Share

Mati Lampu 🕯

Penulis: DityaR
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 21:36:47

Akhirnya, aku tiba di kamar tempat seharusnya aku berada. Meski sempat menyesal karena memutuskan keluar tadi, setidaknya sekarang aku merasa aman.

Dia masih terlelap, hanya mengenakan bokser hitam. Tidurnya miring, membelakangiku, sambil memeluk bantal. Aku berdiri sejenak di ambang pintu, berpikir, “Aku marah kalau Alzian pernah ngelakuin itu sama cewek lain. Tapi kenapa justru aku yang ngelakuin itu sama Heksa?”

Aku menutup pintu dan menguncinya rapat, memastikan enggak ada satu pun yang bisa masuk ke kamar kami tanpa izin. Tapi, begitu aku membalikkan badan ke arah tempat tidur, Alzian sudah duduk tenang dengan bantal di pangkuannya.

"Sayang, ronde ke dua, yuk?" pekiknya sambil melempar senyum jahil.

"Hah, a—apa?" balasku. Cepat-cepat aku menuju kamar mandi, jangan sampai Alzian curiga. "Aku capek, habis ngeladenin tamu-tamunya Mama."

"Ayo, lah, aku udah naik lagi, nih!" Suara langkah kaki terdengar di belakangku, semakin mendekat, hingga akhirnya sepasang tangan berhasil menahanku sebelum aku berhasil masuk ke kamar mandi. Alzian memelukku dari belakang sambil bilang, "Atau … kamu mau ronde ke dua di kamar mandi? Golden shower?"

Aku menangkis pelukannya dan segera lari ke dalam kamar mandi, lalu mengunci pintunya dengan tergesa-gesa.

"Khalisa!" teriak Alzian sembari mengetok pintu. "Buka, kita mandi bareng aja! Kita suami-istri, kan?"

Terus, bagaimana dengan semua ini?

Kalau Alzian sampai tahu aku masih berdarah, dia pasti curiga. Terlebih lagi, celana dalam yang kupakai saat ini adalah jenis yang khusus dibuat untuk laki-laki. Dia juga tahu jadwal haidku, karena aku sering memarahinya saat sedang datang bulan. Darah ini benar-benar membuatku bingung sekarang.

Aku menepuk kepalaku sendiri, "Bodoh, bodoh, bodoh, kamu Khalisa! Ayo, sekarang pikirin cara biar dia nggak curiga!"

"Khalisa! Kamu bukain atau aku buka sendiri? Kamu lupa ya, ini kamarku."

Benar juga, Alzian pasti punya kunci cadangan untuk membuka pintu ini. Aku harus bergerak cepat.

Aku memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Lalu, sebuah ide muncul di kepalaku dan tanpa ragu langsung kulontarkan, "Tapi … mau, nggak kalau kita mainnya sambil, gelap-gelapan?"

Hening.

Gelap.

Kurasa dia benar-benar akan melakukannya. Baiklah, biarkan saja dia membuka pintunya sendiri. Aku sudah enggak menguncinya lagi. Lima menit berlalu tanpa suara. Apa yang harus kulakukan sekarang?

"Sayang?" panggilku, mencoba memastikan apakah dia baik-baik saja. Tapi tetap enggak ada jawaban dari balik pintu. "Kamu, nggak apa-apa, kan?"

Akhirnya, aku membuka pintu dan keluar dari kamar mandi. Aku enggak bisa melihat apa pun karena semua lampu di ruangan ini padam, termasuk lampu kamar mandi yang baru saja kutinggali. Aku berjalan tanpa arah, meraba-raba di sekeliling sambil menabrak sesuatu di depan. Sepertinya beberapa benda jatuh berserakan. Sekarang, seseorang memelukku dari belakang.

Aku yakin, dia akan menghajarku sekarang.

"Sayang, kamu bikin aku takut!" bisikku. Aku bisa merasakan tangannya menyelinap di balik gaun, berusaha menurunkan celana dalamku hingga ke pergelangan kaki. "Jadi kamu beneran mau main gelap-gelapan gini?"

Aku lega, akhirnya dia menyetujui permintaanku. Karena akan sangat berbahaya kalau aku sampai ketahuan. Apalagi kalau dia tahu mantanku menanam benih di dalam rahimku. Dia hanya mengendus telingaku, memberi kode setuju, sebelum akhirnya melumatnya dengan lembut.

"Oke, sekarang kamu boleh lakuin apa pun yang kamu mau!" ucapku, hampir mendesah.

Ujung gaun belakangku tiba-tiba tersingkap hingga ke punggung. Aku bisa mendengar napasnya yang cepat dan tak beraturan. Bibirnya mengerang dan mendesah semakin liar saat sesuatu yang keras masuk ke dalam rahimku. Akhirnya, aku pun menjerit karena kesakitan. "Ohhh, Sayang! Perih!"

Dia memelukku erat dari belakang, lalu perlahan membuka kancing-kancing kebayaku. Tangannya menyusuri buah dadaku, lalu menarik bra yang kukenakan dengan sedikit tergesa. Desahannya membuat gairahku kian membuncah. "Oohhh."

Aku masih enggak percaya, Alzian bisa bertahan selama ini. Mungkin karena suasana yang gelap, jadi dia enggak bisa melihat tubuhku dengan jelas. Tapi ini lebih baik daripada sebelumnya.

"Aku mau anak kita cewek!" gumamku, sambil menggoda agar dia segera menyelesaikan semuanya.

"Hummm?" desahnya.

Gerakannya semakin cepat. Tangan kirinya menempel pada kismis mungil yang di dadaku, sementara tangan lainnya dengan bebas menyentuh bagian terdalam di pangkal pahaku.

Tubuhku mengejang hebat, antara nyeri dan geli yang membaur jadi satu. Aku bahkan enggak sanggup membuka mata. Inilah sisi Alzian yang selama ini aku inginkan.

"Maafin aku," ucapku yang hanya tertahan di tenggorokan.

Dia menggempurku dari belakang dengan cepat dan penuh gairah. Sementara itu, aku mulai menahan sakit di dada akibat remasannya yang kuat. Dia menarik pinggangku ke bawah, jatuh bersama, dan membuatku duduk di pangkuannya.

"Sayang, kamu gak mau cium aku?" tanyaku. Dia segera memutar tubuhku ke pelukannya, dan aku langsung memejamkan mata.

Bibir kami saling membasahi, meski rasanya bukan lagi Cherry, tapi aku belajar menyukainya. Apa pun tentang Alzian, suami tercintaku.

Masih dengan mata terpejam, dia mengajakku turun untuk menindihnya. Entah apa yang dilakukannya, sekarang aku berada di atasnya, menggerakkan pinggul hingga menemukan ritme yang tepat. Rahimku terasa sesak, entah kenapa, rasa perih di awal berubah menjadi sensasi yang sulit kujelaskan dengan kata-kata.

"I love you, suamiku," desahku di dalam mulutnya.

Jari-jarinya kembali menemukan dadaku, membelai lembut si kismis dan aku kembali mengejang.

"Aahhh." Napasku enggak beraturan, dia mulai ikut bergerak menyamai ritmeku, dan itu memaksaku untuk mengakui, "Sayang, aku udah nggak kuat!"

Aku menyerah pada laki-laki yang sejam lalu kuanggap lemah. Laki-laki yang kupikir enggak akan mampu memuaskan hasratku. Aku benar-benar bodoh telah melakukan hal yang enggak semestinya kulakukan dengan Heksa.

Irama kami semakin cepat. Aku merasakan tubuhnya mulai kaku, bergetar, dan berkeringat. Tubuhku pun mengejang, tak mampu menahan desakannya.

"Sayang, udah, ya! Aku capek!" pintaku. Tapi dia tak berhenti, malah menambah tempo irama kita. Hanya sakit, perih, nyeri, dan takut yang kurasakan sekarang.

"Ohhhh," desahnya. Dia menarikku hingga tubuh kami melekat satu sama lain. Bibir, hidung, dan mata kami sejajar. Saling merasakan hembusan napas masing-masing. Kami sama-sama membuka mata dan dia bilang, "Khalisa, aku nggak sengaja keluar di dalam lagi."

"Maksudnya ... Lagi?"

Aku terkejut, buru-buru melompat untuk menjauh dan mengambil HP dari kantong kebaya. Saat kuhidupkan lampu kilatnya, dia ada di sana.

Cowok berengsek yang menghancurkan semuanya.

Heksa Antara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Putu Ariani
kle, heksa lagi heksa lagi, sabar ya kal
goodnovel comment avatar
Irvy
heksa punya jurus seribu bayangan y
goodnovel comment avatar
Maisarah
coba tadi ga suruh matiin lampu mgkin bakal selamat km Khal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • MANTAN WITH BENEFIT   Vasektomi 🧸

    ୨ৎ A L Z I A N જ⁀➴Kupikir rumah ini bakal kosong waktu aku parkir mobilku. Tapi ternyata, jalan masuknya penuh dengan mobil Pick-upSial.Sempat terpikir buat mutar balik dan kabur, tapi Papa sudah berdiri di sana, melambai, sepertinya dia sudah menunggu.Aku parkir di posisi strategis, biar gampang kabur kalau sewaktu-waktu ingin pergi.“Alzian, gimana kabarnya?” tanya Papa, menunduk sedikit dari atas balkon.“Ngapain sih, kalian di sini?”“Mama bilang rumah kamu jorok banget. Jadi dia mutusin hari ini buat bersih-bersih.”Aku langsung ingin balik ke mobil. Terakhir kali ‘bersih-bersih’ kayak gini, bikin aku jadi lebih depresi. Mama memang nggak bakal berhenti sebelum semua debu dan sarang laba-laba hilang. Entah kenapa dia sebegitu ambisiusnya. Toh, kami semua di sini, jomblo. Siapa juga yang peduli?Tiba-tiba Harry, adik tiriku yang baru sebelas tahun muncul sambil memainkan bolanya.“Eh, Ry!” seruku sambil nyolong bolanya.“Apa, Alzian?”“Hari ini ada latihan bola nggak?”“Besok

  • MANTAN WITH BENEFIT   Pulang 🥀

    Aku kira kami bakal langsung tinggal bareng. Tapi, ya ... dia benar juga.Donna datang membawa Sufle dan meletakkannya di depan dia. "Jalapeno bikinin spesial buat kamu,” katanya, lalu berjalan pergi.“Sampaiin makasih ke Jalapeno ya,” jawab Alzian.Rambut poni Donna bergoyang-goyang saat ia berjalan. Ia berhenti di meja lain dan bertanya ke orang-orang apakah mereka menikmati sarapan.“Kamu emang hobi banget, ya, bikin dia kesal,” celetukku.Dia menyuap makanannya dan hanya mengangguk.Kami makan sambil diam, menatap ke arah teluk. Untungnya, Alzian makannya secepat kilat.Donna enggak menagihkan apa pun, dan Alzian langsung mengambil tasku begitu kami keluar. Ia meletakkannya di bagasi belakang.Begitu mobil melaju keluar dari parkiran, perutku tersenyum. Aku berharap, saat benar-benar sampai di rumah tempat kami dulu pernah menjadi suami istri, akan ada sesuatu yang muncul dari kepalaku.Aku sempat menebak kalau rumah kami ada di dekat tempat kerjanya, tapi begitu dia mengambil jal

  • MANTAN WITH BENEFIT   Villa di Danau 🌛

    ୨ৎ K H A L I S A જ⁀➴ Sabtu pagi .... Aku baru saja selesai membereskan koper dan langsung membawanya turun ke resepsionis. Di balik meja ada Donna. Dia menyeringai saat melihatku. “Udah siap pulang?” Aku mengangguk. “Iya sih, tapi jangan sampai Alzian dengar.” Dia mengernyit. “Dia telat. Barusan dapat telepon mendadak, harus balik ke kerjaannya. Kamu mau sarapan dulu?” Ia langsung berjalan meninggalkan meja resepsionis. Donna masih dengan rambut merah dan tubuh berisinya seperti yang kuingat. Senyumnya yang usil belum muncul, tapi feeling-ku sih, dia masih sama saja seperti dulu. “Oh. Dia nggak ngubungin aku.” Donna memiringkan kepala. “Serius? Kan, dia punya nomor kamu?” “Punya, kok.” Dia menepuk punggungku. “Kamu tahu sendiri Alzian gimana. Mungkin dia cuma mau mastiin aku yang ngurusin kamu." “Yah, iya juga sih .…” Tapi jujur saja, kita berdua tahu itu cuma alasan doang. Dua hari lalu, waktu dia mengajakku ke tempat dia melamar, aku merasa itu amat menyakitinya. Dia bahk

  • MANTAN WITH BENEFIT   Saat Aku Melamarmu 💘

    "Kayaknya emang nggak pernah berubah," gumamku."Serius? Emangnya dulu aku juga kelihatan kayak gurita pas manjat gini?" Aku tertawa. Dia menoleh ke belakang. "Ayo, coba lagi!""Waktu aku ngelamar kamu di sini, aku sempat gigit pantatmu," kataku, lebih ke diri sendiri sebenarnya."Aku, sih nggak nolak kalau kamu mau ngulang itu sekarang."Aku memakai dua tangan untuk mendorongnya sampai benar-benar naik ke atas. "Lain kali aja, kali, ya."Dia mengulurkan tangan untuk membantuku naik, tapi aku malah memilih pakai ranting untuk memanjat sendiri."Itu tinggal lewatin pohon-pohon doang," kataku sambil menunjuk jalan dan menyuruh dia jalan lebih dulu. Aku ingin penyiksaan ini cepat selesai.Dia berjalan pelan melewati pepohonan. Matanya berkeliling ke sana kemari, seperti belum pernah ke sini sebelumnya, padahal kami sudah sering ke tempat ini.Tiba-tiba dia menarik napas panjang. "Ya ampun ...."Aku belum keluar dari balik pohon, tapi aku sudah bisa membayangkan danau biru yang dikeliling

  • MANTAN WITH BENEFIT   Rumah Kita 🥀

    ୨ৎ A L Z I A N જ⁀➴"Jadi sekarang kamu udah mau ngomong sama aku?" tanya Khalisa saat kami berdiri di samping mobilku.Melihat dia nongkrong bareng Danny di Bar tadi bikin darahku naik. Mungkin dia lupa kalau Danny itu saudara tiriku. Atau ... ah, apa sih yang aku pikirkan?Kemungkinan besar dia ingat. Tapi bagaimana kalau ... sial, aku enggak mau mikir dia sama cowok lain, apalagi orang dari keluargaku sendiri.“Minum gak bakal nyelesaiin apa-apa!”Matanya merah, jelas banget habis nangis di depan Danny. Dan itu bikin aku makin kesal.“Itu ide dia. Dan yang terakhir kali aku ingat, kamu baru aja minta aku tanda tanganin surat cerai.”Aku mendongak, kesal, tapi dia tetap menatapku. “Ayo deh. Kamu ingin ingat sesuatu, kan? Aku bakal ajak kamu ke suatu tempat.”“Ke mana?”Dia enggak langsung naik ke mobil, jadi aku jalan memutar dan membukakan pintu untuknya, sambil menunjuk dengan tangan agar dia masuk.“Nanti juga kamu tahu.”“Gimana aku bisa percaya kalau kamu gak bakal buang aku dar

  • MANTAN WITH BENEFIT   Morning Wine 🍷

    Aku mempercepat jalanku. Bukan mau sok atau apa, tapi memang lagi malas saja meladeni mereka. Semakin cepat aku berjalan, semakin keras juga mereka memanggil namaku.Begitu sampai di alun-alun, aku melihat beberapa turis sedang duduk santai. Lumayan, buat alihkan perhatian dari mereka.“Eh, Khalisa!!!” Suara Danny, kakak tiri Alzian, memanggil. Dia melambaikan tangan sambil membuka pintu Bar. Begitu melihat kerumunan di belakangku, dia buru-buru membuka pintu lebih lebar. “Kamu kan ada janji sama aku, inget?”Aku menoleh cepat ke belakang lalu langsung menyelonong masuk ke dalam bar. Cewek-cewek itu hampir sampai di pintu saat aku sudah bersembunyi di balik tiang kayu besar di tengah restoran. Aku menarik napas dalam-dalam.“Ya ampun. Kita tuh manggilin Khalisa, tahu!” seru Fannah.“Eh, mungkin kuping dia ikutan amnesia,” kata Danny sambil menyeringai.Salah satu cewek di belakangnya tertawa.“Danny! Garing banget sih, k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status