Andai aku tidak menolongnya, rasa ini tidak akan menjerat...Tapi melihatnya terus dicecar makian membuat hatiku ikut sakit.Aku ingin menjadi sandaran untuk gadis tuna daksa itu. ***Berjalan berdua dengan Melga mengingatkan akan kejadian kamus dulu. Tapi situasi kali ini berbeda, sebisa mungkin aku menyingkirkan perasaan bersalah itu.Saat tiba di UKS, aku menjulurkan tangan meraih gagang pintu dan mendorongnya pelan sambil mengucapkan salam."Assalamu'alaikum...""Wa'alaikumsalam."Sayup-sayup terdengar Melga menjawab, sedangkan dalam ruangan tidak terdengar apapun. Benar saja, ruangan itu kosong tanpa tanda kehidupan.Aku mempersilakan Melga untuk masuk lebih dulu. Gadis i
Andai aku membiarkan dia sendiri, cinta ini tidak akan menjeratku...Tapi aku tak suka mendengar mereka berlaku kurang ajar.Aku ingin menjadi pahlawan untuk gadis tuna daksa itu. ***Aku tidak kuat melihatnya dalam posisi itu. Hingga kejadian yang ditakutkan terjadi.Cairan kimia itu tumpah mengenai tangan Melga disusul jerit kesakitan dan panik menggema memenuhi ruangan.Guru yang bertugas pun mengambil alih situasi dengan memarahi teman sekelompoknya yang hanya bisa tertunduk.Bu Aulia---Guru Biologi pun memerintahkan mereka untuk membawa Melga ke UKS. Dengan langkah yang setengah hati, merekamembimbing dia menuju pintu keluar.Sontak,aku yang semula mematung di amban
Andai sorot mata ini tidak terpaku padanya...Rasa sesak ini tidak akan membunuhku secara perlahan.Tapi aku ingin selalu ada di dekat gadis tuna daksa itu.***Rasa penasaran saat melihatnya duduk sendirian di aula, tak pernah hilang barang sedetik pun. Sepertinya aku telah terjebak pada rasa ingin tahu yang begitu tinggi.“Ck! Bukannya dijawab malah ngelamun lagi," gerutu Saga."Pasti lo lagi mikirin Melga, kan?Gue denger lo juga jarang masuk English Club lagi? Apa karena dia?”“Sumpah, deh! Losejak kapan bawel kayak Rukly?!” keluhku pura-pura kesal. “Biasanya kalem adem, enggak pernah suka ikut campur hal ribet kayak gitu.”“Lah, gue serius. Lokan so
Andai aku tidak terlalu ikut campur, cinta ini tidak akan berkembang.Tapi melihatnya tersudut sendirian membuatku ikut merasa sakit.Aku ingin selalu menemani gadis tuna daksa itu. ***“Gue udah bilang ke Kak Pandu, buat gak deketin Melga lagi,” cerita Rukly. “Eh, tapi dia malah ngamuk ke gue, pake ceramah soal disabilitas pula. Mana ngerti gue yang gitu-gitu.”Keluhan Rukly terdengar sangat kesal dan bersungut-sungut. “Mungkin Kak Pandu beneran suka ama Melga?!”Oh, embun di mata … jangan ikut merengek keluar hanya karena pertanyaan bernada ragu yang kukatakan.Aku pun sakit mendengarnya, jangan menambah beban deritaku oleh sangkalan yang tak pernah u
Andai aku tidak penasaran, rasa ini tak akan bertumbuh...Tapi melihatnya ditinggalkan sendiri, aku ikut sakit.***“Yah, gimana lagi,dong?! Gue takut, yang lain juga sama."Kak Aruma membela diri, irismatanya bergerak liar tampak gugup dan gelisah, terlintas sedikit rasa bersalah di sana.“Alah. Banyak alesan,”tuding Kak Pandu.Yang di kritik pun melotot.“Coba lo samperin sono," titahnya.“Waduh! Gue bukanpawang hantu,” tolak Kak Pandu mengangkat tangan sejajar dada.“Lah, sama ajangelesnya, bajaj!” maki Kak Aruma tanpa ampun."Ya terus gimana? Kasian Melga sendiri.” Kulihat Kak Pandu meremas tangannya kuat---panik.Ekspresinya membuatku t
Andai aku tidak terus memperhatikannya, rasa ini akan mati dengan mudah.Tapimelihatnya tidak ada dalam jarak pandang,membuat hatiku terasa sepi.***Kobaran api menyala di tengah lapangan terlihat sangat mempesona. Warna merah jingga menghangatkan kami yang berkeliling memutari element alam itu.Kegiatan drama sudah berlalu sejak tiga puluh menit yang lalu. Namun, semua murid masih asik di depan sang penghangat malam.Aku melirik benda bulat di pergelangan tangan Rukly yang menunjukan pukul 11.30 atau jam setengah dua belas.Sejak di mulainya acara api unggun, aku dipertemukan lagi dengan dua sahabatku, kami duduk berbaris dan saling bertukar cerita mengenai kegiatan selama kemah.Bunyi kruk-kruk familiar terdengar. Aku pun