Sekarang ... Bukan Elsa atau Irsyad yang menggangguku tapi akulah yang mengganggu hidup mereka. Tadinya kedua orang ikut itu tidak pernah membuatku tenang namun sekarang keadaannya berbalik aku yang mengganggu dan tidak membiarkan mereka tenang.
Seperti yang kulakukan hari ini, sekitar pukul 07.00 aku sudah menelpon Irsyad dan menagih hutangnya. "Halo assalamualaikum ...." "Ya, halo?" Nada suara dari seberang sana terdengar ragu dan sedikit berat. "Aku ingin kau tetap ingat untuk membayar modal yang ingin kutarik kembali, aku berharap sekali tidak perlu ada drama dan pertikaian di antara kita." "Aku butuh waktu untuk mengumpulkan uang setidaknya 25% dari jumlah yang kau minta. Mana bisa aku melunasinya sekalian Aisyah!" "Aku tidak peduli, aku memberimu modal tanpa berpikir panjang dan tidak pernah menagih pembayaran sekian persen, sesuai kontrak, karena aku tahu aku tidak boleh memberatkanmu. Tapi sekarang, bisnis adalah bisnis. Bisnis tidak bisa dicampur dengan hubungan karena hubungan kita sudah berakhir!" "Aisyah, kumohon!" "Jika dalam 2 bulan kau tidak bisa kembalikan maka aku akan menuntutmu dengan laporan penipuan dan kau telah memanfaatkan pernikahan ini untuk menipu!" "Aku sungguh tidak memanfaatkanmu. Aku saat itu sungguh minta bantuan dan kesepakatan bisnis ini harusnya tidak berakhir sebelah pihak kau melanggar kontrak. Aku sudah katakan bahwa pembagian keuntungan dibagi setiap enam bulan sekali." "Aku rasa dalam waktu 6 bulan kau sudah mengumpulkan banyak dari jumlah yang kau berikan padaku, harusnya dari sekian cabang kau kelola, kau sudah bisa membayar hutangmu, aku tahu penghasilan dan betapa ramainya restoranmu." "Aisyah, aku mohon." "Tadinya kau suami yang kuandalkan dan kuidolakan sebagai seseorang yang akan membela dan mementingkan keluarga tapi ternyata kau tidak lebih baik dari mantan suamiku yang sebelumnya. Kau lebih licik dan menyeramkan, kau menipu dan memanfaatkan keluguan hatiku, aku tidak bisa memaafkanmu lagi." "Meski kita tidak bisa bersama setidaknya kau mematuhi kontrak yang sudah kita tanda tangani." "Kemarin kau bilang bahwa modal yang kuberikan tidak kau anggap sebagai hutang! Kenapa kata katamu berubah ubah, Irsyad. Apa kau memang seplin-plan itu?" "Aku mintaa maaf ....." "Pokoknya, Aku tahunya, hari Senin 25% yang kau janjikan sudah masuk ke rekeningku!" "Oh ya? Kamu hendak membunuhku?" Aku bisa membayangkan seperti apa ekspresinya di seberang sana tentu sangat kesal dan terbelalak. "Terima kasih atas pengertiannya." Aku akhiri panggilan telpon karena merasa sudah tidak punya topik yang harus dibahas. ** Baru saja meletakkan ponsel di atas meja tiba-tiba pintu rumahku diketuk. Ternyata itu adalah kedatangan ayahnya Raihan. Dia mengucapkan salam dan tersenyum di depan pintu sementara aku langsung menyambut. "Anak-anak sedang ke sekolah dan mereka baru kupindahkan beberapa hari yang lalu," ucapku. "Aku tidak mencari mereka tapi aku ingin bertemu denganmu." "Oh, baiklah, silakan duduk, Mas," ucapku mempersilahkan dia duduk di sofa ruang tamu. Agak lucu karena dulu dia adalah pemilik rumah yang bebas duduk di mana saja tapi sekarang dia telah jadi tamu yang dipersilakan dengan begitu kaku. "Bagaimana kabarmu?" "Aku baik." "Bagaimana suamimu?" "Dia juga baik." "Maksudku .. Bagaimana keadaan kalian berdua?" "Kami akan bercerai." Mas Hamdan tertegun tapi kemudian dia menghela nafasnya pelan, pria itu menatapku lalu mengalihkan pandangannya ke arah foto-foto yang terpajang di ruang tamu. Masih terpajang fotoku dan mas Irsyad yang berukuran satu kali setengah meter terpampang di ruang tamu, dalam pose yang begitu akrab dan penuh kehangatan, kami tersenyum ke arah kamera dan aksen yang sangat bahagia. "Foto itu bagus," gumam Mas Hamdan. "Sayangnya hubungan tak seawet dan seindah foto," jawabku. "Kau yakin, akan ke pengadilan lagi, gugat lagi, mendatangkan saksi lagi, kau yakin kau bisa?" "Aku tak punya pilihan Mas. Tidak ada jalan lain selain ketukan di meja hijau," jawabku. "Aku turut prihatin Aisyah." "Iya terima kasih, Mas. Kadang terbesit rasa iri betapa langgengnya kamu dan Maura Mas," ucapku. "Kami juga sering bertengkar, terlebih saat aku begitu terobsesi untuk rujuk denganmu, wanita itu sering menangis tapi ... Kesabarannya dan kebijaksanaanmu mengubah segalanya. Sekarang kami baik baik saja." "Alhamdulillah jika demikian." "Aku juga ingin kau bahagia, terlepas dengan siapa kau mau membagi bahagiamu." "Uhm, insya Allah, tapi aku belum memikirkannya, Mas." "Apa masih fokus dengan pembagian harta dan hutang piutang antara kalian berdua." "Ya, tepatnya begitu." "Semoga dia membayarnya." "Tentu saja, insya Allah. Kalau tak bayar maka aku akan menyulitkan hidupnya, menyita asetnya atau melakukan apapun seperti yang kulakukan padamu," jawabku tertawa. "Kadang, kau punya sisi kejam yang gak terbayangkan, Aish." "Hahahah bisa saja," gumamku, aku bangkit dari kursi untuk mengambilkan segelas teh namun pria itu menolaknya dengan alasan ingin pergi. "Aku harus kembali karena ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Aku juga tidak mau berlama-lama di sini karena itu akan mengganggu dirimu, status dan martabatmu harus dijaga." "Terima kasih atas pengertiannya Mas," ucapku. "Sama sama." Dia menjawab dengan senyum lebar lalu beranjak pergi meninggalkan halaman rumahku dan meluncur pergi bersama mobilnya. Manusia kadang ada satu titik di mana manusia merasa hidupnya sudah sempurna sehingga bebas melakukan apapun tanpa memikirkan dosa dan konsekuensi. Setelah Karma dan hukuman mendera mereka baru sadar dan berusaha meminta pengampunan dan memperbaiki keadaan. Beberapa orang berhasil mengubah kejadian buruk menjadi baik dan beberapa yang lain semakin tenggelam dan tidak bisa mengembalikan keadaan. Hamdan adalah salah seorang yang pernah mengalami kejatuhan hingga dia benar-benar nyaris kehilangan segalanya. Tapi dia kemudian memperbaikinya dan kami saling memaafkan. Andai dari awal baik aku dan dia tidak bersikap bijak, mungkin semuanya tidak akan berakhir baik. Aku harus memuji diriku karena di dalam kebencianku aku masih menyimpan rasa iba kepadanya dan istrinya, kubesarkan hati untuk menolong hingga mungkin dia sadar dan malu sendiri. Kemudian datang dan minta maaf lalu berdamai dengan kami. ** Suatu sore yang damai, ketika aku baru saja selesai menyirami rerumputan dan bunga, ketika aroma tanah dan daun bunga menguar menyegarkan penciuman. Tiba tiba ada bunyi notif di ponsel dan menandai adanya pesan. Kubuka pesan, berharap bahwa itu adalah motif M-banking di mana Irsyad sudah membayar hutangnya. (Tega sekali kamu perlakukan seseorang yang masih berstatus suamimu, padahal kau mencintainya dan dialah orang yan suda menyelamatkan kamu dari gangguan mantan suamimu.) Tidak salah lagi, yang mengirim pesan pasti si Elsa. (Lancang sekali kamu mengurusi pernikahan orang lain padahal orang itu membenci dan kehancuran pernikahan mereka disebabkan olehmu!) balasku dengan geram, sampai sampai aku menekan tombol dengan kesal. (Mana ada orang yang bisa membayar dua ratus juta dalam seminggu!) (Aku memberinya kelonggaran dua bulan sebelum kulaporkan dengan tuntutan penipuan!) (Kejam sekali kau Mbak!) (Masa bodoh! Aku bosan jadi orang baik. Sampaikan padanya, akan kuperpanjang persentase bunga jika dia terlambat membayar, semua itu sudah tertulis di kontrak, jadi jangan membangkang!)Sebelum matahari terbit dengan sempurna aku sudah berada di jalan yang menghubungkan desa dan provinsi. Kubuka sedikit jendela untuk membiarkan angin menerpa jilbabku dan kunyalakan musik yang membangkitkan mood bahagia. Kunikmati setiap irama melodi yang keluar dari sound sistem mobil, sambil tetap berpikir positif bahwa aku akan mengatasi segalanya. "Alhamdulillah jika sekarang Tuhan membuka jalan untuk kami agar saling melepaskan tanpa banyak drama dan saling menyakiti." Aku menggumam sambil sedikit mengoyangkan badan mengikuti irama lagu yang gembira. Kupikir dengan segala penerimaan positif bahwa ini sudah jalannya bagi kami untuk saling meninggalkan, Mas Irsyad mungkin sudah tidak tahan lagi aku yang selalu menagih dan memaksanya. Juga ada satu alasan lain yang membuatnya ingin segera mengakhiri pernikahan yakni mantan istrinya Elsa. Meski itu buruk bagiku karena aku harus berstatus janda, tapi ada sisi positif di mana orang lain akan melepaskan status janda Dan seorang anak
Seminggu setelah hari itu Mas Hamdan kembali berkunjung ke seperti biasa dia akan bawakan makanan kesukaan anak-anaknya dan duduk di ruang tamu seperti layaknya tamu yang tak akrab dengan tuan rumah."Makasih ya Mas, sudah bawakan kentaki, kue cubit dan martabak keju," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di hadapannya."Akhir-akhir ini aku jarang bertemu Raihan, aku ingin bertanya padamu tentang bagaimana ujian kenaikan kelasnya, apakah lancar?""Lancar Mas, Alhamdulillah" jawabku mencomot martabat dari kotak lalu mencicipinya."Kalau begitu, bagaimana keadaan suamimu, apakah kalian sudah bicara?""Sudah.""Hutangnya sudah lunas?""Sudah, aku mengambil rumah sebagai bayaran""Ternyata semudah itu merusak hubungan. Aku sadar membangun kepercayaan dan tanggung jawab itu sangat sulit, jadi, ketika sebuah kesalahan merusak, maka segala yang dibangun tadi akan hancur," gumam Mas Hamdan tersenyum."Benar Mas, dari lika liku hidup yang kita hadapi, aku memetik banyak pelajaran, aku jadi p
Sejujurnya aku tak suka menjadi zhalim, kesannya aku yang haus harta dan tidak membiarkan orang lain bernapas dengan lega. Apa boleh buat Irsyad berhutang maka sudah hakku menuntut pembayaran, tidak ada yang salah dengan itu.Jadi, setelah mendapatkan sertifikat rumah, seharusnya aku tidak punya urusan lagi dengan mereka kecuali jika nanti dia mempersulit proses gugatan perceraian kami. Kadang timbul ide agar tidak perlu menggugat perceraian, aku akan selamanya hidup dalam status seperti ini dan membiarkan Irsyad juga menggantung. Dia tidak akan bisa menikahi Elsa lagi karena selama aku tidak memberikan izin maka pihak dari KUA tidak akan menerima pernikahan mereka.Lagi pula tidak akan ada bedanya kan? Toh, aku tak akan menikah lagi. Aku masih bisa menumpang status sementara pria itu akan terlunta-lunta. Seperti contoh kemarin, dia sakit dan pihak rumah sakit memaksa agar aku sebagai istri yang sah yang menyetujui izin operasinya. Sangat mudah bagiku tapi menyulitkan baginya.Aku be
Mungkin begitulah jalan takdirku, selalu dimanfaatkan ketika susah dan dibuang ketika orang lain bahagia. Kini aku harus berkendara 240 km untuk menyelamatkan nyawa irsyad. Sungguh aku telah berkorban banyak sekali untuk manusia-manusia yang tidak tahu diri dan tak bisa membalas budi. Sekarang aku akan memastikan mereka membayar setiap sen padaku.Dengan langkah santai aku menapaki setiap meter koridor rumah sakit, tak perlu terburu buru toh jika Irsyad mati itu tak akan merugikanku. Dulu, aku memang sangat jatuh cinta dan berbakti padanya. Tapi kecurangannya membuat cintaku tak terhapus tak bersisa. Terbuang seperti debu di atas batu yang disiram air hujan. Aku tak memiliki rasa untuknya kecuali benci dan dendam.Dari ujung lorong kulihat Elsa sudah berdiri dan langsung terburu buru menghampiriku. "Cepetan dong Mbak," ucapnya tak sabar."Kamu tak bisa mendikte atau memaksa saya, santai dong," jawabku tersenyum miring."Mas Irsyad harus dirawat akan menjalani sedikit operasi, petugas
Kami sedang duduk di meja makan, menyantap hidangan kerang dan kepiting ketika Raihan mulai bertanya dan mengajakku diskusi."Bunda ....""Ya, gimana kelangsungan Bunda sekarang, gimana kabar Bunda dan Om Irsyad?""Bunda baik baik saja," jawabku " .... dan om irsyad juga baik baik saja.""Maksudku, kelangsungan pernikahan Bunda?""Kami akan berpisah, itu jalan terbaik," jawabku."Kasihan icha, dia pasti sedih kehilangan Mama untuk kedua kalinya," balas Raihan."Bunda tidak berdaya, Bunda tak bisa memaksa keadaan terlebih Icha adalah anak Om Irsyad. Bunda tak bisa membawanya bersama kita.""Dia pasti kecewa Bunda ...." Kini Zahra menggumam sambil menyuapi makanan ke mulutnya."Kecewa tentu saja, tapi Bunda tak bisa apa apa," balasku. "Sayang sekali," gumam Raihan."Di sekolah, anak anak lain mencibir dan bilang kalau bundaku tukang kawin," ujar Zahra sambil menatapku. Agak kaget juga diri ini karena tak menyangka anak Perempuanku harus dibully akibat masalah kedua orang tuannya."Si
Jadi beginilah ujungnya, yang jahat bergembira dan yang baik selalu merana? Tidak juga.Seseorang mungkin menang dengan kecurangan dan pengkhianatan, tapi sungguhkah mereka bisa tentram? Benarkah kebahagiaan yang mereka raih dengan tipu daya akan terasa indah. Memang, kemenangan bisa didapatkan dengan banyak cara, termasuk main kotor, hanya saja yang membedakan adalah, rasa berkahnya saja. Iya!Kalau ada yang merasa aku akan melepaskan irsyad dan Elsa maka itu salah, aku tak akan membiarkan mereka melenggang bahagia. Lewat gugatan cerai aku juga menggugat ke pidana atas perselingkuhan dan zina. Terlepas akan menang di persidangan atau tidak, namun momentum yang akan kumanfaatkan adalah lebih banyak untuk mengupas setiap aib dan mempermalukan mereka.Dan ya, hutangnya? aku akan mengambil setiap sennya, hingga tak ada yang tersisa. Akan kupastikan Irsyad membayarnya hingga habis hartanya, bahkan jika itu dengan cara menjual cawatnya.Hmm, Membayangkan saja terasa indah, apalagi jika i