Sekotak Donat berisi selai Bluberry ada di atas pangkuan Karin yang sedang duduk santai menikmati angin sore di taman Rumah Sakit. Ia memakan Donat itu dengan lahap hingga selainya tertinggal disudut bibirnya.
“Jangan buru-buru makannya Bu Karin.” ucap Dean sambil menyeka selai itu dengan tisu.
Karin pun tersenyum malu lalu merebut tisu dari tangan Dean dan mengelap mulutnya sendiri.
“Hari ini Donatnya terasa lebih enak.” sahutnya sambil tersenyum.
“Itu karena Bu Karin lapar aja kali.” ledek Dean.
Karin pun terkekeh, “Ah iya, bukanya Pak Pengacara mau bawa Istrinya ke sini? Katanya mau dikenalin ke saya.”
Dean tersenyum getir, Ibunya benar-benar tak mengingat kejadian waktu itu?
“Hm… Bu Karin mau ketemu Istri saya?”
Karin mengangguk, “Mau, ayo ajak dia ke sini.”
Dean lagi-lagi tersenyum, namun kali ini senyumnya tampak tulus, “Oh iya say
Jantung Dean langsung berdebar begitu melihat Kara muncul di depannya. Ia tak tau apa sebabnya, ditambah mendengar suara Kara yang memanggil namanya barusan membuat rasa menggelitik muncul di perutnya. Apakah karena sudah lama ia tak mendengarnya?“Ngapain lo di sini?” tanya Kara yang membuat Dean kembali fokus.“Em….” Dean jadi gugup di tempat.Kara yang tak kunjung mendapat jawaban dari Dean pun melangkah masuk ke ruang tengah, ia memang baru kembali dari minimarket di dekat rumahnya. Namun ia melewati Dean begitu saja dan menghampiri teman-teman Gilang yang masih asik sendiri menyaksikan pertandingan sepak bola.“Nih titipan kalian, abis makan di rapihin lagi ya, jangan berantakan.” pesan Kara sambil memberikan sekantung plastik berisi snack dan minuman kaleng.“Makasih Kak Kara.” sahut dua orang yang membantu Kara mengeluarkan semua jajanan itu.Setelah itu Kara kembali melihat Dean
Kara melewatkan dering teleponnya yang ketiga karena ia baru saja selesai mandi. Ia melihat nama Bu Bambang di layar ponselnya. Ada apa Bu Bambang meneleponnya hingga berkali-kali seperti ini? Ia pun memutuskan untuk menghubungi Bu Bambang kembali.“Haduh Bu Dean kemana aja!” semprotnya yang membuat Kara menjauhkan ponselnya dari telinga.“Iya Bu, maaf tadi dari kamar mandi, kenapa ya?”“Cepet ke taman, saya sama ibu-ibu yang lain udah nunggu di sini nih, ada yang mau kami tunjukin di CCTV rumahnya Jojo.”Kara langsung menepuk dahinya, bisa-bisanya ia lupa soal Jojo.“Iya Bu, saya langsung turun, tunggu di situ, jangan kemana-mana ya!” tutup Kara cepat lalu keluar dari Apartemennya untuk menemui Trio Winter Garder di Taman.Sesampainya di taman, Kara celingukan mencari tiga Ibu-ibu itu, untungnya suara Ibu Haikal yang memanggil namanya bisa ia dengar. Sehingga Kara bisa bergab
Lampu neon box Aprodite Café sudah padam sejak 30 menit yang lalu. Namun Rumi masih berkutat di depan mesin kasirnya untuk menghitung pendapatan yang masuk hari ini. Andrea yang baru selesai memasukkan bangku di teras Café pun masuk kembali karena di luar mulai turun hujan lebat.“Mbak, papan menu di luar dimasukin aja kali ya, takut basah, ujannya gede.” tanya Andrea setengah berteriak karena suara hujan yang kencang.Rumi mengangguk sambil mengacungkan Ibu jarinya. Andrea pun keluar lagi untuk mengambil papan menu dan meletakkannya di dalam.“Kamu mau langsung pulang Ndre? Masih hujan.” tanya Rumi begitu selesai dengan hitung-hitungannya.“Iya Mbak, saya ada kuliah pagi besok.”“Oh gitu, yaudah hati-hati ya, bawa jas hujan kan?”“Ada kok Mbak di motor.”“Oke, sampai ketemu besok.”Andrea mengangguk, lalu mengambil tasnya dan berjalan ke luar
“Pak Pengacara!” seru Karin sambil melambaikan tangannya begitu melihat Dean masuk ke kamarnya.“Wah, kenapa? Bu Karin keliatannya senang banget.” wajah Dean jadi makin ceria saat melihat Ibunya tersenyum lebar seperti ini.“Saya sudah baca semua buku-buku Istrinya Pak Pengacara.” sahutnya antusias.Dean pun duduk di pinggir tempat tidur Karin sambil mengambil salah satu buku yang berserakan di atas kasur itu.“Semuanya?”“Iya, semuanya, kisahnya baguuuuus banget!” puji Karin.“Wah, saya baru tau kalau Bu Karin bisa baca secepat ini, kalau Bu Karin Pengacara, pasti Bu Karin bisa menghapal pasal dengan mudah.”Karin menepuk pelan lengan Dean, “Itu beda, saya pasti pusing bacanya hahaha!”“Hm… kalau gitu yang mana buku yang paling Bu Karin suka?”Karin pun mengambil sebuah buku yang memiliki ketebalan sedang, “Larch
Suara ketikan keyboard komputer terdengar dari dalam ruang kerja Dean. Selesai makan malam, Dean memang kembali melanjutkan pekerjaan kantornya yang sengaja ia bawa ke rumah karena file kasus yang sedang ia kerjakan tertinggal di rumah.Masih fokus meneliti kertas-kertas di depannya, Kara masuk dengan hebohnya ke dalam ruangan itu tanpa mengetuk pintu.“Heh, tadi gue ketemu Ibunya Jojo di lift!” seloroh Kara langsung sambil menarik kursi ke samping Dean.Dean meletakkan pulpennya lalu menatap sejenak ke arah Kara dengan wajah datar.“Terus kenapa?” tanyanya malas.“Dia punya luka yang sama kaya Jojo, gue yakin pasti ada apa-apa sama dia.”Dean mengurut keningnya, “Apa lagi sekarang? kemarin anaknya, sekarang Ibunya. Kalo lo penasaran sama keluarga itu, mending lo pindah sana ke rumahnya.”“Gue serius Dean! Gue yakin pasti ada yang gak beres sama keluarga itu.” ucap Kara yakin
Dean berjalan pelan di lorong rumah sakit untuk menuju kamar Ibunya. Suasana rumah sakit tampak lebih gelap dari biasanya karena hanya sebagian lampu yang menyala. Ia pun mempercepat langkahnya karena perasaannya tiba-tiba tak enak.Hati-hati ia membuka pintu ruangan Ibunya karena hari sudah malam, ia takut membangunkan Ibunya yang mungkin sudah tertidur pulas. Namun ia terkejut bukan main karena ada orang lain yang ada di dalam ruangan ini.“Kakek?!” pekiknya tertahan.Lesmana berdiri tegak memunggungi Dean yang masih terpaku di tempatnya. Dan di atas tempat tidurnya, Karin tampak menggigil ketakutan dengan tatapan Lesmana.“Wanita sialan! Kenapa bukan kamu saja yang mati!” umpatnya kasar pada Karin, “Kamu hanya menghancurkan hidup anak saya, gara-gara kamu dia mati percuma seperti itu.” cecarnya lagi yang membuatnya semakin menunduk dan menggigil ketakutan.Rahang Dean langsung mengeras, jarinya mengepal keras
Dari atas kasurnya, Kara memperhatikan Dean yang sedang mengutak-atik jendela kamarnya.“Udah, sekarang bisa di tutup lagi.” ucap Dean lalu turun dari atas kursi.Kara pun mengangguk, akhirnya ia bisa tidur tanpa kedinginan lagi.“Makanya kalo buka jendela jangan kenceng-kenceng.” pesan Dean sambil menurunkan lagi lengan sweaternya.“Emang jendelanya aja yang udah rapuh, jangan nyalahin gue.” Kara masih sempat membela diri, jelas-jelas engselnya patah karena ia terlalu keras membukanya.Dean hanya mendengus pelan lalu mengembalikan kursi yang ia naiki tadi ke tempatnya, lalu besiap keluar dari kamar Kara.“Dean.” panggil Kara yang membuatnya berhenti melangkah. “Lo masih sakit?” lanjutnya.Dean memutar tubuhnya untuk menghadap Kara lalu menggeleng pelan, “Gue udah gak apa-apa, tidur aja.” suruhnya lalu berniat keluar, namun Kara menghentikannya lagi.&ldquo
BUGH!Ayah Jojo yang bernama Bara itu tiba-tiba jatuh terhuyung tepat di depan Kara dengan hidung yang mulai mengeluarkan darah. Kara langsung tercengang begitu mendapati Dean lah yang membuat Bara tersungkur seperti itu.Masih dengan napasnya yang memburu, Dean menarik kerah baju Bara dan kembali meninju rahangnya dengan sekuat tenaga. Ia juga menindih tubuhnya dan memberinya pukulan bertubi-tubi sambil mengumpatnya berkali-kali.“Dasar Berengsek!” serunya kencang sambil terus memberi tinjuan kuatnya hingga wajah Bara tak terlihat jelas karena sudah ditutupi banyak darah yang juga mengalir dari kening dan mulutnya.Kara yang menyadari jika Dean sudah mulai mengamuk karena tak bisa menahan emosi langsung buru-buru bangkit untuk menghentikan Dean. Bisa saja Bara terluka parah jika terus dihajar Dean seperti itu.“Dean Stop!” pekik Kara sambil menarik pundak Dean dari belakang. Namun Dean tak menggubrisnya sama sekali, ia masi