? Kamu ngapain di sini?”

> “Aku kerja di lantai dua, Kak. Udah dua hari.”

“Kerja?” Nira hampir tak percaya. “Kamu nggak bilang apa-apa.”

Lira menunduk. “Aku cuma… mau pastiin Kak Nira baik-baik aja.”

Nira menatap adiknya lama. Ada sesuatu di balik tatapan itu — rasa khawatir, tapi juga ketakutan.

> “Kamu ngomong apa sih? Aku baik-baik aja. Lagian, kenapa kamu harus memastikan?”

Lira menelan ludah. “Karena waktu itu belum selesai, Kak.”

> “Waktu itu?”

> “Masalah lima tahun lalu.”

Tubuh Nira menegang.

> “Lira, jangan bahas itu di sini.”

> “Tapi Kak, kalau Raka tahu semuanya—”

> “Cukup!” suara Nira meninggi, membuat beberapa orang di pantry menoleh. Ia cepat-cepat menurunkan nada suaranya. “Aku bilang jangan bahas itu, Lira. Sekarang bukan waktunya.”

Lira terdiam, matanya berkaca-kaca.

> “Kamu selalu gitu… selalu ngelindungin orang lain, tapi nggak pernah mikirin dirimu sendiri.”

Nira menarik napas panjang. “Aku lakuin ini justru buat lindungin semuanya.”

Ia memalingkan wajah. “Sekarang pergi. Nanti aku cari kamu.”

Lira ingin membalas, tapi akhirnya hanya mengangguk dan melangkah keluar.

Begitu pintu pantry tertutup, Nira bersandar di meja, berusaha menahan gemetar di tangannya.

Masalah lima tahun lalu.

Ia sudah berusaha menguburnya, tapi sepertinya rahasia itu mulai retak.

---

Malamnya, setelah semua orang pulang, Nira masih duduk di ruang kerja. Lampu-lampu kantor sebagian sudah dimatikan, menyisakan cahaya lembut dari layar komputer.

Ia membuka folder rahasia di laptopnya — file yang disimpannya selama bertahun-tahun, berisi data lama perusahaan milik ayah Raka.

Nama-nama, transaksi, dan satu hal yang tak seharusnya pernah ada: bukti korupsi besar yang dilakukan oleh salah satu orang kepercayaan keluarga Raka.

Dulu, lima tahun lalu, Nira menemukan data itu secara tak sengaja ketika ia masih magang.

Dan malam itu juga, ia diancam oleh seseorang — kalau ia berani buka mulut, bukan cuma kariernya yang hancur, tapi juga Raka dan keluarganya.

Karena itulah ia pergi.

Bukan karena bosan, bukan karena ingin kabur dari cinta. Tapi karena satu-satunya cara untuk menyelamatkan Raka… adalah dengan menjauh darinya.

Nira menatap layar dengan mata basah.

> “Aku nggak mau kamu tahu, Rak,” bisiknya lirih. “Kalau kamu tahu, semuanya bakal runtuh.”

Ia menutup laptop dan mengusap air matanya, tapi suara berat yang tiba-tiba terdengar dari belakang membuatnya terpaku.

> “Runtuh apa, Nira?”

Suara itu — dalam, tegas, tapi penuh luka.

Nira berbalik. Di ambang pintu berdiri Raka, dengan tatapan tajam yang menusuk jantungnya.

Ia tidak tahu sudah berapa lama Raka berdiri di sana, atau seberapa banyak yang sudah ia dengar.

Yang ia tahu hanyalah — malam itu, rahasia lima tahun lalu mulai terkuak.

Dan tidak akan ada jalan kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Luka Yang Tak Pernah Selesai   BAB 18 — KEBENARAN YANG TAK PERNAH SEDERHANA

    Hujan telah reda, tapi aroma tanah basah masih menggantung di udara.Gudang tempat Nira dan Raka berlindung kini dipenuhi keheningan, hanya suara sirene polisi dari kejauhan yang samar-samar terdengar.Raka duduk di hadapan Nira, tubuhnya basah kuyup, napasnya berat.Tangannya sedikit gemetar saat mencoba menyalakan korek dan menyalakan lampu darurat kecil di pojok ruangan.Cahaya oranye redup menyorot wajah mereka yang lelah — dua orang yang pernah saling mencintai, kini diikat oleh masa lalu yang mereka sendiri tak pahami sepenuhnya.Nira memeluk lututnya, menatap Raka dengan pandangan campuran antara takut, marah, dan rindu.Ia sudah lelah menebak-nebak, lelah menunggu kejujuran yang tak kunjung datang.“Sekarang jelaskan semuanya, Raka,” ucapnya datar. “Dari awal.”Raka menatapnya lama, lalu mengangguk pelan.“Oke. Kamu berhak tahu semuanya.”Ia menarik napas panjang.“Tiga tahun lalu, sebelum kamu pergi, perusahaan ayahmu—PT Sagara—sedang dalam tahap merger dengan perusahaan temp

  • Luka Yang Tak Pernah Selesai   BAB 17 — DALAM BAYANGAN PERMAINAN MEREKA

    Hujan belum juga berhenti sejak sore kemarin.Kota Jakarta tampak seperti tenggelam di bawah langit abu-abu yang murung, seolah ikut menanggung beban rahasia yang kini membelit hidup Nira.Ia menatap layar laptop di meja kamarnya, matanya menelusuri satu nama yang terus muncul dalam setiap berkas lama:Alena Rahmadani.Semakin ia gali, semakin jelas kalau semua jejak masalah perusahaan ayahnya mengarah ke sana. Tapi yang aneh — di laporan terakhir, nama Alena tiba-tiba hilang, seperti dihapus dengan sengaja.Hilang tanpa alasan.Dan tanggal penghapusan itu sama dengan hari Raka mundur dari jabatan lamanya tiga tahun lalu.Nira menyandarkan tubuhnya ke kursi.“Apa semuanya saling terhubung?” bisiknya pada diri sendiri.Ia tahu satu hal pasti — kalau ia ingin tahu kebenaran, ia tak bisa lagi hanya menunggu Raka bicara. Ia harus mencari tahu sendiri.Pagi harinya, Nira menyelinap masuk ke gedung perusahaan tempat Raka bekerja.Ia memakai pakaian kasual, rambut diikat sederhana, dan menge

  • Luka Yang Tak Pernah Selesai   BAB 16 — BAYANGAN DARI MASA LALU

    Pagi itu, langit Jakarta tampak muram, seolah ikut menyimpan rahasia yang belum sempat diungkap malam tadi.Nira terbangun di sofa apartemen Raka. Ia mengerjap pelan, menyadari posisi dirinya — masih di sana, dengan laptop yang terbuka di meja, penuh dokumen keuangan yang mereka pelajari semalam.Kepalanya berdenyut ringan, tapi bukan karena kurang tidur.Yang lebih sakit adalah pikirannya — memutar ulang kata-kata Raka tadi malam.“Ayahmu yang menyuruh aku menjauh.”Kalimat itu seperti racun yang pelan-pelan menyusup ke jantungnya.Ia tahu Raka tidak berbohong. Tapi menerima kenyataan itu tetap sulit. Bagaimana mungkin ayahnya sendiri menjadi penyebab kehancuran mereka?Suara pintu apartemen terbuka memotong pikirannya.Raka baru kembali, masih mengenakan kemeja putih yang kini agak basah karena hujan. Tangannya membawa dua gelas kopi.“Pagi,” sapanya datar, meletakkan salah satu gelas di depan Nira. “Kopi hitam tanpa gula. Masih suka yang itu, kan?”Nira menatapnya sebentar, lalu te

  • Luka Yang Tak Pernah Selesai   BAB 15 — DI BALIK NAMA ITU

    Keheningan di ruang itu terasa memekakkan.Suara hujan yang tadi terdengar samar kini berubah menjadi deras, seolah langit ikut menjerit bersama perasaan mereka.Raka masih berdiri di tempatnya, matanya menatap kosong ke arah layar laptop yang kini menampilkan berkas audit.Nama itu jelas tertera di sana: Raka Adinata — tanda tangan, inisial, dan nomor rekening yang terhubung dengan transaksi ilegal.Nira menatapnya tanpa kata.Semua yang baru saja ia dengar tentang ayahnya, tentang alasan Raka menjauh… kini terasa seperti pecahan kaca yang menancap di dadanya.Ia ingin percaya bahwa Raka tidak bersalah. Tapi bukti di depannya berbicara lain.“Aku bisa jelasin,” ucap Raka akhirnya. Suaranya berat, hampir bergetar.“Tolong jangan langsung percaya isi laporan itu.”Nira melipat tangannya di dada, mencoba menahan gejolak dalam dirinya. “Kamu pikir aku nggak mau percaya? Aku mau, Raka. Tapi semua ini—” ia menunjuk layar komputer, “

  • Luka Yang Tak Pernah Selesai   BAB 14 — RAHASIA YANG AKHIRNYA MUNCUL

    Suara hujan mengguyur kaca kantor malam itu. Lantai delapan yang biasanya ramai kini hanya menyisakan suara ketikan lembut dan detak jarum jam yang terasa terlalu keras di telinga Nira.Tangannya berhenti di atas keyboard, menatap layar monitor yang menampilkan laporan keuangan — file yang beberapa minggu terakhir menjadi beban pikirannya.Ada sesuatu yang janggal.Kolom pengeluaran proyek ekspor tahun lalu, angka-angka itu... tidak masuk akal.Dan semakin dalam ia telusuri, semakin jelas bahwa laporan itu dipalsukan.“Nira.”Suara berat itu datang dari belakang, membuat jantungnya hampir berhenti.Raka berdiri di ambang pintu ruangannya, jasnya sedikit basah, wajahnya tajam menatap arah Nira.“Masih di sini?” tanyanya dingin.Nira buru-buru berdiri, mencoba menyembunyikan layar komputernya. “Tadi saya cuma—menyelesaikan laporan, Pak.”Tatapan Raka menurun, lalu berhenti tepat pada dokumen yang terbuka. Sekilas saja cu

  • Luka Yang Tak Pernah Selesai   BAB 13 – API YANG TAK PADAM

    Hening.Suara langkah Raka terdengar jelas di ruangan yang setengah gelap itu. Setiap langkahnya membuat jantung Nira berdetak lebih cepat.> “Runtuh apa, Nira?”Nada suaranya dalam dan tenang, tapi dinginnya menusuk seperti es yang menempel di kulit.Nira menelan ludah. Tangannya refleks menutup laptop di hadapannya. “Kamu belum pulang, Pak?”Raka tidak menjawab. Ia berjalan mendekat perlahan, menatapnya tajam.> “Aku tanya sekali lagi,” katanya pelan, tapi tegas. “Apa yang kamu sembunyikan?”Nira memalingkan wajah. “Nggak ada.”> “Nira.”Sekali lagi suara itu memanggil, kali ini lebih rendah, tapi mengandung ancaman.“Tadi aku dengar kamu bilang soal ‘runtuh’. Tentang siapa?”> “Aku cuma ngomong sendiri, Pak. Lagi stres.”> “Jangan bohong.”Raka menatapnya lama. Tatapan itu bukan lagi sekadar tatapan atasan ke bawahan — itu tatapan seor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status