Share

Telepon Dari Andhira

Perasaannya menghangat saat tangan mereka berjabat. Hatinya berbisik, wanita di hadapannya ini butuh perlindungan. Sikap Andhira yang lemah seperti menjadi daya tarik tersendiri bagi Tibra. Dia langsung menyetujui saat Aruna mengusulkan untuk memberi Andhira pekerjaan. Apalagi, mereka memang sedang membutuhkan tenaga tambahan karena manajer yang lama baru saja mengundurkan diri. Seiring berjalannya waktu, pekerjaan membuat mereka sering bertemu.

Dari Andhira, Tibra merasakan dirinya menjadi lelaki seutuhnya. Wanita itu rapuh dan sangat bergantung padanya. Tibra merasa kehadirannya sangat dihargai oleh Andhira. Bertahun hidup bersama Aruna yang serba bisa melakukan apa saja, membuat Tibra seperti menemukan kehidupan baru saat bersama Andhira.

Bantuan-bantuan kecil yang dia berikan, sering membuat wanita itu berkaca-kaca karena terharu. Ucapan terima kasih yang tulus dari bibir mungil Andhira seolah menjadi candu bagi Tibra. Hal yang tidak pernah dia dapatkan dari Aruna. Wanita yang telah sepuluh tahun mendampinginya itu terlalu mandiri, membuat harga dirinya sebagai lelaki terusik. Dia sering merasa tidak dihargai.

Ah … Aruna. Wanita yang telah memberinya dua orang putera. Tidak ada yang salah dengan wanita itu. Dia istri dan ibu yang baik bagi dirinya dan anak-anak. Aruna bahkan masih menyempatkan memasak makan malam untuk mereka ditengah kesibukannya mengelola cabang utama dan satu anak cabang di kota lain.

Aruna bahkan sering menanyakan apakah dia pegal-pegal, jika dia menjawab iya, maka dengan senang hati wanita itu akan memijatnya dengan telaten. Aruna juga selalu menemani Zahir dan Zafar bercerita sampai waktu mereka beristirahat.

Kesetiaan Aruna jangan ditanya, mereka pernah melewati masa sulit makan sepiring berdua sehari. Wanita itu juga gigih berjuang bersamanya, berusaha memajukan usaha kecil mereka agar bisa hidup dengan nyaman dan tidak kekurangan. Ya, tidak ada yang salah dengan Aruna. Kecuali satu hal, wanita itu terlalu sempurna baginya. Kesempurnaan yang kadang membuat harga dirinya terluka.

Dering ponsel mengagetkan Tibra. Dengan sedikit malas lelaki itu mengambil ponsel di kantong celananya. Bibir Tibra tertarik membentuk segaris senyum saat melihat nama yang tertera di layar. Andhira, wanita yang telah membuat separuh jiwanya berlabuh.

“Mas, aku baru sampai di rumah.” Suara Andhira terdengar khas. Sedikit serak-serak sehingga membuatnya terdengar sangat seksi di telinga Tibra. Dulu, Tibra sempat mengira itu dibuat-buat. Ternyata, memang suara Andhira begitu adanya.

“Istirahatlah.” Tibra mengusap wajah. Dia sedikit kurang bersemangat malam ini. Pertengkaran dengan Aruna tadi membebani pikirannya. Dia kelepasan hingga melakukan kekerasan. Kesalahan terbesar yang dia lakukan adalah membiarkan Aruna pergi. Seharusnya, dia tetap menahan Aruna hingga semua tetap dalam kendalinya. Kalau sudah begini, dia tidak bisa mengontrol apa yang akan dilakukan Aruna di luar sana.

“Kenapa lesu begitu, Mas? Mas marah aku tidak jadi ke sana?”

Hening. Tibra memilih diam, takut salah bicara. Andhira sangat lembut perasaannya, berbanding terbalik dengan Aruna yang tegas. Wanita itu akan langsung berkaca-kaca jika dia sedikit saja meninggikan suara. Membuatnya selalu ingin berbuat lembut dan melindungi wanita itu agar tidak pernah menitikkan air mata.

“Ya maaf, Mas. Sepertinya satpam perumahan sedang tidak di pos waktu aku datang tadi. Mas juga ku telepon tidak menjawab.”

Tibra memejamkan mata. Bagaimana dia bisa mengangkat telepon? Tadi dia sibuk menenangkan Zahir dan Zafar yang menangis dan mengamuk karena ditinggal pergi oleh ibu mereka. Dia bahkan sempat tidak bisa berpikir apa yang harus dilakukan. Saat kedua anaknya mulai tenang, barulah pikiran Tibra terbuka kalau dia harus segera menemukan Aruna.

“Besok sepulang dari resto aku ke sana langsung saja, Mas. Biar sekalian nebeng, kalo baju ganti kan ada punya Mbak Aruna.” Suara mendayu-dayu Andhira kembali terdengar.

“Eh?” Tibra tiba-tiba menegakkan badan, matanya terbuka lebar mendengar ucapan Andhira barusan. Dia memang belum memberitahukan pada Andhira kalau Aruna pulang lebih cepat dari jadwal biasa.

“Kenapa, Mas? Kok kaget begitu? Mbak Aruna pulang masih lusa, kan?’

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Bah ini inspirasinya maia wulan sama dhani nh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status