Sore harinya, Abiyya berangkat kerja ke cafe, seperti biasa. Kali ini lebih semangat lagi, meski tadi siang sudah hampir menyerah.Ia melajukan motornya ke Cafe Aurora."Hai Abiy, kau sudah datang?" sapa salah seorang karyawan cafe sambil melambaikan tangan ke arah Abiyya. Pemuda itu mengangguk dan langsung melangkah masuk ke dalam.Seperti biasanya, Setelah jam kerja dimulai, Abiyya begitu maksimal dalam bekerja hingga menampilkan penampilan terbaiknya.Malam semakin merangkak naik, selesai bekerja, Abiyya segera meregangkan tubuhnya sejenak. Terasa lelah meski menyenangkan. Seperti biasa pula Nabila langsung memberinya upah bekerja. "Mbak Nabila nginap di sini?""Iya, Bi. Capek banget aku jadi mau langsung istirahat di sini saja.""Ya sudah, aku pulang dulu, Mbak.""Okey, salam ya buat Safira. Besok langsung datang saja kesini.""Baik, Mbak."Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Sudah saatnya cafe tutup. Para pegawai sudah membereskan semuanya, membersihkan meja-me
Sesaat sebelum tidur ...Segera dia peluk tubuh suaminya itu. Ada aroma parfum wanita di jaketnya. Tapi Safira masih tetap berpositif thinking."Aku ketiduran Bi, maafin aku. Aku gak dengar Abi ketuk-ketuk pintu." tambah Safira lagi."Iya sayang, gak apa-apa. Kamu pasti kecapean kan?" jawab Abiyya sembari mengelus-elus rambutnya."Yang, coba pilih dari nomor 1 sampai 10 kamu pilih nomor berapa?""Emmhh, satu""Benar sekali, karena kamu satu-satunya wanita di hati aku."Pipi Safira merona merah mendengar jawaban suaminya. Benar saja saat ini sang suami sedang menggodanya."Kalau begitu ralat, aku pilih nomor dua!""Pilihan yang bagus, karena kamu gak ada duanya, Sayang!"Safira tersenyum geli. Jawaban suamminya ada-ada saja. Safira terdiam sejenak. 'Sekalian aja aku kerjain kamu, Bi. Aku pengen denger apa jawaban kamu.' Batin Safira. "Ya udah aku pilih nomor tiga!""Hmm... walaupun ada tiga pilihan tersulit dalam hiidup ini, aku akan tetap pilih kamu!""Ish ... bisa aja jawabnya!""Iy
Safira teringat ucapan bundanya. Ibundanya bilang, menikah itu harus saling percaya dengan pasangan. Wajar bila ada masalah-masalah kecil dalam rumah tangga. Tapi sebaiknya jangan dibiarkan berlarut-larut, agar hubungan mereka tidak canggung. Minta maaf, saling memaafkan, saling percaya, semua masih bisa diperbaiki dan yang terpenting itu bukan kesalahan fatal. Jangan menyalah gunakan kepercayaan pasangan hingga memanfaatkan atau membodohinya."Yang, bajunya biar aku saja yang cuci. Lebih baik kamu siap-siap, katanya mau ke cafe?"Safira terkesiap, ingatannya mengabur seketika. Ia pun membiarkan jaket itu diambil suaminya dibawa ke kamar mandi untuk dicuci. "Bi ....""Sebentar, Yang, aku cuci baju dulu. Cuma yang di ember itu saja kan yang kotor?"Safira mengangguk. "Ya udah kamu duduk aja dulu.""Tapi--""Udah gak apa-apa, Yang. Ini mah sedikit paling bentar doang juga selesai," lanjut Abiyya. Mereka memang belum punya mesin cuci, jadi nyuci manual pakai tangan.Safira mengalah, ia
"Abi?" Tetiba suara Safira mengagetkan mereka berdua. Ekspresi Safira sulit digambarkan untuk saat ini. "Yang ...." sahut Abiyya. Ia berjalan menghampiri Safira, sedangkan Regina terdiam seraya mengernyitkan keningnya."Kamu udah mau pulang?" tanya Abiyya."Belom, sebentar lagi, ini lagi siap-siap dulu. Tadi di dalam aku liat kamu, Bi. Kupikir tadi kamu kenapa, eh ternyata ....""Hai, Mbak karayawan baru ya?" Regina memotong pembicaraan Safira. "Kenalkan, saya Regina, calon pacarnya Abiyya," sahut gadis itu tampak kecentilan.Abiyya dan Safira saling pandang sejenak. Safira tersenyum tipis. "Baru calon 'kan? Lebih baik mundur saja, dari pada nanti sakit hati," sahut Safira agak ketus."Lho, kenapa? Kamu kakaknya Abiyya ya, Mbak? Katanya kan Abi punya kakak.""Dia istriku!" timpal Abiyya langsung merangkul pundak Safira dan sontak membuat Regina terkejut."Hah? Benarkah?""Ayo, Yang, kita masuk. Nanti kamu dicariin yang lain!" Tak menanggapi rasa terkejut Regina, Abiyya langsung menga
PART 1"Hei bocah, stooopp! Jangan mendekat!""Apaan sih, Mbak, kita kan sudah sah suami istri!""Iya tetep aja kamu itu cuma bocah! Lebih baik jangan macem-macem deh!""Mbak, biarpun aku bocah tapi punyaku lebih besar lho.""Hiiih dasar mesum!""Eh siapa coba yang mesum, otak Mbak kali yang omes!"Safira mendelik. "Lah tadi bilang punyaku lebih besar, apa maksudnya coba?""Hahaha, ada-ada aja Mbak ini. Iya dong punyaku kan banyak maknanya. Yang kumaksud adalah aku punya rasa cinta yang begitu besar untuk Mbak Safira sekarang dan juga nanti." Pipi Safira merona, bisa-bisanya dia tersipu dengan ucapan bocah tengil di hadapannya ini. Mendadak tanpa kompromi lagi, Abiyya mengecup keningnya sekilas, membuat Safira makin salah tingkah."Mbak, aku bisa ngobatin luka hati mbak lho, please jangan pikirin lagi mantan calon suami mbak yang brekele itu!"'Etdah nih bocah edyaaan, kakak sendiri dibilang brekele.'Safira mencebik kesal mendengar mantannya disebut-sebut, sedangkan Abiyya menahan t
Part 2"Bagaimana malam pertama dengan adikku?" tanyanya mencemooh Safira."Lepaskan Mas, bukan urusanmu!" Tetiba Abiyya muncul dari balik pintu, melihat mereka tengah berseteru. "Mas Adit, tolong lepasin tangan istriku!" Keduanya menoleh, Safira langsung mengibaskan tangan. Adit menatap tajam apalagi saat melihat adiknya hanya mengenakan celana pendek dan handuk yang disampirkan ke lehernya. Rambutnya pun terlihat basah. Abiyya berjalan mendekat, langsung merangkul pundak Safira."Mas, kenapa kamu menanyakan malam pertama kami? Itu privasi pengantin baru, Mas gak perlu kepo."Abiyya tersenyum melihat ekspresi kekesalan kakaknya. "Bagaimana Sayang, semalam aku tidak mengecewakanmu kan?" ucap Abiyya lagi sambil mengedipkan sebelah matanya.Tangan Adit mengepal sambil menggertakkan giginya. Kesal."Abi, aku gak percaya kalau kamu melakukannya dengan baik. Safira itu hanya mencintaiku!""Dulu mungkin Mbak Safira pacar Mas Adit. Tapi, Mas harus sadar diri, sekarang Mbak Safira adalah is
Part 3"Maksud ayah?""Kau akan menikah dengan Abiyya."Safira melirik pemuda di samping ayahnya. "Apaa? Menikah dengan bocah?"Safira terlihat sangat shock mendengar penuturan ayahnya."Apa ayah sudah gila? Masa aku disuruh menikah sama bocah ingusan seperti dia?!" tunjuk Safira ke arah bocah itu."Ayah gak gila, Nak. Ini demi kebaikanmu.""Kalau aku memang gila, Mbak. Tergila-gila denganmu, hehe!" celetuk Abiyya, membuat orang-orang tertawa kecil."Cih! Dasar bocah edyan! Pokoknya aku gak mau Yah, malu dong masa aku nikah sama brondong? Usia dia jauh di bawahku!" protes Safira.Sang ayah mendekat, memegang kedua bahu putrinya."Nak, usia tidak menjamin kedewasaan seseorang. Ayah punya keyakinan kau akan bahagia dengannya.""Tapi aku gak mau, Yah!""Safira, ini demi kebaikan dua keluarga. Percayalah, ini juga demi kebaikanmu, Nak.""Tapi--" Nada suara Safira mulai melemah. Haruskah hubungannya dengan Adit kandas begitu saja? Dan dia harus menikah dengan bocah ingusan itu?"Kami semua
Part 4"Mbak sayang, tau gak persamaan kamu sama indomie?" "Apa?""Sama-sama seleraku.""Hahaha ..."Pujian Abiyya disambut derai tawa ibu dan ayahnya. Sementara Safira hanya tersenyum malu. Sebenarnya dia masih kikuk tinggal bersama mertuanya. Dia terpaksa ikut sang suami. Walaupun sudah menolaknya berkali-kali. Masih terngiang dalam ingatannya kalau sang ayah menyuruhnya pergi bersama suami bocahnya."Safira, kamu sekarang adalah seorang istri. Jadi kau harus mengikuti kemanapun suamimu pergi.""Jadi ayah mengusirku?""Ayah tidak mengusirmu, Safira. Kamu bisa pulang ke rumah ini kapanpun juga. Tapi ini soal tanggung jawab, hak dan kewajibanmu sebagai seorang istri, jauh lebih mulia bila kamu ikut bersama suamimu, melayaninya dengan baik.""Tapi di sana kan ada Adit, Yah. Masa aku harus tinggal bersama dengan si pembohong besar itu?!""Safira, masa lalu hanya masa lalu, kuburlah dalam-dalam perasaanmu itu, sekarang waktunya kamu membuka lembaran baru bersama suamimu. Turuti semua p