Share

MADU YANG KUPILIH
MADU YANG KUPILIH
Penulis: Nouvallin30

part 1

Dek, papa meminta kita kerumahnya sekarang?" ujar mas Pras setelah aku mencium takhzim punggung tangannya lalu dia beralih mengecup kening ini, dua tahun pernikahan kami hal-hal kecil seperti ini tidak pernah dia lupakan.

"Kok mendadak ya, mas?" balasku, karena tidak seperti biasanya, apa ini menyangkut kesehatan papa yang akhir-akhir ini menurun drastis, bathin Aruna.

"Mas juga heran dek, tidak biasanya papa seperti ini." jawab mas Pras lalu merangkul pinggangku, berjalan beriringan masuk kedalam rumah.

Berganti pakaian rumahan dengan pakaian yang dipilihkan mas Pras, Tunik maroon senada dengan pasmina lalu disandingkan dengan Kulot putih, hal yang paling mas Pras sukai, katanya aku akan terlihat cantik jika memakai pakaian yang dipilihkannya, terdengar konyol bukan? Tapi itulah kebiasaan suamiku.

Sebenarnya banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu fikiran ini sejak tadi, tapi aku enggan mengatakannya, takut mas Pras kefikiran.

Entah kenapa hati ini menjadi gelisah semenjak mas Pras mengatakan jika papanya meminta kami segera berkunjung kerumahnya.

Hanya memakan waktu 15 menit akhirnya kami sampai karena jarak rumah kami tidak begitu jauh masih dikompleks perumahan yang sama.

Hanya mama yang menyambut kedatangan kami, perasaanku semakin tidak enak, yang aku fikirkan saat ini apa kesehatan papa sedang tidak baik? Bathin Aruna.

Aku menyalami punggung tangan mama mertuaku setelah mas Pras, lalu celingukan mencari keberadaan papa.

Sepertinya mama menyadari hal itu.

"Papa dikamar, nak!" balas mama membuat atensi ini teralihkan.

"Papa baik-baik sajakan, ma?" Balasku dengan alis yang menyatu.

Mama dengan cepat menggelengkan kepalanya, sendu diwajahnya tidak bisa dia sembunyikan meskipun dia berusaha menunjukkan senyum dihadapan kami.

"Pras sudah bilangkan, ma! Sebaiknya papa dirawat saja." ujar Pras khawatir, papanya benar-benar keras kepala.

"Kamu tahu sendirikan, Pras! Bagaimana keras kepalanya papamu, mama sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi dibuatnya." desah maya mama Pras.

"Masuk lah dulu." pinta mama, karena memang sedari tadi kami masih berbicara diambang pintu.

Saat kaki ini ingin melangkah menuju kamar papa mertua, mama memanggilku dan mas Pras untuk mengikutinya keruang tamu.

"Nanti saja, papa baru saja tidur." pinta mama.

Entah hanya perasaanku saja, tapi aku merasa ada yang berubah dari sikap mama mertuaku, dia seperti sedang mengulur waktu.

"Runa ..." panggil mama, aku menatap manik wanita yang sudah kuanggap sebagai ibu kandungku sendiri.

"Iya, ma." balasku menatap teduh kearah mama.

"Sebenarnya papa ingin berbicara denganmu berdua." ujarnya kemudian.

"Maksudnya?" tanya Pras, kening lelakiku mengkerut, belum sempat aku menjawab ucapan mama.

"Ada yang ingin papa bicarakan berdua dengan Aruna, Pras." balas mama, yang tidak berani menatap kearah putranya.

"Apa yang kalian sembunyikan?" Selidik Pras, dia memang sudah curiga sejak mendapatkan telpon tadi, tidak biasanya mama menelponnya dan meminta agar membawa Aruna segera kerumah mereka.

Jika menyangkut kesehatan papa mereka akan lsngsung mengatakannya.

"Biarkan papa berbicara berdua dengan Aruna dulu, Pras." pinta mama memohon.

Mas Pras mendengus, bisa kulihat raut tidak suka diwajah suamiku saat ini, mas Pras paling benci dengan yang namanya rahasia. aku hanya bisa mengusap punggung tangannya sebagai ungkapan kalau aku akan baik-baik saja, toh selama ini mama dan papa sangat menyayangiku.

Baiklah, ma." jawabku kemudian.

"Sebentar mama cek papa kekamar dahulu." mama langsung bangkit menuju kamar mereka.

"Pasti ada yang tidak beres." gumam Pras, yang masih didengar jelas oleh Aruna.

"Mas tidak boleh berprasangka buruk dengan orangtua sendiri." ujar Aruna karena menurutnya Pras sudah berfikiran terlalu jauh.

"Kamu tidak tahu sisi lain dari papa, dek!" balas Pras singkat.

Sebelum melanjutkan ucapannya, mama terlebih dahulu datang, Pras tidak mungkin menceritakan sisi buruk papanya didepan mama.

"Papa sudah bangun, nak! Dia memintamu kedalam." ujar maya.

"Aku ikut." timpal Pras yang langsung berdiri.

"Biarkan mereka bicara terlebih dahulu, Pras!" pinta mama menatap penuh permohonan kepada anak semata wayangnya.

"Tapi, ma ..." ucapanku terhenti kala Aruna menggenggam jemariku bisa kulihat dia menggelengkan kepala meskipun itu sangat pelan.

Akhirnya aku memutuskan menunggu Aruna diruang tamu bersama mama, aku semakin yakin ada hal yang orangtuanya sembunyikan darinya.

Sementara Aruna sudah berada dikamar papa mertuanya.

"Kemari, nak!" pinta Gunawan papa mertuaku menunjuk kursi yang berada disisi tempat tidur.

Semakin hari wajahnya semakin tirus, tubuh papa juga mulai menyusut, aku terhenyak melihat kesehatan lelaki yang telah membuatku merasakan pelukan dari seorang ayah tersebut.

Aku duduk disisi ranjang.

"Bagaimana keadaan papa? bagaimana kalau kita kerumah sakit saja?" tanyaku seraya membujuk, meskipun papa melakukan perawatan dirumah menurut kami itu belum cukup karena pasti pasilitas dirumah sakit lebih lengkap.

"Penyakit papa sudah tidak bisa disembuhkan lagi nak, bahkan hidup papa sudah divonis tidak lama lagi, jadi papa sudah pasrah." balasnya.

Aku menarik nafas panjang, jika sudah seperti ini aku ataupun mas Pras tidak akan bisa membujuknya.

"Runa ..." panggil papa.

"Iya, pa?" aku menatap sendu wajah mertuaku.

"Apakah sudah ada tanda-tanda?" tanya papa menatap penuh harap kemanikku.

Aku tertunduk, aku tahu kemana arah pembicaraannya, aku menggeleng pelan.

Bisa kudengar helaan nafas dari pria yang sudah kuanggap sebagai ayahku sendiri tersebut.

"Run, umur papa tidak lama lagi! Papa hanya punya satu keinginan, yaitu melihat keturunan Pras."

"Papa tidak menyalahkan kamu maupun Pras, tapi sampai kapan papa akan menunggu?" Papa menghentikan ucapannya sejenak.

"Papa tidak bisa pergi dengan tenang, disini seperti ada yang menahan papa." ujar pria paruh baya tersebut dengan air mata yang sudah berlinang.

Air mataku tumpah mendengar kata-kata yang terlontar dari cinta pertamaku ini.

Aku menggeleng cepat, isakanku semakin kencang kala tangan papa menggenggam jemariku.

"Runa, izinkan Pras menikah lagi, mungkin dia bisa memiliki keturunan." balas papa menatap dalam kemanikku.

"Izinkan papa menjadi egois sekali saja." pinta pria itu penuh harap.

"Pa, bagaimana bisa papa meminta hal seperti itu, aku dan mas Pras sama-sama sehat, kami hanya tinggal menunggu waktunya saja." ujarku mencoba menentang keinginan papa.

"Tapi sampai kapan papa harus menunggu?" balas papa mengusap sudut matanya, aku tahu papa berusaha menahan airmatanya agar tidak tumpah.

"Aku tidak bisa pa, aku tidak sanggup berbagi suami dengan wanita lain."

"Coba posisi itu ditukar, apakah mas Pras mau berbagi istri dengan pria lain? Aku yakin mas Pras juga sepemikiran denganku." ujarku mencobah meluluhkan permintaan tak masuk akal dari mertuaku.

"Itu berbeda nak, wanita tidak boleh menikahi dua lelaki, tapi berbeda dengan lelaki mereka boleh menikahi wanita lebih dari satu."

"Makanya papa meminta Pras yang menikah karena papa tidak mungkin memintamu menikah lagi lalu bercerai dari anak papa."

Kamu tahu sendiri papa sangat menyayangi kamu sama seperti papa menyayangi Pras."

"Untuk kali ini papa tidak bisa menahannya Runa! Papa ingin sekali memiliki cucu dari anak kandung papa sendiri."

"Papa tidak memiliki sanak saudara begitupun mama kamu, papa tidak ingin Pras mengalami nasib yang sama seperti kami."

"Papa tahu permintaan papa sangat menyakiti hati kamu, tapi hanya ini permintaan terakhir papa." ujar papa, perlahan genggamannya melemah.

"Bagaimana jika pernikahan kedua mas Pras tidak juga memiliki keturunan? Apa papa tidak kefikiran sampai kesana?" tanya Aruna.

"Papa akan pergi dengan tenang, jik memang itu terjadi." balasnya lalu tidur membelakangi menantunya.

Gunawan sudah tidak bisa menunggu terlalu lama, dan dia juga tidak bisa menahan keinginannya melihat untuk pertama dan terakhir cucu keturunannya, dia hanya ingin pergi dengan tenang, hanya itu yang dia fikirkan saat ini, meskipun itu akan menyakiti hati menantu kesayangannya.

Lama Aruna menatap punggung Gunawan, sudah saatnya dia berbakti kepada pria yang memberikan kasih sayang layaknya seorang ayah terhadapnya sedari kecil.

Apapun yang papa inginkan, aku akan wujudkan pa, meskipun rumah tanggaku yang jadi taruhannya, gumam Aruna.

"Izinkan aku memilih maduku sendiri, pa?" kata-kata itu terlontar sendiri dari lisan ini.

BY : NOUVALLIN30

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status