Home / Romansa / MAHAR 2 JUTA / Part 3 Pernikahan

Share

Part 3 Pernikahan

Author: Lubalubb
last update Huling Na-update: 2024-10-17 14:58:08

Lantunan sholawat nabi terdengar mengudara di seantero pesantren. Semua santri bergotong royong membersihkan area Pesantren. Dari asrama hingga halaman sampai di kamar mandi. Tak ada tempat secuil pun yang luput dari tangan-tangan sejuk mereka. Lantunan sholawat di alunkan dari saund yang berada di depan madrasah, agar para santri lebih semangat dan gak merasa capek.

Hari jumat sangatlah di tunggu-tunggu oleh para santri. Hari dimana mereka bebas dari hafalan, pelajaran maupun kajian. Mereka bisa bersantai menghabiskan waktu senggang dengan berbagai olahraga atau ektrakurikuler lainnya yang mereka sukai.

Berbeda dengan para santri lainnya, Ayman malah meringkuk dalam selimut. Pikiran suntuk, hati sedih dan badan yang terlalu capek membuatnya masih ingin tertidur pulas. Dinikmatinya surganya seorang santri ketika sudah bertemu dengan bantal dan selimut. 

Brakk brakk brakk 

"Ustadz Ayman!"

"Ustadz Ayman!"

"Mas Ayman."

"Maaas."

Brakk brakk brakk

Tog tog tog

Sejak pagi beberap asatidz berusaha membangunkan Ayman. Bukan tanpa alasan, ada hal penting yang ingin di bicarakan oleh kiai Dahlan dengan Ayman. Hingga meminta tolong para asatidz untuk memanggilkannya, karena berulang kali beliau menelpon tak juga di angkatnya. 

Dari jam delapan pagi, sampai jam sepuluh siang. Ayman baru saja merespon gedoran dari luar. Dia yang masih linglung menjadi bingung dengan keadaan ricuh di luar kamarnya.

Ceklek

"Alhamdulillah," ucap semua orang yang berada di depan kamar Ayman ketika mereka melihat si empu kamar melongokkan kepalanya keluar.

Ayman bertambah bingung, "Ada apa?"

"Ditimbali Yai, Ustadz. Sudah dari jam 8 tadi berhubung jam segini Ustadz baru bangun, jadi nanti sehabis salat Jumat saja sekalian." Terang salah satu asatidz dengan menunjukkan jam di ponselnya. 

"Ya sudah kalau begitu, maaf ya. Terimakasih," jawab Ayman nyengir.

Gerumbulan santri yang melihat di sisi kamar milik Ayman juga bubar. Mereka semua sama penasaran dengan ustadz jeniusnya tersebut. Apalagi kabar menikahnya yang memang sudah tersebar di penjuru Pesantren. 

                              *** 

Panasnya sinar matahari siang ini, tak mengurangi semangat para wali santri untuk bertemu dengan putra putri mereka di Pesantren. Kesibukan yang mereka lakoni setiap hari pun rela di tinggalkannya sejenak, agar mereka bisa bertukar kabar dengan sanh buah hati. Dilain sisi, adapula santri yang tak pernah merasakan di jenguk orangtuanya dan mereka akan mengisi hari jumatnya dengan berbagai kegiatan. 

Sesampainya di depan ndalem kiai Dahlan, semua mata tertuju padanya. Ada yang berbeda, namun Ayman tetap berjalan menuju tempat para asatidz menemui pengasuh Pondok Pesantren Al Rahman tersebut. Tak berbeda dengan keadaan di dalam ndalem, tamu kiai Dahlan berbeda dengan tamu biasanya.

"Sini Le," ajak kiai Dahlan.

Ayman mengikuti kiai dahlan masuk di sebuah kamar. Dimana hati dan fikirannya langsung berfikir banyak hal. Matanya melirik kesana kemari, sambil mencari jawaban atas kegelisahannya.

"Langsung saja Le, kemarin orang tua Maisya sudah membatalkan pernikahan kalian. Kakekmu sudah tak kasih tahu hal itu dan beliau memasrahkan semuanya padaku," kata kiai Dahlan.

"Kamu tahu aku memanggilmu karena apa?" tanya kiai Dahlan lagi.

"Mboten Yai."

"Dari awal saya pengen menjodohkan kamu dengan Diajeng, guru lesnya Maya cucuku. Tapi kamu sudah berniat melamar Maisya," terang kiai dahlan, "Dan hari ini saya ingin menikahkan kalian, apa kamu mau?"

Ayman yang sedari tadi hanya menunduk itu mendongakkan kepala. Jantungnya seakan berhenti, mendengar pernyataan sang kiai. Mulutnya mendadak kaku.

"Saya tak memaksa Le, jika kamu setuju maka pernikahan dilaksanakan hari ini juga. Jika menolak juga tak masalah," ucap kiai Dahlan. 

Ayman masih terdiam, dia tak mengerti mau berkata apa. Jantungnya memompa cepat. Bahkan telapak tangannya berkeringat dan bergetar. 

Ayman sangat tahu, ucapan kiai Dahlan bukanlah permainan ataupun candaan. Jika sudah serius, maka hal itu seperti perintah. Kenapa harus secepat ini?

"Maaf Yai, di istikhorohi dulu bagaimana?" 

"Saya sudah istikharah tiga kali Le, hasilnya bagus."

"Kakek bagaimana Yai?" 

"Kakekmu masih perjalanan kemari. Beliau sudah setuju dan calonmu tak menentukan mahar yang akan kamu berikan itu berapa. Untuk saat ini semua keputusan ada di tanganmu." 

Ayman bertambah bimbang. Bahkan semuanya sudah menyetujuinya. Disaat dia masih mengharapkan persetujuan dari bu Tutik. 

Ayman sadar, perjuangannya hingga berada di titik saat ini bukanlah mudah. Kiai Dahlan adalah salah satu orang yang membuatnya sukses hingga saat ini. Namun dia masih bimbang akan pernikahannya hari ini. Hatinya masih terpaut pada sosok perempuan yang pernah di pinangnya.

"Jujur Yai, saya belum siap kalau harus menikah hari ini juga."

Kiai dahlan tersenyum lalu berkata, "istirahatlah, tenangkan hatimu dan fikirkan masa depanmu. Masalah kemarin jadikan pelajaran dalam mencari calon istri. Foto diajeng sudah saya kirimkan di ponselmu."

"Nggih Yai."

Setelah peninggalan kiai Dahlan, Ayman berbaring di kasur yang tersedia di sana. Dia tak berniat membuka ponselnya. Fikirannya semrawut dengan keadaan saat ini. Apalagi dia juga masih mempunyai tanggung jawab mengirimkan kafilah lomba di ajang perlombaan hari santri nasional bulan depan. 

Drrrt…

"3 Pesan dari Maisya?" gumam Ayman.

Assalamualaikum Ustadz.

Apa Kabar ustadz? Semoga ustadz tak sakit hati dengan ibuku.

Ustadz, apa Ustadz tak ingin memperjuangkan pernikahan kita lagi?

"Ya Allah, kenapa harus sulit berfikir sih!"

Ayman kembali melihat pesan yang tertera di ponselnya. Dibukanya pula pesan dari kiai dahlan. Terlihat foto seorang perempuan tersenyum simpul disana. Seakan tak begitu asing, dia memperjelas lagi foto tersebut.

"Sahabatnya Maisya?" 

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam Opa Oma." Jawab Ayman sembari mencium kedua tangan 

"Bagaimana kabarmu Nak?" tanya Oma Maimunah.

"Alhamdulillah baik Oma. Oma sendiri sehat terus kan," ujar Ayman.

Wanita yang di panggilnya Oma itu masih setia memeluk cucunya. Dia menangis sambil sesekali meraup wajah Ayman. Lamanya mereka tak saling jumpa, membuat oma meluapkan rasa rindu dan sayangnya pada sang cucu.

"Oma baik, Oma bahagia sekali. Akhirnya Oma di ajak Opa kesini berjumpa denganmu," kata oma. 

"Kamu menikah hari ini atau tidak? Jadilah lelaki yang gantle dan jangan melempem," tukas opa. 

"Ayman bingung Opa. Baru saja kemarin di tolak keluraga perempuan, eh sekarang dah mau nikah sama temannya," rengek Ayman.

Opa Iskandar, lelaki berkarisma yang selalu di hormati orang lain dimanapun tempatnya itu tertawa. Bukan lelucon, namun Ayman seprti mengingatkannya waktu muda. Bak pinang di belah dua, Ayman juga lebih mirip dengan dirinya daripada anak lelakinya, ayah Ayman.

"Berarti belum siap menikah? Opa akan bicarakan dengan kiai Dahlan." Kesal Opa sembari berdiri dari duduknya.

"Eh Opa, kog baperan sih. Kasih Ayman masukan lah," gerutu Ayman manja.

"Kalau kamu percaya sama Opa, maka akan menuruti semua perkataan Opa." 

Ayman menekuk wajah sendu. Dipeluknya sang oma yang selalu menggenggam tangannya itu. Disaat hatinya mulai goyah, perempuan paruh baya itu tetap menenangkan cucu lelaki satu-satunya.

"Menikah atau tidak ya?" gumam Ayman lirih.

                              ***

"Sah sah sah?"

"Sah."

"Alhamdulillah."

Wajah cantik nan ayu tersebut berurai air mata. Cinta yang di perjuangkanya di sepertiga malam, berakhir menjadi miliknya. Hati yang dulunya porak poranda oleh ketidak pastian, kini bersemi indah kembali. Senyum dibibirnya sudah menggambarkan perasaan bahagianya.

Dilain sisi, ada sosok yang menangis pilu. Lelaki yang mulai menghiasi hari-harinya telah menjadi milik sahabatnya. Sakit dan hancur melihat mereka saling menatap dalam diam. 

"Seharusnya aku yang berada di sana."

                              ***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MAHAR 2 JUTA    Part 52 Modal Usaha

    Koridor rumah sakit tetap sepi seperti biasanya. Ruang ICU hanya boleh di tunggu di luar ruangan, sedangkan pasien di dalam hanya ada Risma saja. Bisa di pastikan tempat yang saat ini hanya ada Diajeng saja itu akan terasa sangat mengerikan. Diajeng keluar begitu saja dari ruang bayi. Adu mulut antara Bu Siska dan ibunya Joko membuatnya tak ingin menambah masalah bagi mereka. Diajeng lebih leluasa sendirian seperti itu, timbang banyak orang hanya ada omongan unfaedah saja. Tetesan air hujan telah merata membasahi bumi. Suara guntur saling bersahutan antara yang satu dengan lainnya. Angin kencang ikut terlihat dari lantai dua tempat yang Diajeng saat ini.Diajeng, perempuan bertubuh mungil itu masih menjadi bahan perbincangan banyak orang. Apalagi kalau bukan karena pernikahannya dengan sang Ustadz. Namun bukan itu yang sedang panas di telinga orang lain, kekayaan Aymanlah yang menjadi kunci dari semua ucapan dari satu mulut ke mulut yang lain. Jika bagi mereka Diajeng orang pilihan

  • MAHAR 2 JUTA    Part 51 Tersadar

    Tangan Sifa di genggam erat oleh seseorang. Tangisnya tak bisa di bendungnya lagi. Beberapa hari yang lalu, orang tuanya mempermalukannya di depan umum dan dia hanya tersenyum saja. Hari ini, semua perasaan Sifa serasa hancur lebur tak berbentuk. Sifa mendongakkan kepalanya, melihat sosok yang tengah memegangnya. Tangisnya kembali pecah ketika orang yang di ajaknya bicara pun tengah berurai air mata. Keduanya beradu pandang tanpa sepatah kata apapun. Benar, Risma tersadar dari kritisnya. Setelah dua hari tak sadarkan diri. Walaupun tampak lemas tak berdaya, Risma mampu menggenggam saudara SE ayah itu dengan erat. "Maafkan aku Mbak," lirih Risma. Sifa bangkit dengan mengusap pipinya yang basah. Dia memanggil perawat yang berjaga di ruang ICU. Sifa juga menyempatkan diri untuk membasuh mukanya ke toilet. "Apa yang di rasakan Mbak?" tanya perawat. "Sakit semua Kak." "Di buat istirahat dulu ya. Biar nanti langsung di pindahkan ke ruang rawat inap saja." "Kenapa baru bangun kamu, a

  • MAHAR 2 JUTA    Part 50 Unek-unek

    Ayman datang bersama ustadz Faris yang karena Diajeng berulangkali tak bisa di hubungi oleh Ayman. Ayman yang awalnya ingin datang ke rumah sakit sendirian, namun ustadz Faris malah mengintil di jok belakang. Mau tak mau Ayman pun datang berdua lagi bersama ustadz Faris. Diajeng tak menyadari suaminya yang duduk di sampingnya. Dr Mila pun sama, mereka berdua mengobrol sembari memejamkan mata. Tanpa menghiraukan Sifa yang bersitegang dengan kawan bicaranya, Diajeng begitu menikmati kedamaiannya."Sayang," panggil Ayman. Sontak Diajeng membelalakkan matanya. Di lihatnya pula Sifa yang wajahnya tampak pucat. Merasa kebingungan, Ayman tersenyum kecil sembari mengedipkan matanya. "Aneh," celetuk Diajeng. "Tetep gantengan aku dong," kekeh Ayman."Loh, Ustadz kog kesini lagi?" Tanya dr Mila ketika menyadari kebisingan di sampingnya. "Iya Dok, tadi Diajeng gak bisa di hubungi. Mau telpon Dokter, saya gak ada nomernya." "Hah? Ada apa Mas? Tadi aku habis jagain Risma di dalam, jadi gak b

  • MAHAR 2 JUTA    Part 49 Calon Istri Saya

    Seorang perawat memanggil Diajeng karena masa penungguan pasien sudah habis. Diajeng harus keluar dan nanti akan di panggil lagi kalau sudah waktunya jam menunggu pasien. Perawat juga memberitahu Diajeng kalau Risma sudah menunjukkan perkembangannya. Diajeng keluar di sambut Sifa dengan keinginan tahuannya. Walaupun Sifa tak menyukai sifat adik tirinya itu, namun dia juga sebenarnya merasa kasihan. Bagaimanapun juga, ada darah yang sama di dalam tubuh Risma dan dirinya. "Belum sadar juga?" "Belum Fa, tadi aku ajak dia baca Yasin. Terus aku genggam tangannya dan kudekatkan bibirku di telinga Risma. Alhamdulillah dia respon, dia menangis kayaknya. Soalnya ada air mata yang menetes gitu." "Kamu mencoba berbicara dengannya gak Jeng?" Gantian dr Mila yang penasaran. "Iya Dok, aku bilangin tuh adeknya Sifa. Tak suruh insaf, kalaupun dia enggak selamat kan minimal sudah ada niatan baik gitu. Jangan marah ya Fa hehe," kekeh Diajeng. "Kamu betul sih, soalnya dia juga banyak dosa. Kayakny

  • MAHAR 2 JUTA    Part 48 Air mata

    Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruangan ICU. Belum ada perkembangan yang lebih baik pada Risma. Keadaannya masih sama, kritis.Orang tua Risma tampak kusut berada di depan ruang ICU. Mata mereka juga sembab. Ibu Risma tak lagi menampakkan wajah garangnya. "Makan dulu Yah, Mah. Habis ini kalian pulang saja, nanti sore baru kesini lagi. Biar kita saja yang menunggu Risma," ujar Sifa. "Kita langsung pulang saja Nak, kasihan Mama nangis terus semalam. Ini nasinya kita bawa pulang saja ya," kata pak Udin. "Oh, bawa saja semuanya kalau begitu Yah. Biar kalian gak beli lagi," kata Sifa. Kedua pasangan paruh baya itu pun beranjak untuk kembali ke rumah mereka. Tanpa menyapa lagi ataupun sekedar senyum. Dr Mila hanya melirik Diajeng sembari tersenyum kecut. Seorang perawat keluar dan mencari keluarga Risma. Di tangannya nampak membawa sebuah kertas yang di serahkan pada Sifa. Perawat hanya meminta Sifa untuk mengambilkan obat yang saat ini sangat di butuhkan ya oleh adi

  • MAHAR 2 JUTA    Part 47 Ghibah

    "Oalah mbak, cantik-cantik kog senengnya merebut calon orang. Mbok ya sing kreatif gitu loh," ujar seorang perempuan muda di toko sayur dan kebutuhan rumah tangga depan komplek. Diajeng yang sedang menemani Sifa itu mengerutkan keningnya. Ibu muda tadi melototkan matanya dengan tajam di hadapan Diajeng. Merasa tak mempunyai masalah, Diajeng pun mengacuhkannya. "Ya begini kalau terlahir dari keluarga tak berpendidikan tinggi, diajak berbicara saja melengos. Sudah merasa menjadi perempuan paling cantik," lanjutnya lagi.Diajeng membuntuti Sifa yang tengah sibuk mencari berbagai kebutuhan yang akan di bawanya ke rumah sakit. Toko sedang ramai, banyak ibu-ibu yang berbelanja sayur saling berbisik. Semua mata mengarah pada Diajeng, dengan mulut mereka berkomat-kamit sangat bising. Dari rumah Diajeng tak berniat membeli apapun. Dia hanya mengantarkan Sifa yang belum tahu Tutik letak toko di daerah sini. Sifa yang keukeh ingin berbelanja itu pada akhirnya meminta Diajeng untuk mengantarka

  • MAHAR 2 JUTA    Part 46 Ganjen

    "Tapi Buk, kenapa harus di samakan sih." Gerutu Maisya mengejar mertuanya."Terserah Ibu dong. Kamu sudah Ibu belikan juga, kenapa harus marah toh Saya." Kedua mertua dan menantu itu berbicara sangat keras sembari berjalan ke arah rumah Diajeng. Baik Diajeng maupun dr Mila hanya terdiam mendengarkan saja. Sifa yang baru hendak ke rumah Diajeng itu malah cengengesan melihat drama yang ada di depannya. "Ya jangan samakan dengan oarang lain dong Bu," kesal Maisya. "Kamu kog ngatur Ibu, terserah Ibu dong. Uang juga punya Ibu sendiri," ucap Bu Dini tak mau kalah. Diajeng menjadi kikuk di datangi oleh tetangga sebelah rumahnya. Bukan tak suka atau tak memperbolehkan orang lain berkunjung, namun Bu Dini datang dengan menantunya yang seakan tak suka pada Diajeng. Tatapan sinis Maisya membuat Diajeng ingin menutup pintunya saja, daripada terjadi kerusuhan antar teman. "Nak Ajeng, maaf ya malah ribut di rumah kalian." "Iya Bu, tak masalah. Kalau boleh tahu, ada apa ya Bu?" tanya Diajeng.

  • MAHAR 2 JUTA    Part 45 Kerandoman Ayman

    "Sayang, kalau kamu hamil nanti. Aku gak mau jadi yang ke dua," celoteh Ayman. Diajeng yang sudah merem pun kembali melek. Matanya melihat suaminya yang masih setia membelai lembut pipinya. Diajeng pun melanjutkan tidurnya yang tertunda. "Aku bakalan kesepian banget kalau kita nanti punya anak." Ayman berbicara lagi. Diajeng yang memang belum bisa Langsung tidur itu hanya mendengarkan saja. Ayman seolah tahu kalau istrinya belum jadi tidur. "Sayang, kita kapan ya punya anak." "Ambigu banget sih Mas," ujar Diajeng. "Bikin anak yuk," kata Ayman. "Gak pengertian banget jadi suami," jawab Diajeng. Ayman pun terbangun dari posisi tidurnya. Dipijitnya kaki sang istri. Bahkan Ayman memijit Dnegan sangat hati-hati. "MaasyaAllah, terimakasih suamiku. Aku tidur dulu ya," pamit Diajeng. "Ya enggak gitu juga konsepnya Sayang," lirih Ayman yang membuat Diajeng terkekeh bahagia. *** Maisya di temani sang suami berjalan santai di komplek perumahan mertuanya. Udaranya yang seju

  • MAHAR 2 JUTA    Part 44 Keceplosan

    Maisya bersama suaminya tengah mengantri untuk cek kandungan di rumah sakit terdekat. Mereka sangat bersemangat karena ingin sekali mengetahui perkembangan sang janin di dalam perut. Banyak sekali perubahan yang di rasakan oleh Maisya, walaupun masih dia masih trimester awal.Dokter yang akan menangani maisya masih belum datang. Walaupun mendapatkan nomor antrian pertama, jam terbang sang dokter molor hingga satu jam lebih. Bahkan maaiya sudah berulangkali mengeluh kecapekan duduk. "Makan dulu," ucap Rudi. Dengan senang hati Maisya membuka mulutnya menerima suapan dari suami tercinta. Pasangan yang menjadi pusat perhatian banyak orang karena sifat maisya yang selalu manja pada suaminya. Bahkan ada yang senyum-senyum malu sendiri melihat kelakuan Maisya. "Manis mas, seperti cintamu yang tak pernah pudar untukku." "Dan kamu adalah obatku agar tak sampai menderita diabet." Maisya tertawa mendengar gombalan Rudi yang garing tanpa ekspresi di dalamnya. Sampai mereka tak menyadari kala

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status