Accueil / Romansa / MAHAR 2 JUTA / Part 7 Hadiah Untuk Ibu Mertua

Share

Part 7 Hadiah Untuk Ibu Mertua

Auteur: Lubalubb
last update Dernière mise à jour: 2024-11-06 13:45:08

"Assalamualaikum halo Bu Anjani, ini Ayman sama Diajeng sudah dapat rumah yang akan di tempati. Nanti alamatnya saya kirimkan saja, tapi Bu Anjani kalau kesini jangan malam ya. Kasihan pengantin baru, keganggu. Ya sudah mau ngabarin itu saja, Assalamualaikum."

Diajeng tersipu malu sedangkan Ayman menatap Oma Maimunah sengit. Mereka bertiga tak mengikuti opa yang mengelilingi rumah. Kejahilan oma pada cucunya tersebut membuat oma terlihat lebih sehat dan bahagia.

"Acara kamu bagaimana Nak, jangan sampai kamu membuang uang di vendor sia-sia."

"Tidak boleh di batalkan oleh Pak Kiai Opa," jawab Ayman lesu.

"Ya berarti hari itu kamu nikah secara negara dengan Diajeng. Mbak-Mbakmu juga sudah booking mua dan baju keluarga," sahut Oma.

"Itu sih emang Mbak Nana dan Mbak Lala aja yang emang suka heboh. Tapi boleh juga lah ide oma," kata Ayman.

"Oke, semua biar di urus Mbakmu saja. Kasih tahu semuanya, pihak besan biar nanti di urus Mbakmu juga." Pungkas opa sembari memainkan ponsel yang ada di genggamnya.

"Kata Lala, besok kalian fitting baju."

***

Sejak mempunyai menantu, ibu tutik sekarang mengikuti kajian rutin ibu-ibu. Ibu tutik juga selalu salat berjamaah di mushola komplek. Sayangnya, niatnya tak hanya beribadah ataupun menambah ilmu. Namun kesombongan memamerkan apa yang di punya adalah tujuannya mengikuti semua kegiatan yang di ikutinya.

Jika biasanya ibu Tutik lebih senang menghabiskan waktunya dengan bermain ponsel, sekarang berbeda. Ibu Tutik akan mengunjungi warung atau toko terdekat, lalu mengajak pemilik toko berbincang ria. Tanpa sadar, ibu Tutik juga menjadi bahan lelucon para remaja yang terkadang menanggapinya saat mengajak ngerumpi.

Maisya baru saja datang bersama Rudi. Wajah semringahnya pun di sambut ibu Tutik. Seperti tak ingin ketinggalan kabar bahagia, ibu Tutik menyuruh anak menantunya duduk bersamanya.

"Kalian habis jalan dari mana? ke salon ya."

"Bukan kog, kita cuma ke pasar saja. Seru loh Bu," jawab Maisya.

"Oalah, beli apa di pasar. Belanja tak apa, tapi jangan boros ya. Kalian kan juga perlu punya rumah juga," tutur ibu Tutik.

Meski terkenal dengan kesombongannya, ibu Tutik tetap menjalani kodratnya sebagai seorang ibu. Dia tegas dan permarah, namun tak ada yang mengetahui sisi baiknya. Dalam hatinya hanya ingin kebahagiaan, kesuksesan dan keberhasilan anak-anaknya.

"Bu, ini untuk Ibu." Ucap Rudi sembari memberikan sebuah dompet kepada mertuanya.

"Apa ini, ya Allah Nak." Air mata ibu Tutik menetes satu persatu dan berakhir menjadi linangan yang tak terbendung lagi.

"Jangan nangis Bu, ini adalah hadiah dariku. Di pakai ya," kata Rudi.

"Ya Allah Nak, gelang. Kog besar sekali, ya Allah mahal pula. Uangmu di tabung Nak, jangan risaukan Ibu. Ibu tetap bahagia kalau kalian bisa membeli apapun untuk masa depan. Ibu tak mengharapkan apapun dari kalian Nak,"

Seburuk-buruknya seseorang, di hati mereka tetap terselipkan kebaikannya. Begitulah ibu Tutik, ibu Tutik sejak dahulu selalu memprioritaskan anak-anaknya. Seperti hal ini, ibu Tutik hanya ingin kebahagiaan anaknya. Anaknya bisa memiliki apapun, beliau sudah bangga.

Maisya ikut menangis sambil memeluk erat ibunya. Rasa kesal, marah dan kecewa karena ibunya menolak Ayman sudah menghilang. Dia mulai menerima Rudi sebagai pendamping hidupnya. Sembari belajar memposisikan diri untuk menjadi istri yang baik.

"Terimakasih ya Nak, semoga Rizki kalian selalu berlimpah dan barokah." Ucap ibu Tutik sembari menghapus air matanya.

"Iyya Bu."

***

Matahari sudah sedikit menurun, namun cuaca panas masih terasa membakar kulit. Angin yang berhembus seakan ikut merasa membara, bukannya sejuk malah meriang. Setelah mengurus semua pembelian rumah yang akan di tempati oleh Ayman dan Diajeng, opa Iskandar dan Oma Maimunah langsung kembali pulang ke kota mereka. Mereka juga akan mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk resepsi pernikahan kedua pengantin baru tersebut.

Ayman dan Diajeng masih menjalani kegiatan mereka di pesantren seperti biasa. Mereka sudah sepakat akan bermalam di rumahnya kalau hari libur saja. Hingga resepsi mereka di gelar nanti, kedua sepasang suami istri itu belum ingin memperlihatkan status mereka pada publik. Tak ada niatan lain, karena mereka sudah nyaman dengan posisinya saat ini.

"Ustadz, ini data santri yang belum lengkap. Baru setor pagi tadi," kata teman Ayman.

"Lama sekali, ngapain saja dari kemarin gak setor-setor. Berunungnya belum aku kirim," jawab Ayman mengomel.

Dibacanya data santri yang memang hanya kurang satu itu saja. Mata Ayman menatap tajam pada temannya tadi. Faris namanya, teman satu angkatan Ayman yang juga ikut mengabdi di pesantren itu hanya tersenyum sembari mengangkat alisnya.

"Kenapa dia ikut?" tanya Ayman.

"Kalau aku suaminya, justru aku sudah tahu dari awal sebelum dia daftar. Kamu ini sebenarnya siapanya Diajeng?" balas Faris.

"Kenapa dia tidak cerita padaku. Aku kira perlombaan kali ini dia memang sudah tak ikut.hf"

"Kenapa dia harus cerita padamu, kalau kamu saja belum move on dengan mantan."

Ayman memutar bola matanya. Dia yang masih belajar mencintai Diajeng itu tersindir halus. Apa yang di katakan oleh Faris benar. Di hatinya masih terselip nama Maisya, meski samar.

"Diajeng itu tidak pertama kalinya mengikuti perlombaan. Bahkan dia tercatat sebagai santri putri berotak emas. Lomba apapun yang di ikutinya pasti menang, namun dia tak secantik Maisya. Kamu itu harus membuka mata hatimu, pendamping kamu itu Diajeng bukan Maisya. Renungkan mulai dari sekarang," tutur Faris sembari menikmati secangkir kopi yang di bawanya ke kamar Ayman. Dia memang kerap menasihati temannya itu. Meski banyak yang merasa sungkan dengan Ayman, namun hal itu tak berlaku pada Faris.

"Bingung aku," pasrah Ayman.

"La kamu saja seperti tak punya pendirian gitu kog. Sekarang ilmunya di pakai, jangan hanya teori dan menerangkan saja. Kamu itu pintar tapi ketika di hadapkan dengan perempuan dan hati, malah melempem kayak cacing. Jadi lelaki itu harus tegas dan bisa mengendalikan hati. Bagaimana mau poligami kalau baru babak pertama saja sudah tak bisa adil begini," papar Faris.

Ayman menjitak kepala Faris. Itulah alasan Ayman tak pernah bisa marah dengan Faris, dia selalu menasihatinya sembari bergurau. Meski kadang juga nylekit, Faris lebih bisa memahami lawan bicaranya.

Ayman kembali mengingat ketika dia sedang bersama Diajeng. Walaupun dia sudah berusaha untuk selalu bersikap biasa, namun hatinya seakan tak ingin berbohong. Rasa cinta yang dia ciptakan untuk Diajeng masih mengambang.

"Kamu tak tahu kan kalau Maisya itu sebenernya sudah menikah," ucap Faris.

"Hah!! Serius kamu?"

"Iya, barengan sama kamu loh nikahnya."

"Sama siapa?"

"Namanya Rudi, anaknya camat. Gajinya gede, lebih gede dari uang bulanan kamu."

Tubuh Ayman berasa lemas. Harapannya pupus. Hatinya sakit, perasaannya hancur.

Dibalik kesakitan yang di rasakannya, dia mengabaikan perempuan yang telah menjadi tulang rusuknya. Perempuan yang telah mencintainya sejak lama. Perempuan yang selalu menyematkan namanya di setiap dirinya mengadu pada tuhannya.

"Apakah Diajeng juga sudah mengetahui pernikahan Maisya?"

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • MAHAR 2 JUTA    Part 52 Modal Usaha

    Koridor rumah sakit tetap sepi seperti biasanya. Ruang ICU hanya boleh di tunggu di luar ruangan, sedangkan pasien di dalam hanya ada Risma saja. Bisa di pastikan tempat yang saat ini hanya ada Diajeng saja itu akan terasa sangat mengerikan. Diajeng keluar begitu saja dari ruang bayi. Adu mulut antara Bu Siska dan ibunya Joko membuatnya tak ingin menambah masalah bagi mereka. Diajeng lebih leluasa sendirian seperti itu, timbang banyak orang hanya ada omongan unfaedah saja. Tetesan air hujan telah merata membasahi bumi. Suara guntur saling bersahutan antara yang satu dengan lainnya. Angin kencang ikut terlihat dari lantai dua tempat yang Diajeng saat ini.Diajeng, perempuan bertubuh mungil itu masih menjadi bahan perbincangan banyak orang. Apalagi kalau bukan karena pernikahannya dengan sang Ustadz. Namun bukan itu yang sedang panas di telinga orang lain, kekayaan Aymanlah yang menjadi kunci dari semua ucapan dari satu mulut ke mulut yang lain. Jika bagi mereka Diajeng orang pilihan

  • MAHAR 2 JUTA    Part 51 Tersadar

    Tangan Sifa di genggam erat oleh seseorang. Tangisnya tak bisa di bendungnya lagi. Beberapa hari yang lalu, orang tuanya mempermalukannya di depan umum dan dia hanya tersenyum saja. Hari ini, semua perasaan Sifa serasa hancur lebur tak berbentuk. Sifa mendongakkan kepalanya, melihat sosok yang tengah memegangnya. Tangisnya kembali pecah ketika orang yang di ajaknya bicara pun tengah berurai air mata. Keduanya beradu pandang tanpa sepatah kata apapun. Benar, Risma tersadar dari kritisnya. Setelah dua hari tak sadarkan diri. Walaupun tampak lemas tak berdaya, Risma mampu menggenggam saudara SE ayah itu dengan erat. "Maafkan aku Mbak," lirih Risma. Sifa bangkit dengan mengusap pipinya yang basah. Dia memanggil perawat yang berjaga di ruang ICU. Sifa juga menyempatkan diri untuk membasuh mukanya ke toilet. "Apa yang di rasakan Mbak?" tanya perawat. "Sakit semua Kak." "Di buat istirahat dulu ya. Biar nanti langsung di pindahkan ke ruang rawat inap saja." "Kenapa baru bangun kamu, a

  • MAHAR 2 JUTA    Part 50 Unek-unek

    Ayman datang bersama ustadz Faris yang karena Diajeng berulangkali tak bisa di hubungi oleh Ayman. Ayman yang awalnya ingin datang ke rumah sakit sendirian, namun ustadz Faris malah mengintil di jok belakang. Mau tak mau Ayman pun datang berdua lagi bersama ustadz Faris. Diajeng tak menyadari suaminya yang duduk di sampingnya. Dr Mila pun sama, mereka berdua mengobrol sembari memejamkan mata. Tanpa menghiraukan Sifa yang bersitegang dengan kawan bicaranya, Diajeng begitu menikmati kedamaiannya."Sayang," panggil Ayman. Sontak Diajeng membelalakkan matanya. Di lihatnya pula Sifa yang wajahnya tampak pucat. Merasa kebingungan, Ayman tersenyum kecil sembari mengedipkan matanya. "Aneh," celetuk Diajeng. "Tetep gantengan aku dong," kekeh Ayman."Loh, Ustadz kog kesini lagi?" Tanya dr Mila ketika menyadari kebisingan di sampingnya. "Iya Dok, tadi Diajeng gak bisa di hubungi. Mau telpon Dokter, saya gak ada nomernya." "Hah? Ada apa Mas? Tadi aku habis jagain Risma di dalam, jadi gak b

  • MAHAR 2 JUTA    Part 49 Calon Istri Saya

    Seorang perawat memanggil Diajeng karena masa penungguan pasien sudah habis. Diajeng harus keluar dan nanti akan di panggil lagi kalau sudah waktunya jam menunggu pasien. Perawat juga memberitahu Diajeng kalau Risma sudah menunjukkan perkembangannya. Diajeng keluar di sambut Sifa dengan keinginan tahuannya. Walaupun Sifa tak menyukai sifat adik tirinya itu, namun dia juga sebenarnya merasa kasihan. Bagaimanapun juga, ada darah yang sama di dalam tubuh Risma dan dirinya. "Belum sadar juga?" "Belum Fa, tadi aku ajak dia baca Yasin. Terus aku genggam tangannya dan kudekatkan bibirku di telinga Risma. Alhamdulillah dia respon, dia menangis kayaknya. Soalnya ada air mata yang menetes gitu." "Kamu mencoba berbicara dengannya gak Jeng?" Gantian dr Mila yang penasaran. "Iya Dok, aku bilangin tuh adeknya Sifa. Tak suruh insaf, kalaupun dia enggak selamat kan minimal sudah ada niatan baik gitu. Jangan marah ya Fa hehe," kekeh Diajeng. "Kamu betul sih, soalnya dia juga banyak dosa. Kayakny

  • MAHAR 2 JUTA    Part 48 Air mata

    Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruangan ICU. Belum ada perkembangan yang lebih baik pada Risma. Keadaannya masih sama, kritis.Orang tua Risma tampak kusut berada di depan ruang ICU. Mata mereka juga sembab. Ibu Risma tak lagi menampakkan wajah garangnya. "Makan dulu Yah, Mah. Habis ini kalian pulang saja, nanti sore baru kesini lagi. Biar kita saja yang menunggu Risma," ujar Sifa. "Kita langsung pulang saja Nak, kasihan Mama nangis terus semalam. Ini nasinya kita bawa pulang saja ya," kata pak Udin. "Oh, bawa saja semuanya kalau begitu Yah. Biar kalian gak beli lagi," kata Sifa. Kedua pasangan paruh baya itu pun beranjak untuk kembali ke rumah mereka. Tanpa menyapa lagi ataupun sekedar senyum. Dr Mila hanya melirik Diajeng sembari tersenyum kecut. Seorang perawat keluar dan mencari keluarga Risma. Di tangannya nampak membawa sebuah kertas yang di serahkan pada Sifa. Perawat hanya meminta Sifa untuk mengambilkan obat yang saat ini sangat di butuhkan ya oleh adi

  • MAHAR 2 JUTA    Part 47 Ghibah

    "Oalah mbak, cantik-cantik kog senengnya merebut calon orang. Mbok ya sing kreatif gitu loh," ujar seorang perempuan muda di toko sayur dan kebutuhan rumah tangga depan komplek. Diajeng yang sedang menemani Sifa itu mengerutkan keningnya. Ibu muda tadi melototkan matanya dengan tajam di hadapan Diajeng. Merasa tak mempunyai masalah, Diajeng pun mengacuhkannya. "Ya begini kalau terlahir dari keluarga tak berpendidikan tinggi, diajak berbicara saja melengos. Sudah merasa menjadi perempuan paling cantik," lanjutnya lagi.Diajeng membuntuti Sifa yang tengah sibuk mencari berbagai kebutuhan yang akan di bawanya ke rumah sakit. Toko sedang ramai, banyak ibu-ibu yang berbelanja sayur saling berbisik. Semua mata mengarah pada Diajeng, dengan mulut mereka berkomat-kamit sangat bising. Dari rumah Diajeng tak berniat membeli apapun. Dia hanya mengantarkan Sifa yang belum tahu Tutik letak toko di daerah sini. Sifa yang keukeh ingin berbelanja itu pada akhirnya meminta Diajeng untuk mengantarka

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status