Share

MADU DARI MERTUA
MADU DARI MERTUA
Penulis: Seccomander

Takdir Allah

Pagi itu degup jantung Sabrina berdetak sangat kencang. Tubuhnya lemah. Kakinya seperti tak menapak lagi ke lantai.

Sabrina akhirnya memaksakan dirinya untuk ke kamar mandi dan membawa testpack itu. Doni bersama Nyonya Sania dan kakak Doni, Prita menunggu di depan kamar mandi utama.

"Bun, kenapa ya lama sekali nggak keluar dari kamar mandi hampir sejam?" Doni pun mulai mengkhawatirkan keadaan Sabrina di dalam kamar mandi mewahnya itu.

"Ah, paling seperti biasa hasilnya tidak sesuai harapan," timpal Prita ketus.

.

Erick pun menatap sinis ke arah Prita. Andai saja tidak memandang Bundanya, mungkin ia sudah menampar kakaknya itu.

"Kak, bisa diam nggak!" bentak Doni.

"Doni, ada benarnya apa kata kakakmu. Kita sebaiknya cari second opinion. Jadi kalau ada masalah kita bisa tangani segera," ucap Bunda Sania menenangkan dua anaknya yang sedang bertikai itu.

Doni pun diam.

Di dalam kamar mandi, tubuh Sabrina itu bergetar hebat saat ingin melihat hasil tespack itu. Keberaniannya tiba-tiba menciut saat harus melihat hasilnya. 

Mungkinkah akan sama seperti biasanya?

Ketakutan Sabrina semakin kuat saat Doni terus saja berteriak memanggil Sabrina yang sejak tadi di kamar mandi. Bulir bening itu tidak terasa membasahi pipinya. Doni terus saja memanggil sang istri yang menatap cermin. Memegang testpack itu dengan tangan bergetar.

"Bun, sebaiknya didobrak saja ya?" Doni semakin panik karena tidak ada jawaban dari Sabrina.

"Nggak perlu. Nanti juga dia keluar sendiri," sindir Prita.

Bella akhirnya mulai memberanikan diri berjalan untuk keluar. Sebelumnya, ia pun membasuh wajahnya agar Doni dan keluarganya tidak mengetahui jika ia habis menangis.

"Ah, kudobrak saja," pekik Doni.

Saat bertepatan Doni ingin mendobraknya, pintu pun terbuka. Dengan wajah sendunya ia pun memberanikan diri menatap sang suami dan mertua juga kakak iparnya yang sinis itu.

Doni pun paham jika apa yang diharapkannya belum sesuai dengan impiannya. Doni pun mencoba menghibur sang isteri.

Tiba-tiba, tespack itu terjatuh. Doni dengan sigap  mengambilnya di lantai. Sabrina pun seketika panik dan ketakutan.

"Kamu sudah melihatnya?" tanya Doni pada Sabrina yang masih saja menangis pelan .

 

Seketika Doni pun tersenyum bahagia.

"Sayang, kamu positif hamil?" tanya Doni kaget.

"Ini hasilnya garis dua sayang kamu harus lihat," ucap Doni tersenyum bahagia.

"Alhamdulillah. Akhirnya, aku akan mempunyai keturunan," ucap Doni dalam hatinya.

Doni yang bahagia langsung berlari kencang menuruni anak tangga dan berteriak histeris. 

"Eh Mang, Mang sini kumpul dulu. Istri gue  hamil. Nih buat kalian semua. Buat keluarga kalian di kampung. Nih, ambil ya," ucap Doni penuh semangat.

Sang Mertua Bunda Sania  pun memeluk menantunya itu dengan hangat.

"Bunda senang banget, akhirnya kamu hamil," ungkap Bunda Sania pada menantunya itu. 

Sabrina pun tersenyum. Hanya Prita yang tidak bahagia melihat iparnya itu hamil setelah sekian lama menunggu. Bunda Sania dan Sabrina pun menyusul Doni yang sedang berbagi rezekinya dengan para pekerja di rumahnya.

Namun, kebahagiaan itu seketika berubah menjadi tangis airmata saat tiba-tiba Sabrina merasakan ada sesuatu. Sabrina pun melirik dan darah pun mengalir.

"Bun ...."

Bunda Sania pun kaget saat melihat Sabrina yang mengalami pendarahan. Cukup banyak.

"Doni, Doni!" teriak sang Bunda memanggil putra tunggalnya itu.

"Ya Allah, Sayang, kamu kenapa?" kata Doni panik.

Doni pun panik. Ia berteriak memanggil supir pribadi keluarganya untuk menyiapkan mobil. 

Doni bersama Bunda membawa Sabrina menuju rumah sakit. Prita pun langsung menyusul saat tahu ipar yang juga musuhnya itu mengalami pendarahan hebat.

"Semoga saja dia keguguran." Prita tersenyum sinis.

****

Sesampainya di rumah sakit, Sabrina pun ditangani. Sabrina langsung dibawa menuju ruang UGD ditangani sang dokter yang tidak lain adalah Om Indra, saudara tiri Bunda Sania dan juga Fani sahabat Doni sejak kecil.

"Kalian tunggu di sini saja," cegah Om Indra saat Doni ingin ikut masuk.

Beberapa saat kemudian

Mertua Doni, Papa Martin dan Mama Sinta pun datang tergesa-gesa saat  mengetahui jika putri kesayangannya itu sedang mengalami pendarahan.

"Doni, memang Sabrina hamil?" tanya Mama Sinta.

"Iya, Ma. Tadi pagi baru Sabrina tes di rumah," ungkap Doni.

Hubungan Bunda dan Mama yang kurang harmonis membuat dua wanita itu sering beradu argument.

Dua jam berlalu

Fani pun keluar membuka pintu ruang UGD itu. Doni dan sang Bunda pun bergegas menghampirinya.

"Fan, gimana keadaan istriku?" tanya Doni yang sejak tadi sudah menunggu dengan cemas.

"Biar Om Indra saja nanti yang menjelaskannya," jawab Fani yang langsung berpamitan kembali ke ruangannya.

Indra pun keluar dari ruang UGD.

"Om, gimana keadaan Sabrina?" tanya Doni.

"Mbak, Doni, kita bicara di kamar perawatan Sabrina saja ya. Biar nyaman dan pihak keluarga semua dapat mendengarnya," usul Om Indra.

Seorang perawat pun datang mendorong Sabrina  yang terbaring lemah diranjang rumah sakit menuju sebuah kamar super lux di rumah sakit itu.

"Berhubung semua keluarga sudah berkumpul di sini, saya harus menjelaskan ini," kata Dokter Indra.

Om Indra sangat hati-hati berbicara. Apa yang akan disampaikannya ini bukanlah berita baik. Ini sebuah berita yang sangat tidak diharapkan Sania tentunya. Ia tahu betul, bagaimana sikap kakak tirinya itu.

Semua mata tertuju pada Indra. Termasuk sang keponakan, Prita yang bersikap sinis.

"Sabrina mengalami keguguran. Janinnya tidak bisa diselamatkan," ungkap Indra.

Doni pun menghela nafas. Nyonya Sania pun tak percaya. Kebahagiaannya sirna sudah. Namun, Prita yang tersenyum bahagia.

Mama Sinta pun mendekat, merangkul sang putri yang sedang menunggu apalagi yang akan disampaikan Om Indra-nya itu.

Indra terdiam sesaat.

"Sengaja saya kumpulkan kalian semua di sini agar kedua pihak keluarga dapat memahami kondisi Sabrina," ujar Indra memulai pembicaraan.

"Ada apa sebenarnya dengan Sabrina?Apa ada yang salah dengannya?" tanya Mama Sinta.

"Sebenarnya nggak ada yang salah. Cuma ini sudah menjadi ketetapan takdir-Nya," lanjut Om Indra.

"Ketetapan takdir? Apa maksudnya, Om?" tanya Doni yang bangkit dan mendekati sanp paman.

"Sabrina mempunyai golongan darah O dan waktu 2 tahun lalu Sabrina melahirkan anak harusnya memiliki golongan darah yang sama. Tetapi, mereka berbeda," lanjut dokter Indra.

"Memangnya kenapa kalau saya memiliki golongan darah yang berbeda, Om?" sela Sabrina.

"Begini, Sabrina. Jika si anak memiliki golongan darah yang berbeda si Ibu akan membentuk antibodi." 

Indra pun mendekati Sabrina.

"Apa akibatnya fatal?" tanya Doni yang mulai khawatir dengan kondisi sang istri.

"Sabrina memiliki golongan darah O dan seharusnya anak yang dilahirkan Sabrina 2 tahun lalu itu memiliki darah yang sama," terang Om Indra.

"Bukankah sebagai seorang muslim sebagai dokter Om percaya jika Allah sudah berkehendak, apapun bisa saja terjadi," ujar Doni.

"Iya. Kamu benar, Doni. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Tetaplah berdoa Sabrina. Tetap ikhtiar, Sabrina. Om permisi dulu," pamit Om Indra yang kembali ke ruangannya.

Bulir bening itu membasahi wajah sendu Sabrina. Seketika ia menjadi sesosok istri yang tidak berguna. Tidak dapat memberikan keturunan bagi suaminya. Kelahiran bayinya 2 tahun lalu pun hanya sesaat, ia kemudian meninggal.

"Maafin aku, Mas,"  ucap Sabrina berlinang airmata.

Doni  pun mengenggam tangan Sabrina. Memberinya kekuatan agar dapat menerima semua takdir-Nya.

"Maafin aku, Mas. Maafin atas semua kenyataan ini, Mas," ucap Sabrina.

"Sudah, Sabrina.Nggak apa-apa. A-aku, aku salat dulu ya," pamit Doni. Ia pun mencium kening Sabrina dan keluar dari ruangan sang istri yang harus beristirahat.

Bunda Sania dan Prita  pun saling pandang. Begitupun dengan kedua orang tua Sabrina.

Doni yang berjalan cepat pun kini berjalan perlahan. Tubuhnya seketika lemah. Airmatanya pun luruh. Ia tidak lagi kuat menahan tangisnya. Kenyataan ini sungguh membuatnya terpukul.

"Ya Allah, Ya Rabbi. Wahai dzat yang maha suci, kuatkanlah iman hamba untuk menerima ujian ini. Aku mohon ya Allah, ridhoilah hambamu yang lemah ini dalam menjalani amanah dan tanggung jawab sebagai seorang suami. Jangan biarkan aku menyerah menghadapi kenyataan pahit ini. Berikanlah kami kesempatan. Agar bisa menjalani rumah tangga yang sakinah, mawadah, warrohmah."

Bersambung ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ucing Ucay
aku mampir yah kk ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status