Usai mengatakan hal tadi pada Irsyad aku segera naik ke mobil dan meluncur pulang ke rumah kami. Bukan untuk tinggal, tapi mengambil sisa barang dan pakaian yang tertinggal.
Kuhentikan mobil tepat di depan rumah, tidak masuk ke garasi karena merasa itu tidak diperlukan, kudorong pagar lalu masuk dari sana. Kunci rumah masih kupegang jadi tinggal kumasukkan ke lubang kunci dan memutarnya maka aksesku akan terbuka. Ketika pintu utama terbuka, aku langsung disambut oleh keadaan rumah yang agak kotor dan berdebu. Hanya ruang tamu yang masih rapi, tapi kelihatan sekali tidak disapu. Aku beralih ke ruang tengah yang cukup berantakan dengan banyaknya tisu berserakan di lantai, buku-buku, selimut dan pakaian Mas Irsyad. Tak kusangka ada hal yang membuatku lebih terbelalak lagi di sana. Seorang wanita tertidur, menggunakan selimut kakinya tersembul dengan corak piyama pink bergaris ala Victoria secret. Tak perlu ditanya lagi, dia pasti Elsa. Bermalam di rumah mantan suaminya yang masih berstatus suami orang, Subhanallah keren sekali wanita satu ini. Tak payah kubangunkan karena itu sama sekali tak penting, kuputuskan untuk langsung saja naik ke kamar dan langsung mengambil sisa barang. Kubuka pintu dan lemari, mengeluarkan sisa baju dan melemparnya ke atas tempat tidur. Karena lupa membawa tas, aku terpaksa turun ke dapur lagi untuk mengambil wadah Tote ag atau plastik besar. Ketika turun pandangan mataku tetap tertuju pada wanita berambut panjang yang kini posisinya sudah terlentang. Dia masih pulas dan tidur tanpa dosa. Perlahan timbul rasa terusik dan bersalah, sedikit cemburu dan geram mengapa wanita itu begitu nekat menggoda sampai-sampai segera tampil untuk menghibur suamiku yah belum genap seminggu kutinggal pergi. Harusnya, aku memang tidak perlu cemburu karena aku akan meninggalkan Irsyad, tapi, tetap saja, yang namanya suami pasti membuat hati ini tertusuk dan tak nyaman. Kubuka pintu dapur, wanita itu menggeliat, mungkin terusik, aku semakin geram melihatnya yang tersenyum dalam tidur, nampaknya ada hal indah yang membuatnya bahagia dan nyaman terjadi malam tadi. Bruk! Kututup pintu lemari dapur dengan sakit hati. Wanita itu terkejut tapi tidak terbangun. Karena makin sakit hati kulempar saja wajan dan panci ke dalam wastafel. Dia langsung terlonjak dan mengucapkan istighfar refleks di bibirnya. "Astagfirullah ...." Wanita itu menekan dada dan segera membenahi rambutnya. Dia kaget, lebih kaget karena mendapatiku sudah berdiri dalam posisi berkacak pinggang dan menatapnya tajam. "Eh, kamu Mbak?" tanyanya gugup. "Iya, aku, kenapa, kau kaget?" "Tidak juga," jawabnya, kembali merebahkan diri an membelakangiku. Astagfirullah .... Kini aku yang beristighfar. Nampaknya wanita itu tidak punya sedikitpun rasa malu. Sejalang-jalangnya Maura, gadis itu masih ada sungkan dan segannya. Berbeda dengan pelacur satu ini yang sungguh muka tembok dan santai sekali. "Rupanya kau tak tahan untuk segera memadu kasih dengan suami orang. Baiklah, aku akan serahkan sampah itu padamu." Aku melenggang melewatinya. "Meski sampah aku tetap mencintainya. Nama dan status Mas Irsyad memang bersamamu, tapi hatinya ada padaku," jawab wanita itu sambil tertawa miring. "Tsaaah... benarkah? bagus kalau begitu aku harap kau segera membantu semua kesulitan Irsyad, karena setelah ini, kalian akan sangat kerepotan." Rasanya ingin sekali kugunakan kesempatan yang ada untuk menghajarnya hingga puas. Tapi, jika kulakukan aku akan terlihat kurang elegan dan buang waktu, lagipula, apa untungnya menghajar wanita itu? "Apa maksud Mbak mengatakan itu?" "Tanya padanya langsung." Aku langsung naik ke atas dan mengumpulkan pakaian serta aksesoris di meja rias yang kemarin tertinggal, tak lupa pula kuambil skincare milikku yang tertinggal di laci kamar mandi. Selagi sibuk menyusun semua itu, tiba tiba Elsa datang, dengan langkah santai dia mendekat, kami saling berpandangan dan wanita itu tersenyum mengejekku. Aku hanya mendengkus sambil menggeleng dan melanjutkan pekerjaanku. "Kupikir Irsyad akan bahagia dalam pernikahannya, tak kusangka hubungan kalian berdua sekilat itu," ucap Elsa sambil merebahkan diri di kasur pengantin kami. Dia jatuhkan dirinya ke atas tumpukan bantal sambil merentang tangan dengan senang. Nampaknya ia sangat bersenang senang. Sudah, aku kehabisan kata kata sekaligus stok kesabaran dalam waktu bersamaan. Aku hanya bisa berzikir dan mengingatkan diri sendiri bahwa meladeni dirinya hanya membuatku makin berdosa dan kehilangan harga diri. Aku wanita baik baik, tak payah bertengkar dengan wanita murahan macam Elsa. "Pastikan tidak ada yang tertinggal, agar Mbak gak perlu bolak balik ke sini lagi," ucapnya. "Jangan khawatir, aku juga tak tega terus menginjakkan kakiku ke tempat menjijikkan ini. Seharusnya rumah ini mempertahankan Marwah dan kehormatannya sebagai hunian orang yang beriman, tapi sayang, imamnya tergoda masa lalu dan terjebak kenikmatan semu, sayang sekali," jawabku tersenyum. Wanita itu mencebik tersinggung dan geram. Dia bangun lalu mengubah posisinya dari tidur ke duduk bersila. "Kalau Mas irsyad masih cinta dan ingin rujuk, apa salahnya? Mba tidak bisa menghalangi itu!" "Memang tidak bisa, tapi ada kok cara yang lebih baik. Jika dia masih cinta denganmu, untuk apa menikah denganku? Dia jelas menyakiti diri ini dan anak anakku." "Kalau begitu kenapa kita tak berbagi suami?" tanyanya dengan wajah yang dibuat sepolos mungkin. "Dasar wanita munafik," gumamku balik tersenyum sinis. Mana mungkin dia akan membagi orang yang dikasihinya dengan orang lain sedang kami masih menikah saja dia sudah merongrong gangguannnya pada suamiku, apalagi sekarang ketika hubungan kami sudah merenggang. Tentu dia merayakannya. "Aku senang, aku sangat berterima kasih karena pada akhirnya Mbak sadar." "Iya, kau menjadi jalan yang membuka mata bahwa orang yang sudah kupercayai dengan cinta dan pengabdian ternyata bermuka dua. Kupikir benar, ada baiknya juga kalian bersama sebab pengkhianat akan berjodoh dengan pengkhianat. Mungkin ... Aku terlalu berharga untuk bersanding dengan Irsyad," jawabku percaya diri. "Berharga? Hahahah ....." "Aku memang tak secantik kamu, tapi aku punya harga dan integritasku sebagai wanita dan istri. Jika Irsyad menodai arti ikatan kami,. Apa gunanya aku bertahan. Bukankah, akan sulit menyadarkan lalat bahwa bunga lebih indah daripada bangkai?" "Jangan analogikan seperti itu!" "Jadi mau seperti apa, hahahah." Aku tak bisa menahan tawa melihatnya kesal. " ... kau sudah dapatkan apa yang kau inginkan, sekarang kau puas dan bahagia kan? Ambillah Elsa, ambillah apa yang kau inginkan, kusedekahkan padamu suami yang tak berguna itu." "Siapa bilang dia tak berguna, dia juga banyak membantumu kan, dia juga mendukungmu membantu anak dan keluarga mantan suamimu." "Itu karena aku juga banyak menyokongnya dengan uang dan modal, anggap kita saling menguntungkan atau buruknya ... kami saling memanfaatkan!" "Rendah sekali kau menilai suamimu, Mbak, sungguh, aku menyesal kau tak bisa menjaganya karena pada akhirnya dia kembali padaku." Duh, hatiku seperti ditusuk duri yang tajam serta hujamkan cabai sekilo di atasnya. Allahuakbar aku bisa sesak napas bicara dengan orang yang tak punya malu dan perasaan. "Begini, karena aku dan dia akan berpisah, sebaiknya segera kumpulkan puing yang tersisa dari mantan suamimu itu. Tanpaku dia hanya tukang hutang yang tak pernah beruntung. Oh ya, segera suruh dia untuk kembalikan tujuh ratus juta dalam waktu secepatnya. Makin cepat makin baik, dan makin lambat maka makin dekat pula dia ke penjara." Aku tertawa meninggalkan Elsa yang syok dengan jawabanku barusan.Sebelum matahari terbit dengan sempurna aku sudah berada di jalan yang menghubungkan desa dan provinsi. Kubuka sedikit jendela untuk membiarkan angin menerpa jilbabku dan kunyalakan musik yang membangkitkan mood bahagia. Kunikmati setiap irama melodi yang keluar dari sound sistem mobil, sambil tetap berpikir positif bahwa aku akan mengatasi segalanya. "Alhamdulillah jika sekarang Tuhan membuka jalan untuk kami agar saling melepaskan tanpa banyak drama dan saling menyakiti." Aku menggumam sambil sedikit mengoyangkan badan mengikuti irama lagu yang gembira. Kupikir dengan segala penerimaan positif bahwa ini sudah jalannya bagi kami untuk saling meninggalkan, Mas Irsyad mungkin sudah tidak tahan lagi aku yang selalu menagih dan memaksanya. Juga ada satu alasan lain yang membuatnya ingin segera mengakhiri pernikahan yakni mantan istrinya Elsa. Meski itu buruk bagiku karena aku harus berstatus janda, tapi ada sisi positif di mana orang lain akan melepaskan status janda Dan seorang anak
Seminggu setelah hari itu Mas Hamdan kembali berkunjung ke seperti biasa dia akan bawakan makanan kesukaan anak-anaknya dan duduk di ruang tamu seperti layaknya tamu yang tak akrab dengan tuan rumah."Makasih ya Mas, sudah bawakan kentaki, kue cubit dan martabak keju," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di hadapannya."Akhir-akhir ini aku jarang bertemu Raihan, aku ingin bertanya padamu tentang bagaimana ujian kenaikan kelasnya, apakah lancar?""Lancar Mas, Alhamdulillah" jawabku mencomot martabat dari kotak lalu mencicipinya."Kalau begitu, bagaimana keadaan suamimu, apakah kalian sudah bicara?""Sudah.""Hutangnya sudah lunas?""Sudah, aku mengambil rumah sebagai bayaran""Ternyata semudah itu merusak hubungan. Aku sadar membangun kepercayaan dan tanggung jawab itu sangat sulit, jadi, ketika sebuah kesalahan merusak, maka segala yang dibangun tadi akan hancur," gumam Mas Hamdan tersenyum."Benar Mas, dari lika liku hidup yang kita hadapi, aku memetik banyak pelajaran, aku jadi p
Sejujurnya aku tak suka menjadi zhalim, kesannya aku yang haus harta dan tidak membiarkan orang lain bernapas dengan lega. Apa boleh buat Irsyad berhutang maka sudah hakku menuntut pembayaran, tidak ada yang salah dengan itu.Jadi, setelah mendapatkan sertifikat rumah, seharusnya aku tidak punya urusan lagi dengan mereka kecuali jika nanti dia mempersulit proses gugatan perceraian kami. Kadang timbul ide agar tidak perlu menggugat perceraian, aku akan selamanya hidup dalam status seperti ini dan membiarkan Irsyad juga menggantung. Dia tidak akan bisa menikahi Elsa lagi karena selama aku tidak memberikan izin maka pihak dari KUA tidak akan menerima pernikahan mereka.Lagi pula tidak akan ada bedanya kan? Toh, aku tak akan menikah lagi. Aku masih bisa menumpang status sementara pria itu akan terlunta-lunta. Seperti contoh kemarin, dia sakit dan pihak rumah sakit memaksa agar aku sebagai istri yang sah yang menyetujui izin operasinya. Sangat mudah bagiku tapi menyulitkan baginya.Aku be
Mungkin begitulah jalan takdirku, selalu dimanfaatkan ketika susah dan dibuang ketika orang lain bahagia. Kini aku harus berkendara 240 km untuk menyelamatkan nyawa irsyad. Sungguh aku telah berkorban banyak sekali untuk manusia-manusia yang tidak tahu diri dan tak bisa membalas budi. Sekarang aku akan memastikan mereka membayar setiap sen padaku.Dengan langkah santai aku menapaki setiap meter koridor rumah sakit, tak perlu terburu buru toh jika Irsyad mati itu tak akan merugikanku. Dulu, aku memang sangat jatuh cinta dan berbakti padanya. Tapi kecurangannya membuat cintaku tak terhapus tak bersisa. Terbuang seperti debu di atas batu yang disiram air hujan. Aku tak memiliki rasa untuknya kecuali benci dan dendam.Dari ujung lorong kulihat Elsa sudah berdiri dan langsung terburu buru menghampiriku. "Cepetan dong Mbak," ucapnya tak sabar."Kamu tak bisa mendikte atau memaksa saya, santai dong," jawabku tersenyum miring."Mas Irsyad harus dirawat akan menjalani sedikit operasi, petugas
Kami sedang duduk di meja makan, menyantap hidangan kerang dan kepiting ketika Raihan mulai bertanya dan mengajakku diskusi."Bunda ....""Ya, gimana kelangsungan Bunda sekarang, gimana kabar Bunda dan Om Irsyad?""Bunda baik baik saja," jawabku " .... dan om irsyad juga baik baik saja.""Maksudku, kelangsungan pernikahan Bunda?""Kami akan berpisah, itu jalan terbaik," jawabku."Kasihan icha, dia pasti sedih kehilangan Mama untuk kedua kalinya," balas Raihan."Bunda tidak berdaya, Bunda tak bisa memaksa keadaan terlebih Icha adalah anak Om Irsyad. Bunda tak bisa membawanya bersama kita.""Dia pasti kecewa Bunda ...." Kini Zahra menggumam sambil menyuapi makanan ke mulutnya."Kecewa tentu saja, tapi Bunda tak bisa apa apa," balasku. "Sayang sekali," gumam Raihan."Di sekolah, anak anak lain mencibir dan bilang kalau bundaku tukang kawin," ujar Zahra sambil menatapku. Agak kaget juga diri ini karena tak menyangka anak Perempuanku harus dibully akibat masalah kedua orang tuannya."Si
Jadi beginilah ujungnya, yang jahat bergembira dan yang baik selalu merana? Tidak juga.Seseorang mungkin menang dengan kecurangan dan pengkhianatan, tapi sungguhkah mereka bisa tentram? Benarkah kebahagiaan yang mereka raih dengan tipu daya akan terasa indah. Memang, kemenangan bisa didapatkan dengan banyak cara, termasuk main kotor, hanya saja yang membedakan adalah, rasa berkahnya saja. Iya!Kalau ada yang merasa aku akan melepaskan irsyad dan Elsa maka itu salah, aku tak akan membiarkan mereka melenggang bahagia. Lewat gugatan cerai aku juga menggugat ke pidana atas perselingkuhan dan zina. Terlepas akan menang di persidangan atau tidak, namun momentum yang akan kumanfaatkan adalah lebih banyak untuk mengupas setiap aib dan mempermalukan mereka.Dan ya, hutangnya? aku akan mengambil setiap sennya, hingga tak ada yang tersisa. Akan kupastikan Irsyad membayarnya hingga habis hartanya, bahkan jika itu dengan cara menjual cawatnya.Hmm, Membayangkan saja terasa indah, apalagi jika i