Share

Bab 2

"Neng Hilma mau dinikahkan?"

Hilma tertunduk malu saat Ajat kembali menatapnya setelah meminta penjelasan pada Bapak. Dirinya merasa sangat hina di hadapan Ajat, apalagi ia merupakan guru ngajinya. Meskipun semua tuduhan yang semua orang berikan padanya itu palsu.

Tapi tetap, di mata Ajat, Hilma berpikir, mungkin dia hanyalah gadis kotor yang selama ini menutupi semuanya dengan gamis dan kerudung panjangnya.

"Mereka berdua melakukan zina, Aa Ajat, terpaksa mereka harus kami nikahkan," jelas Pak RT, Hilma memejamkan mata malu, rasanya lebih baik dia mati saja daripada menghadapi semua ini.

"Tapi itu semua tuduhan palsu, Pak. Demi Alloh Hilma gak ngelakuin itu." Ia perlahan mendongak, menatap Pak RT dengan penuh permohonan.

"Kamu juga ngomong, dong... Kenapa diam aja? Kita gak ngelakuin apa-apa, di sini kita di fitnah!" geram Hilma pada Zafar, yang bukannya menantu lepas dari masalah, tapi malah memperburuk keadaan.

"Bapak...." Gadis itu mentap Pak Hasan yang hanya diam memalingkan wajahnya. Membuat Hilma tidak mempunyai harapan, ia juga sadar posisi, Pak Burhan saja yang termasuk orang terpandang di sana lemah, apalagi dia yang hanya merupakan anak dari seorang petani. Nasib si miskin, dia tidak bisa membela dirinya sendiri.

Pak RT dan Pak Burhan saling angguk memeri kode, ia meminta Zafar dan Hilma untuk keluar menemui warga.

Hilma dan pria kota itu di giring ke luar, sebelum pergi mata gadis itu menatap Bapaknya yang hanya diam, menatap kosong ke luar. Sama sekali tidak meliriknya sedikitpun.

Sedangkan Ajat, ia menggeleng pelan, mungkin tidak menyangka jika gadis yang ia anggap solehah itu melakukan hal ini. Padahal memang ia tidak melakukannya.

Dia Ajat, yang selalu Hilma harapkan setiap hari, dia yang selalu gadis itu minta pada Allah untuk menjadi imam dalam pernikahannya, kini semuanya gugur.

Mungkin inilah yang dinamakan jodoh, rezeki dan mati hanyalah milik Alloh. Mungkin mereka memang tidak berjodoh, meskipun sekuat apa pun hati yakin padanya.

Hilma mengagumi Ajat kareta keta'atannya pada Alloh SWT, tapi kini ia harus menikah dengan orang yang bahkan tidak ia kenal sama sekali.

Semua warga bersorak, ia meminta kejelasan. Mereka memilih pergi atau menikah. Pak Rt meminta untuk tenang, ia memberitahu warga, jika mereka akan segera dinikahkan. Malam itu juga.

***

Malam datang, setelah sorenya mereka diberikan waktu untuk berganti baju, kini Hilma dan Zafar diperintahkan untuk kembali ke balai desa. Disaksikan semua orang di sana.

Hilma sangat berharap sang Bapak ikut berbicara, ia masih berharap pernikahan tidak terjadi. Tapi Hilma ingat, bahwa keputusan mereka tidak bisa diubah, karena ini termasuk kepercayaan mereka di sini. Siapa yang berbuat zina, jika tidak mau menikah, maka mereka harus pergi dari desa ini.

Hilma kembali menangis saat pria itu berjabat tangan dengan Bapaknya. Pernikahan dilakukan secara siri karena butuh waktu seminggu jika harus menikah negara. Mengumpulkan surat-surat dan yang lainnya.

Namun belum sempat Zafar mengucapkan ijab qobul, seseorang memaksa masuk ke dalam meskipun sudah dihalangi warga. Ia berteriak tak terima, langsung mendorong Hilma sampai gadis itu tersungkur ke lantai.

"Sinta!" raut wajah Zafar berubah, ia terkejut kenapa kekasihnya yang arogan itu bisa sampai di desa.

"Ka—kamu... Kamu kenapa bisa ada di sini? Dengan siapa kamu ke sini?"

"Jahat kamu, Zafar! Jadi ini yang kamu katakan mau survei tanah untuk membuat konveksi. Bukannya survei, kamu malah akan menikah dengan si Jalang ini!" Sinta kembali menyerang Hilma yang baru saja bangkit, gadis itu dijambak rambutnya dan disungkurkan kembali ke lantai.

Melihat itu Zafar langsung menghentikan amukan Sinta, ia kemudian membantu Hilma untuk berdiri, membuat wanita itu semakin marah karena belum puas menyerang Hilma, tapi Zafar malah menyelamatkan gadis itu.

"Apa-apan ini, Zafar. Kenapa kamu malah lindungi dia. Dasar Jalang! Kamu sengaja kan menjebak Zafar biar bisa menikmati kekayaannya!" Sinta kembali menyerang, ia mencoba untuk mencakar wajah Hilma, beruntung Zafar segera membawanya ke dalam dekapan, dan tak sengaja mendorong Sinta sampai ia jatuh ke lantai.

"Diam! Kamu tidak ada hak untuk menyakitinya. Pernikahan ini karena aku yang mau, bukan karena dia menggodaku!" Zafar berbicara masih dalam keadaan mendekap gadis itu yang gemetar ketakutan.

'Supaya aku bisa lepas darimu, Sinta. Aku bisa saja membela diri untuk tidak dinikahkan, dan memilih pergi dari kampung ini. Tapi semua ini kesempatan bagiku untuk membuatmu pergi, wanita licik, untuk apa aku bertahan jika kamu saja sering berani bermain api di belakangku,' batin Zafar.

"Lebih baik kamu pergi dari sini!" kata Zafar.

Sinta bangkit, ia tersenyum menyeringai menatap pria itu. "Kamu berani ngusir aku? Zafar, kamu tau aku nekat. Jika kamu memang akan menikah dengan dia, maka lebih baik aku mati—"

"Silahkan!" potong Zafar, membuat wanita itu semakin emosi. "Sudah sering kamu berbicara seperti itu, tapi buktinya, kamu masih hidup, kan? Sekarang, lebih baik kamu pergi. Ayo!" Zafar menarik tangan Sinta yang memberontak, ia berucap sumpah serapah pada Hilma yang telah merebut kekasihnya itu.

Zafar mendorong dia sampai jatuh terduduk ke tanah, orang-orang di sana memerhatikan Sinta, membuat wanita itu malu karena diperlakukan kasar oleh Zafar.

Sinta bersumpah, bahwa dia akan balas dendam atas apa yang Zafar lakukan. Perlahan ia bangkit dengan sorot mata yang tajam menatap Zafar, tangannya terkepal menahan amarah.

"Kamu akan menyesali semua ini, Zafar!" tekan Sinta.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status